Mohon tunggu...
Rizka Amalia Zahroh
Rizka Amalia Zahroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi membaca, Kepribadian pendiam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penjelasan Air yang Boleh Digunakan Berwudhu' Selain Air Mutlaq dalam Kitab Al-Mufashol Part 2

11 Januari 2024   09:54 Diperbarui: 11 Januari 2024   11:29 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Melanjutkan dari keterangan sebelumnya, air yang boleh digunakan untuk berwudhu' selain menggunakan air mutlaq yang suci menyucikan dibagi menjadi 15 (kterangan 1-7 di artikel sebelumnya)

  • Jenis Kedelapan : Orang yang wudhu' mencelupkan tangannya ke dalam air.

      Ketika seseorang yang menghendaki wudhu' mencelupkan tangannya di wadah yang airnya akan dibuat wudhu', seperti dia akan mengambil air suntuk membasuh wajah atau kedua tangannya. Karena sesungguhnya air itu tetap atas kesuciannya. Dan tidak ada bekas didalamnya ketika orang yang wudhu' mencelupkan kedua tangannya dan tidak ada air yang diambil darinya dengan tangannya. Ditetapkan bahwa Nabi Muhammad SAW berwudhu' dari baskom. Dan Nabi SAW mencelupkan tangan beliau yang mulia kedalam baskom supaya mengambil air darinya, untuk berkumur, istinsyaq, membasuh wajah beliau yang mulia, membasuh kedua tangan beliau.

  • Jenis Kesembilan : Air Musta'mal.

Air Musta'mal di dalam wudhu' atau di dalam mandi dari hadats besar. Air tersebut adalah air suci tetapi tidak menyucikan. Maka tidak sah bersuci dari hadats kecil dan juga tidak sah bersuci dari hadats besar menggunakan air ini. Pendapat ini menurut Dzohirnya Madzhab Hanabilah. Imam Laits dan Imam Auza'i berkata tentang hal ini bahwa hal ini masyhur dari Imam Abi Hanifah, salah satu dua riwayat dari Imam Malik dan dhohirnya Madzhab Syafi'i. Hujjahnya pendapat ini adalah Hadits Mulia yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud :

لَا يَبْلُوَنَّ اَحَدُكُمْ فِيْ الْمَاءِ الدَّائِمِ، وَلَا يغْتسِل فِيْهِ مِنْ جنَابَةٍ

Yang artinya : Janganlah seorangpun dari kalian buang air kecil di air yang menggenang. Dan jangan kalian mandi jinabat menggunakan air tersebut. 

Dan dari Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayat yang lain : Sesungguhnya air tersebut adalah suci menyucikan yang menjadikan suci dengan air tersebut dari hadats kecil dan besar. Pendapat ini pendapat Imam Atho', Imam Nakho'I, Imam Zuhri, Imam Makhul, Ashabul Madzhab Adz-Dzhohiry, riwayat kedua dari Imam Malik. Pendapat ini didukung oleh hadis Nabi Muhammad SAW yang mengusap kepalanya dengan air bekas wudhu yang ada ditangannya.

  • Jenis Kesepuluh : Air yang digunakan mandinya wanita non muslim

Kami menjelaskan : Sesungguhnya air yang digunakan dalam wudhu' atau dalam mandi itu suci menyucikan menurut sebagian ulama', suci tidak menyucikan menurut sebagian ulama' yang lain. Apakah air yang digunakan untuk mandinya wanita non muslim yang sedang haidl itu suci menucikan? Bolehkah wudhu atau mandi menggunakan air tersebut?

Ibnu Qudamah Al-Hanbali berkata : dalam masalah 2 riwayat dalam madzhab : (Yang pertama) bahwa air yang digunakan mandi wanita non muslim tersebut adalah suci menyucikan, maka diperbolehkan wudhu' dan mandi menggunakan air tersebut. Menjelaskan hal tersebut, mandinya wanita non muslim yang haidl, maka air tersebut tidak menghilangkan perkara yang mencegah dari sholat dengan nisbat wanita tersebut. Maka diserupakan dengan air yang di dinginkan dan air ini adalah air suci menyucikan. Begitu juga air yang digunakan wanita tersebut. (Yang kedua) : sesungguhnya air yang digunakan mandi wanita non muslima dalah suci tidak menyucikan. Karena wania tersebut menghilangkan perkara yang dicegah dari wati suaminya dengan air tersebut.  Diserupakan jika air tersebut digunakan mandi oleh wanita muslim.

Jika mandinya wanita non muslim dengan air karena jinabat, maka air ini suci menyucikan menurut madzhab Hanbali, diperolehkan wudhu' dan mandi menggunakan air ini. Karena air tersebut tidak menghilangkan perkara yang mencegah dari sholat degan haqnya, dan tidak digunakan dalam ibadah. Maka diserupakan dengan air yang dibekukan.  

  • Jenis Kesebelas : Air yang digunakan membasuh badan supaya segar

Air yang digunakan membasuh badan manusia supaya segar, bukan karena menghilangkan hadats, hal tersebut sama dengan air yang digunakan untuk mencuci pakaian. Sesungguhnya boleh berwudhu' dengan air tersebut. Karena air tersebut tidak digunakan menyucikan untuk beribadah dan tidak digunakan untuk menghilangkan hadats.

  • Jenis Kedua belas : Air yang digunakan untuk memandikan mayyit

Anak Adam itu suci baik hidup maupun mati dalam kitab shahih dari madzhab Hanbali. Karena Nabi bersabda : Orang Mukmin itu tidak najis. Dan tidak ada perbedaan diantara orang muslim dan orang kafir karena persamaan keduanya dalam Anak Adam dan keadaan hidup. Ibnu Qudamah berkata : Orang Kafir menjadi najis disebabkan kematiannya, karena sesungguhnya yang terdapat di dalam Hadits mulya adalah orang muslim, dan tidak sah mengqiyaskan orang kafir kepada orang muslim, karena orang kafir tidak disholati  dan tidak mempunyai kesucian sebagaimana orang muslim.

Jika kita mengatakan orang yang meninggal itu suci, maka air yang digunakan untuk memandikannya tetap suci begitu juga menyucikan. Maka sah wudhu' menggunakan air tersebut menurut pendapat ulama' yang berpendapat dengan tetapnya kesucian air musta'mal di dalam wudhu' atau dalam mandi.

  • Jenis Ketiga belas : Air ketika bercampur dengan najis

Ibnu Mundzir berkata : Ahli ilmu sepakat bahwa air yang sedikit dan banyak ketika kejatuhan najis didalamnya, kemudian merubah rasa, warna atau bau air, sesungguhnya air tersebut najis selama terdapat sifat-sifat tersebut. Makna air tersebut, tidak boleh digunakan untuk bersuci karena kenajisannya.

Ketika air sedikit dan najis mencampurinya, maka dalam madzhab Hanbali terdapat 2 riwayat dari Imam Ahmad :

(Yang Pertama) : Najis meskipun air tidak berubah dengan najis ini, hal ini masyhur dalam madzhab Hanbali.

(Yang Kedua) : Tidak Najis kecuali dengan berubah. Hal tersebut diriwayatkan oleh Hudzaifah, Abi Hurairah, Ibnu Abbas, Sa'id bin Musayyab, Hasan, Ikrimah, Atha', Jabir bin Zaid, Ibnu Abi Laili, Malik, Al-Auza'I, Ats-Tsauri dan lainnya. Makna air tersebut adalah air tersebut  boleh digunakan untuk bersuci. 

  • Jenis Keempat belas : Sisa minuman hewan

Lafadz adalah jama' dari lafadz yaitu sisa minuman. Ringkasan pendapat dalam sisa minuman hewan-hewan itu dari  sejauh mana dierbolehkannya bersuci dengannya. Sesungguhnya tidak boleh bersuci dengan air minum sisa anjing dan babi karena sisa keduanya adalah najis, hal ini menurut madzhab Hanbali, Syafi'I dan Abi Hanifah. Imam Malik, Imam Auza'I dan Daud berkata : sisa air keduanya (anjing dan babi) itu suci, maka diperbolehkan wudhu' dan mandi dengan sisa air keduanya.

Adapun sisa minuman mangsa binatang liar, kecuali kucing dan hewan dibawah kucing dalam hal bentuknya, mangsa burung, keledai peliharaan dan baghal, maka diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal bahwa sisa minum dari hewan-hewan ini itu najis dan tidak boleh wudhu' dengan air ini. Imam Al-Hasan, Atha', Az-Zuhri, Yahya Al-Anshari, Rabi'ah, Abu Zanad, Malik, Syafi'i, Ibnul Mandzar memperbolehkan semua sisa minum dari hewa-hewan tersebut karena terdawat riwayat dari Nabi Muhammad SAW beliau ditanya : Haruskah kita wudhu' dengan air sisa minum keledai? Nabi bersabda : iya, dengan sisa air semua binatang buas.

Adapun sisa daging hewan yang dagingnya dimakan, maka diperbolehkan wudhu' dengannya dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal tersebut. Begitu juga diperbolehkan berwudhu' dengan sisa minum kucing dan hewan dibawahnya dalam hal bentuknya, seperti tikus. Pendapat ini adalah pendapat paling banyaknya ahli ilmu.

Kami berpendapat : Sesungguhnya sisa minum anak adam itu suci baik muslim maupun kafir menurut ahli ilmu umum, maka diperbolehkan bersuci dengan air tersebut, kecuali diceritakan dari Imam An-Nakho'i bahwa dimakruhkan menggunakan air sisa minum wanita haidl untuk bersuci. Dari Jabir bin Zaid : tidak digunakan wudhu' dengan air tersebut. Tetapi pernyataan keduanya dikembalikan denga perkara yang ditetapkan dari Rasulullah SAW bersabda : Orang mukmin itu tidak najis. Sesungguhnya Sayyidah Aisyah Ummul Mukminin ra meminum dari wadah dan beliau sedang haidl, kemudian Rasulullah SAW mengambil wadah tersebut dan meletakkan bibir Rasulullah SAW diatas tempat bibirnya Sayyidah Aisyah dari wadah, kemudian beliau minum. Sayyidah Aisyah membasuh kepala Rasulullah SAW dan Sayyidah Aisyah sedang haidl, hal ini menunjukkan bahwa bekas orang haidl itu tetap suci, dan pada keterangan yang akan datang, bahwa sisa orang yang haidl itu tetap suci, dan memungkinkan bersuci, wudhu' atau mandi menggunakan air tersebut.  

Penulis : Rizka Amalia Zahroh 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun