Jika kita mengatakan orang yang meninggal itu suci, maka air yang digunakan untuk memandikannya tetap suci begitu juga menyucikan. Maka sah wudhu' menggunakan air tersebut menurut pendapat ulama' yang berpendapat dengan tetapnya kesucian air musta'mal di dalam wudhu' atau dalam mandi.
- Jenis Ketiga belas : Air ketika bercampur dengan najis
Ibnu Mundzir berkata : Ahli ilmu sepakat bahwa air yang sedikit dan banyak ketika kejatuhan najis didalamnya, kemudian merubah rasa, warna atau bau air, sesungguhnya air tersebut najis selama terdapat sifat-sifat tersebut. Makna air tersebut, tidak boleh digunakan untuk bersuci karena kenajisannya.
Ketika air sedikit dan najis mencampurinya, maka dalam madzhab Hanbali terdapat 2 riwayat dari Imam Ahmad :
(Yang Pertama) : Najis meskipun air tidak berubah dengan najis ini, hal ini masyhur dalam madzhab Hanbali.
(Yang Kedua) : Tidak Najis kecuali dengan berubah. Hal tersebut diriwayatkan oleh Hudzaifah, Abi Hurairah, Ibnu Abbas, Sa'id bin Musayyab, Hasan, Ikrimah, Atha', Jabir bin Zaid, Ibnu Abi Laili, Malik, Al-Auza'I, Ats-Tsauri dan lainnya. Makna air tersebut adalah air tersebut  boleh digunakan untuk bersuci.Â
- Jenis Keempat belas : Sisa minuman hewan
Lafadz adalah jama' dari lafadz yaitu sisa minuman. Ringkasan pendapat dalam sisa minuman hewan-hewan itu dari  sejauh mana dierbolehkannya bersuci dengannya. Sesungguhnya tidak boleh bersuci dengan air minum sisa anjing dan babi karena sisa keduanya adalah najis, hal ini menurut madzhab Hanbali, Syafi'I dan Abi Hanifah. Imam Malik, Imam Auza'I dan Daud berkata : sisa air keduanya (anjing dan babi) itu suci, maka diperbolehkan wudhu' dan mandi dengan sisa air keduanya.
Adapun sisa minuman mangsa binatang liar, kecuali kucing dan hewan dibawah kucing dalam hal bentuknya, mangsa burung, keledai peliharaan dan baghal, maka diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal bahwa sisa minum dari hewan-hewan ini itu najis dan tidak boleh wudhu' dengan air ini. Imam Al-Hasan, Atha', Az-Zuhri, Yahya Al-Anshari, Rabi'ah, Abu Zanad, Malik, Syafi'i, Ibnul Mandzar memperbolehkan semua sisa minum dari hewa-hewan tersebut karena terdawat riwayat dari Nabi Muhammad SAW beliau ditanya : Haruskah kita wudhu' dengan air sisa minum keledai? Nabi bersabda : iya, dengan sisa air semua binatang buas.
Adapun sisa daging hewan yang dagingnya dimakan, maka diperbolehkan wudhu' dengannya dan tidak ada perbedaan pendapat dalam hal tersebut. Begitu juga diperbolehkan berwudhu' dengan sisa minum kucing dan hewan dibawahnya dalam hal bentuknya, seperti tikus. Pendapat ini adalah pendapat paling banyaknya ahli ilmu.
- Jenis Kelima belas : Sisa minum Wanita yang Haidl
Kami berpendapat : Sesungguhnya sisa minum anak adam itu suci baik muslim maupun kafir menurut ahli ilmu umum, maka diperbolehkan bersuci dengan air tersebut, kecuali diceritakan dari Imam An-Nakho'i bahwa dimakruhkan menggunakan air sisa minum wanita haidl untuk bersuci. Dari Jabir bin Zaid : tidak digunakan wudhu' dengan air tersebut. Tetapi pernyataan keduanya dikembalikan denga perkara yang ditetapkan dari Rasulullah SAW bersabda : Orang mukmin itu tidak najis. Sesungguhnya Sayyidah Aisyah Ummul Mukminin ra meminum dari wadah dan beliau sedang haidl, kemudian Rasulullah SAW mengambil wadah tersebut dan meletakkan bibir Rasulullah SAW diatas tempat bibirnya Sayyidah Aisyah dari wadah, kemudian beliau minum. Sayyidah Aisyah membasuh kepala Rasulullah SAW dan Sayyidah Aisyah sedang haidl, hal ini menunjukkan bahwa bekas orang haidl itu tetap suci, dan pada keterangan yang akan datang, bahwa sisa orang yang haidl itu tetap suci, dan memungkinkan bersuci, wudhu' atau mandi menggunakan air tersebut. Â
Penulis : Rizka Amalia ZahrohÂ