KEBUMEN – Muhammad Dwi Kurniawan (25) atau yang biasa dipanggil Wawan adalah fisioterapis muda yang berdomisili di Kebumen, Jawa Tengah. Fisioterapi bukan hal baru bagi Wawan. Ia memang memiliki latar belakang pendidikan Jurusan Fisioterapi. Ia menyelesaikan Program Sarjana sekaligus Pendidikan Profesinya di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Tak heran, Wawan memiliki banyak pengalaman di bidang ini.
Karirnya dimulai saat Wawan lulus pendidikan profesinya pada tahun 2018. Setelah ia mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai izin praktik, ia langsung ditawari pekerjaan sebagai fisioterapis di salah satu rumah sakit swasta di Kebumen yaitu Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng. Ia ditawari langsung oleh Direktur rumah sakit tersebut. Tanpa pikir panjang, Wawan menerima tawaran tersebut. Di rumah sakit, ia bekerja di jam-jam tertentu atau yang biasanya disebut kerja shift, sehingga di luar jam kerjanya ia juga menerima banyak pasien home visit dengan mendatangi satu per satu rumah pasiennya.
Pekerjaannya di luar jam kerja rumah sakit mengharuskan Wawan bertemu banyak pasien dengan latar belakang yang berbeda-beda. Terkadang ia juga harus mendatangi pasien yang rumahnya ada di pelosok desa yang sangat jauh dari tempat tinggalnya. Walaupun begitu, ia tetap menikmati pekerjaannya tersebut.
Dalam masalah tarif, Wawan tidak pernah menentukan biaya yang harus dibayarkan oleh pasien door to doornya. Ia mengaku bahwa ia menerima berapapun tarif yang diberikan kepadanya. Hal itu karena ia menemukan bahwa pasien-pasiennya ternyata banyak yang dari kalangan menengah bawah. Dari situlah rasa simpati dan empatinya muncul sehingga ia memutuskan untuk tidak menentukan tarif biaya untuk pasien home visit.
“Pernah suatu saat saya datang ke rumah pasien. Di pertemuan pertama, keluarga pasien memberikan uang kepada saya, lalu saya terima. Minggu berikutnya saya datang lagi ke tempat pasien itu. Saat saya sudah memberikan terapi dan mau pulang, keluarga pasien itu minta maaf kepada saya kalau minggu ini belum bisa membayar. Mereka berjanji untuk membayar double di minggu berikutnya. Saat itu saya terenyuh, dan saat itu juga saya bilang ke keluarga pasien bahwa mereka tidak perlu membayar apapun karena bayaran di minggu lalu sudah cukup.” ujar Wawan ketika ditanya tentang pengalamannya menjadi fisioterapis.
Sebagian besar pasien yang Wawan tangani adalah pasien yang sudah berumur. Pernah suatu ketika ia menangani pasien lanjut usia yang hanya tinggal bersama istrinya. Sebagai orang biasa, pastinya Wawan sangat sedih melihat keadaan tersebut. Dari kejadian-kejadian semacam itu, Wawan semakin yakin untuk tidak menarik tarif kepada pasien-pasien home visitnya khususnya pasien-pasien yang memang tidak berkecukupan. Ia juga bercerita bahwa banyak pasiennya yang sering membawakannya makanan atau buah-buahan hasil panen sebagai rasa terimakasihnya kepada Wawan.
Dalam satu hari, biasanya Wawan menangani 3 sampai 5 pasien home visit di luar jam kerjanya di rumah sakit. Ia rela memutari daerah Kebumen dari satu rumah ke rumah lain dengan jarak yang tidak dekat. Hal itu Wawan lakukan semata-mata karena ingin menolong sesama disamping memang itu adalah kewajibannya sebagai fisioterapis. Ia sadar bahwa banyak pasien yang menaruh harapan besar kepadanya, sehingga ia benar-benar berusaha melakukan yang terbaik untuk kesembuhan pasiennya.
Setelah kurang lebih setahun Wawan bekerja sebagai fisioterapis di rumah sakit dan juga melayani home visit, ia memutuskan untuk membangun usaha mandirinya yaitu membuka klinik fisioterapi yang berada di rumahnya sendiri bertempat di Jl. Keputihan, Kemangunan, Adikarso, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Klinik tersebut ia namakan Griya Fisio Avicenna yang terinspirasi dari tokoh filsuf, ilmuwan, dan dokter dari Persia yang dijuluki "Bapak Kedokteran Modern" yaitu Ibnu Sina atau di dunia Barat lebih dikenal dengan Avicenna. Dalam mendirikan klinik mandirinya, ia dibantu oleh istrinya yang juga seorang fisioterapis dan rekan-rekannya saat ia kuliah dulu. Klinik ini tentunya sudah mendapat izin dari pemerintah daerah setempat. Khusus untuk penanganan fisioterapi di klinik, Wawan harus menetapkan tarif yang dibayar oleh pasien karena beberapa alasan.
“Untuk di klinik, mau tidak mau saya harus menarik tarif untuk pasien. Hal itu untuk keberlangsungan usaha ini. Selain itu pastinya untuk meningkatkan kualitas dari penanganan fisioterapi dari klinik ini, baik dari segi alatnya, fasilitas klinik, dan banyak hal yang intinya semua itu kembali lagi untuk kenyamanan pasien kami.”
Menurut Wawan, pekerjaannya di bidang fisioterapi mengajarkannya banyak hal. Ia dapat lebih bersyukur, lebih menghargai orang dan ikhlas dalam menolong sesama. Saat ini, walaupun ia telah memiliki klinik sendiri, ia masih tetap bekerja sebagai fisioterapis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Sruweng dan tentunya masih melayani pasien home visit. Ia berprinsip jika niatnya menolong, rezeki pasti akan datang dengan sendirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H