Dikutip dari kompas.com pada 6 Juni 2022, beredar berita seorang pengemis di kota, namun ternyata ia adalah orang kaya di desanya. Dalam berita tersebut, disebutkan bahwa pengemis itu menjadi bahan pembicaraan warganet di sosial media setelah dua buku tabungan yang bernominal ratusan juta rupiah itu tersebar. Setelahnya, pengemis tersebut kembali pulang ke desanya dan memulai untuk berwirausaha di toko dan berjanji untuk tidak mengemis lagi.
Untuk mengurangi keresahan masyarakat, Pemerintah telah mengatur Undang-undang tentang Penggelandangan pada pasal 429 RKUHP yang berbunyi : “Setiap orang yang bergelandangan di jalan ataupun di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan paling banyak kategori I.”
Mengenai suatu kategori denda yang harus dibayarkan, ada pada pasal 79 ayat 1, RKUHP membagi 8 kategori. Jumlah denda yang harus dibayarkan itu mulai dari Rp. 1 Juta sampau Rp. 50 Milliar. Untuk kategori I, sejumlah Rp. 1 Juta.
Para pengemis yang berada di tengah jalan, mungkin sudah tahu mengenai hukum dan pasal tersebut. Namun, mereka tetap masih melakukannya dikarenakan banyaknya kebutuhan dan keadaan yang mendesak sehingga mendorong mereka untuk tetap pada kegiatan tersebut. Dan ketika ada patroli dari beberapa pihak berwajib, mereka memilih untuk lari dan kabur untuk menyelamatkan diri agar tidak tertangkap dan tidak membayar denda yang ada. Dan esok harinya, mereka tetap melakukan kegiatan yang sama.
Terbitnya undang-undang penggelandangan nyatanya tidak mampu menyurutkan perkembangan pengemis setiap tahunnya, bukannya semakin berkurang akan tetapi terus bertambah. Hampir di setiap perempatan jalan, persimpangan lampu merah, bahkan di tengah jalan pun banyak pengemis bertebaran. Hal itu membuat resah bagi pengguna jalan.
Dampak dari adanya pengemis di tengah jalan itu beragam. Salah satunya ialah membuat keresahan bagi para pengguna jalan, mengganggu ketertiban lalu lintas dan bisa menyebabkan suatu kecelakaan di jalanan. Hal ini lah yang memunculkan kontroversial di lingkungan masyarakat terkait pengemis.
Tanggapan masyarakat mengenai hal ini pun beragam. Ada yang pro dan ada pula yang kontra. Mereka yang pro mengatakan jika, “Itu adalah hal yang wajar, mereka melakukan hal tersebut karena dengan cara itulah mereka bisa makan”. Namun, di tim kontra menyampaikan jika, “Ini sudah tidak wajar, karena jumlahnya sangat banyak dan mengganggu aktivitas di jalanan”.
Ada di tim pro maupun kontra bukanlah hal yang salah. Karena itu adalah suatu pendapat yang disampaikan agar bisa di dengar, bukan dijadikan suatu bahan sehingga memunculkan perdebatan.
Jadi, bagaimana tanggapan anda mengenai pengemis jalanan? Apakah hadirnya mereka di lingkungan kalian dapat diatasi sehingga tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat khususnya pengguna jalan?
Beberapa harapan disampaikan oleh masyarakat mengenai pengemis di tengah jalan, salah satunya ialah jika ingin mengurangi angka kemacetan di jalanan, sebaiknya mengurangi pula jumlah pengemis di tengah jalan. Para pengemis, diberikan suatu pelatihan untuk mengasah keterampilan agar bisa bekerja sesuai bidang yang dikuasainya. Dengan harapan, mereka akan berhenti mengemis dan melanjutkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang mereka punya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H