Mohon tunggu...
Rizka Amalia Fulinda
Rizka Amalia Fulinda Mohon Tunggu... -

oncologist-to-be | drink books | eat movies | breath musics | love writing, discussing, and researching | magnificent doctor in the making | skygazer | Maroon 5 | MLTR | Jason Mraz | Owl City | SM's ;)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Never Let Me Go: Quiet, Emotional, and Deep Movie

15 April 2011   15:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:46 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Director: Mark Romanek

Writers: Kazuo Ishiguro, Alex Garland Stars: Keira Knightley, Carey Mulligan, and Andrew Garfield

Based on the novel "Never Let Me Go" by Kazuo Ishiguro

Sebelumnya, saya memang belum pernah membaca novel Kazuo Ishiguro yang telah mendapatkan penghargaan sebagai TIME 100 Best English-language Novels from 1923 to 2005 ini. Saya juga tidak memiliki ekspektasi apa-apa saat ingin menonton film ini. Apalagi setelah saya melihat resensinya di beberapa media, ternyata temanya mirip-mirip dengan "The Island"-nya Ewan McGregor dan Scarlet Johansson yang mengangkat masalah kloning, hanya saja Never Let Me Go memberikan unsur-unsur drama dan romansa di dalamnya.

Nama Mark Romanek juga awalnya tidak cukup untuk memberikan jaminan bahwa film ini termasuk 'worth-watching' karena setahu saya Mark Romanek lebih pakar dalam video klip, seperti terlihat dalam garapannya pada video klip Madonna dan Red Hot Chili Peppers. Dan menurut pengalaman saya, biasanya direktor video klip yang aji mumpung menggarap film, garapannya tidak akan memuaskan.

Namun setelah saya melihat trailernya, rating di IMDb yang mencapai 7.3/10, dan nama Andrew Garfield (oh I'm adore him :D) yang ambil bagian di dalamnya, maka itu cukuplah menjadi uang muka bagi saya untuk menonton film tersebut (dan meresensinya serta mempromosikan film tersebut ke beberapa sahabat). Dan dugaan saya ternyata meleset jauh dari perkiraan awal. Every scenes in this movie is memorable. Visual, akting, plot, setting yang terkemas dalam film ini adalah sesuatu yang tidak akan saya lupakan.

Secara ringkas, film ini terbagi menjadi 3 bagian (seperti yang terdapat dalam bukunya). Bagian pertana, film ini bercerita tentang kehidupan ketiga tokoh utama, Kathy (Carey Mulligan), Ruth (Keira Knightley), dan Tommy (Andrew Garfield) yang sejak kecil selalu bersama. Cerita diawali dari Kathy yang terkenang akan masa-masa kecilnya dulu. Kathy, Ruth, dan Tommy adalah siswa sekolah Hailsham, sebuah sekolah berasrama. Sekolah ini memang cukup aneh, disini murid-muridnya terisolir dengan cerita-cerita menyeramkan. Kesehatan mereka pun diawasi secara ketat, mereka rutin menyantap makanan yang bergizi, tidak boleh merokok, dan diadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Pelajaran di sekolah ini juga tidak lazim, mereka belajar bagaimana cara memesan minuman di kafe, bagaimana cara berhubungan seksual, intinya kegiatan-kegiatan yang biasa manusia normal lakukan. Ternyata, para murid Hailsham memang bukan manusia normal. Mereka adalah ciptaan manusia atau makhluk kloningan yang diciptakan secara khusus agar saat dewasa nanti mereka dapat mendonorkan organ-organ mereka. Secara tersurat, mereka memang diciptakan untuk rela mengorbankan nyawa bagi orang lain.

Tommy, yang saat kecil (diperankan Charlie Rowe) dikenal memiliki perangai yang pemarah dan sering menjadi korban bullying anak-anak lain, ternyata mendapat perhatian yang cukup intens oleh Kathy (diperankan Isobel Meikle-Small). Cinta pun tumbuh di antara mereka, namun sayang harapan Kathy atas Tommy menjadi hancur seketika saat dilihatnya Tommy bergandengan tangan dengan Ruth (Ella Purnell) dan berciuman di kebun sekolah.

Bagian kedua adalah saat cerita berlanjut 7 tahun setelahnya, Kathy, Ruth, dan Tommy sudah keluar dari Hailsham dan ditempatkan di The Cottage, sebuah pedesaan dimana mereka dapat menunggu hingga masa pendonoran tiba. Disini kehidupan ketiganya menjadi semakin kacau dan complicated. Cinta segitiga Kathy-Ruth-Tommy yang rumit, pencarian atas 'sejarah' mereka, dan desas-desus tentang adanya penangguhan. Permasalahan akhirnya memuncak dengan keputusan Kathy untuk meninggalkan The Cottage demi menjadi 'carer' (perawat yang khusus merawat para pendonor organ) tepat disaat hubungan Ruth dan Tommy berakhir.

Cerita pun memasuki bagian ketiga, dimana Kathy yang sudah 9 tahun tidak bertemu dengan Ruth dan Tommy tidak sengaja bertemu dengan Ruth di rumah sakit tempatnya bekerja. Saat itu, baik Ruth maupun Tommy memang sudah menjalani 2 kali donasi, dan keadaan mereka sudah memburuk (biasanya setelah menjalani donasi ketiga pendonor akan meninggal). Saya tidak akan menjabarkan secara detail tentang akhir cerita film ini, karena bagian ketiga memang sudah mendekati ending. Catatan dari saya, film ini memang bukan jenis-jenis happily-ever-after movie karena ketiga tokoh utama semuanya meninggal, walaupun di akhir cerita Kathy belum meninggal.

Bagi para penikmat film, tepat bila film ini dikatakan sebagai film yang muram, yang gloomy, yang ripped my heart out, yang dystopia. Film dengan genre sci-fi tanpa menunjukkan efek-efek CGI rumit macam Tron Legacy atau franchise Transformers. Secara personal, film ini mengguncang emosi saya, membuat saya terhenyak dan speechless, tanpa banyak dialog, akting, dan scene-scene yang lebay. Sepanjang menonton film ini, saya merasa trenyuh. Saya memang mudah menangis bila menonton film-film sedih. Namun Never Let Me Go lain. Film ini sangat sangat menyentuh hingga menangis pun tidak sanggup. Rasanya hampir sama seperti saat saya menonton Changeling-nya Angelina Jolie. Jelas sekali, film ini memang ingin memancing empati dari para penontonnya, tanpa banyak kata-kata, film yang bercerita tentang keputusasaan 3 orang makhluk malang yang ingin mempertahankan kehidupannya. Dan kekuatan terbesar film ini memang dengan kemasannya yang tenang, understated feel, a tragic movie.

Beberapa scene yang sangat-sangat unforgettable bagi saya adalah saat Kathy memandang padang rumput 2 minggu setelah Tommy meninggal di meja operasi, dan senyum terakhir Tommy sebelum jantungnya diambil (Gosh, why could Andrew Garfield be so emotional?!). Dan narasi Kathy yang sepertinya menjadi quote utama film ini "We all complete. Maybe none of us really understand what we've lived through, or feel we've had enough time" membuat saya merasa seperti naik jungkat jungkit namun saat saya berada di atas, teman saya yang menjadi penyeimbang jungkat-jungkit tiba-tiba pergi dan saya terpental ke bawah. Sangat menohok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun