Mohon tunggu...
Rizal Nurdin ✔
Rizal Nurdin ✔ Mohon Tunggu... Penulis - Akun Terverifikasi

Official Account Content Writer K0MPASIANA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KDRT Menurut Hukum Islam Jika di Komprehensifkan dengan Hukum Positif Indonesia

28 Oktober 2022   14:14 Diperbarui: 28 Oktober 2022   14:24 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis Oleh : Rizal Nurdin (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya)

Kekerasan Dalam Ruma Tangga (KDRT) merupakan suatu bentuk acaman, dan kekerasan yang terkait dalam suatu hubungan pernikahan atau anggkota keluarga lainnya, misalnya anak. Hal tersebut menjadi salah satu bentuk hubungan toxic dan abusives yang sering terjadi.

Segelintir korban KDRT dominan sering dialami oleh kaum perempuan (istri) dan untuk pelaku adalah suaminya, namun terkadang justru sebaliknya, dan juga bisa terjadi untuk orang-orang yang tersubordinasi dalam rumah tangga tersebut. Pelaku dan korban KDRT merupakan orang yang mempunyai hubungan perkawinan, pengasuhan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, hubungan darah dan anak.

Adanya KDRT pasti memiliki beberapa faktor yang sangat kompleks, faktor tersebut terbagi menjadi beberapa bagian antara lain ;

  • Keadaan rumah tangga yang telah mencapai titik yang rentan sehingga kondusif untuk terjadinya KDRT, seperti ; suami istri yang bertengkar terus menerus, perselingkuhan, sudah tidak adanya kepercayaan antara keduanya, dan salah satu pasangan merasa tidak aman
  • Kondisi korban yang dapat memancing timbulnya KDRT, seperti ; istri yang tidak pengertian kepada suaminya, istri yang sengaja berperilaku tidak menyenangkan sehingga suaminya marah, suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri
  • Karakter pribadi pelaku KDRT yang memiliki moral yang rendah, seperti ; penjudi, narkoba, frustasi, kelainan jiwa dan pemabuk
  • Faktor luar yang juga mendukung dapat terjadinya KDRT, seperti ; budaya patriaki yang didukung strutur sosial di masyarakat, kebiajakn pemerintah.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam Agama Islam

Islam adalah agama yang mengusung perdamaian dan anti kekerasan. Ketika terjadi suatu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dipastikan keharmonisan dalam keluarga tersebut akan terkoyak serta berbagai prahara tidak dapat terelakkan lagi. Sebuah keluarga seharusnya dapat mencurahkan segala cinta dan perhatian, namun hal tersebut dapat terbalik 180 derajat karenan suatu berpuatan kezaliman dalam ucapan atauapun perbuatan. 

Seoarang istri terkadang dapat melakukan praktek yang dapat dikategorikan KDRT tanpa ia sadari, seperti tidak bersyukur akan kebaikan suami dan menuntut sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh suami.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Allah tidak akan melihat istri yang tidak bersyukur kepada suaminya, padahal ia selalu membutuhkannya." (Diriwayatkan oleh Al Bazzar, Al Hakim dan lain-lain. Lihat As Silsilah as-shahiihah (I/581) (289) dan shahiih at-targhiib wat-Tarhiib (II/198), (1944).

Dalam Al-Quran dan Sunnah (hadist) dengan jelas menggambarkan terkait antara pasangan suami dan istri. Al-Quran menjelaskan, hubungan harus didasari pada ketentraman, kelembutan, perlindungan, dukungan, kedamaian, kebaikan, kenyamanan cinta tanpa syarat, belas kasih, dan keadilan.

Adanya KDRT menurut Islam terhadap seorang perempuan sangat dilarang, hal tersebut bertentangan dengan hukum islam, khususnya tentang kehidupan dan akal. Akan tetapi, banyak yang salah dalam mengartikan salah satu ayat Al-Quran. Ayat tersebut berbunyi :

Allah ta'ala berfirman 

"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).

Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar." (QS An-nisa: 34).

Nusyuz sendiri secara bahasa merupaka bentuk Masdar dari kata nasyaza yang artinya tanah yang tersembul tinggi ke atas. Kemudian dalam beberapa terminilogi memiliki beberapa pengertian, antara lain ;

  • Fuqaha Malikiyah memberi pengertian nusyuz sebagai suatu permusuhan yang terjadi antara suami & istri
  • Ulama Syafi'iyyah, nusyuz adalah perselisihan yang terjadi antara suami & istri
  • Fuqaha Hanafiyah memberikan definisinya sebagai suatu ketidak senangan yang terjadi antara suami & istri

Berdasarkan ayat yang telah penulis sampaikan diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa diperbolehkan memukul istri jika melakukan nusyuz. Walau begitu, ayat diatas seharusnya dapat dipahami secara komprehensif. Bahwa bagi para perempuan yang dikhwatirkan untuk berbuat nusyuz, maka terlebih dahulu untuk menasihati mereka, kemudian pisahkan ranjang mereka dan terakhir boleh dipukul denagn suatu pukulan yang tidak menyebabkan luka. Ayat tersebut juga diawali dengan pernyataan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi seorang perempuan.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Dalam Hukum Nasional

Seperti ayat yang telah penulis uraikan di atas menjelaskan terdapat diksi "pukulah mereka"terhadap kasus nusyuz sehingga diksi tersebut memiliki konsekuensi terhadap norma hukum di Indonesia.

Dalam ayat tersebut seakan-akan melegalkan kekerasan dalam hukum islam sebagai mana pada kasus nusyuz. Dalam hal tersebut umat islam akan mengalami kebimbangan dalam posisinya. Mengapa demikian, ayat tersebut yang berbicara mengenai kekerasan dalam keluarga, tapi negara Indonesia melarang adanya kekerasan dalam rumah tangga di dalam Undang-undang 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 

Namun hal tersbut secara empiris terjadi pada zaman yang berbeda untuk saat ini, apalgi di Indonesia telah menggunakan sistem hukum yang secara eksplisit dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan negara indonesia sebagai negara hukum. Sehingga memicu pelanggaran norma hukum di Indonesia terhadap adanya suatu kekerasan dalam rumah tangga.

Dalam hukum positif Indonesia, kekerasan itu meliputi kekerasan berupa fisik dan psikologi/jiwa. Dalam pelanggarannya maka harus ditindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) menyatakan ;

"setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual pisikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga"

Namun perlu diketahui menurut hemat penulis hukum islam tersebut bukan melegalkan kekerasan terhadap istri. Pemukulan terhadap istri yang berbuat nusyuz yang secara eksplisit dijelaskan dalam Q.S Al-Nisa [4] : 34 hendaknya dapat kita maknai pada zaman sekarang sebagai tindakan untuk memberi pelajaran, bukan untuk menyaikit atau bahkan berbuat kekerasan.

Jika berkaca pada hukum positif Indonesia regulasi UU No.24 tahun 2004  dihadirkan agar dapat menghapus kekerasan dalam rumah tangga Indonesia. Selain menghapuskan, hadirnya regulasi hukum tersebut juga dapat memberikan rasa aman dalam berumah tangga sehingga dapat menciptkana keharmonisan dalam rumah tangga.

Maka dengan demikian, yang dimaksudkan dalam hukum islam bukan berarti melegalkan akan tetapi kita dapat memaknainya sebagai suatu tindakan yang memberikan pelajaran yang dalam arti dalam pemukulan tersebut tidak sampai melukai atau bahkan menyebabkan terjadi kekerasan. Jika sampai terjadi kekerasan yang telah melanggar ketentuan hukum di Indonesia hal tersebut akan bertentangan dengan norma Hukum di Indonesia sehingga nantinya akan ada sanksi yang didapat dari perbuatan tersebut di Indonesia.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun