Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Senioritas Toxic

24 Oktober 2024   18:43 Diperbarui: 24 Oktober 2024   19:10 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Kekuasaan Palsu Membungkam Kejujuran

Fenomena senioritas yang merugikan terus menjadi masalah di banyak lingkungan, mulai dari institusi pendidikan hingga tempat kerja. Salah satu yang paling mencolok adalah ketika seorang senior bersikap menindas atau merendahkan junior saat berkumpul dengan para senior lainnya, namun justru meminta bantuan atau bahkan "mengemis" ke junior di balik layar. 

Sikap ini tidak hanya memunculkan ketidakadilan, tetapi juga memperlihatkan ketidakseimbangan antara kekuasaan yang dipamerkan dan kebutuhan akan kolaborasi yang seharusnya terjalin.

Kondisi ini seringkali diperkuat oleh budaya senioritas toxic, di mana senior merasa harus selalu menunjukkan dominasinya di depan junior, terutama ketika ada senior lain yang menyaksikan. 

Dalam konteks ini, seorang senior lebih memilih untuk mempertahankan citra "kuasa" ketimbang membangun hubungan yang sehat dengan junior. Namun, ironisnya, saat senior tersebut membutuhkan bantuan di balik layar, mereka tidak segan-segan mengandalkan junior yang sebelumnya ditindasnya.

Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini terjadi. Salah satunya adalah rasa insecure yang mendalam pada diri si senior. Mereka merasa perlu menunjukkan kekuasaan agar terlihat kompeten dan superior di mata para senior lainnya. Mereka takut kehilangan pengaruh atau dianggap lemah jika terlihat "setara" dengan junior di depan umum. Akibatnya, mereka menindas junior untuk menutupi ketidakmampuan atau ketidakpercayaan diri mereka sendiri.

Namun, ketika lampu sorot hilang dan tidak ada senior lain yang menyaksikan, mereka menunjukkan sisi yang lebih rentan dan membutuhkan junior. Di sini, kekuasaan palsu mereka runtuh, dan mereka menggantungkan diri pada keahlian atau kerja keras junior yang sebelumnya diremehkan. Ironi ini seringkali menciptakan dinamika yang membingungkan dan tidak adil bagi junior.

Di sisi lain, junior yang menyadari hal ini sering merasa terjebak dalam situasi yang sulit. Mereka dihadapkan pada dilema antara harus memenuhi permintaan senior, meskipun merasa tidak dihargai, atau menolak dan mungkin menghadapi konsekuensi negatif. Junior dalam posisi ini seringkali merasa bahwa suara mereka tidak didengar, dan mereka terpaksa tunduk pada permainan kekuasaan yang dibuat oleh senior.

Budaya ini sangat merugikan, karena menghalangi terbangunnya iklim kerja atau belajar yang sehat. Junior yang merasa tertindas akan sulit mengembangkan potensinya secara maksimal, karena mereka takut melakukan kesalahan atau menghadapi balasan dari senior. 

Selain itu, relasi yang didasarkan pada kekuasaan semu ini juga menciptakan ketidakpercayaan yang mendalam di antara kedua belah pihak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun