Dalam lingkup yang lebih luas, hal ini juga berlaku dalam konteks sosial dan politik. Pemimpin yang merasa bahwa kebijakannya sudah paling tepat, padahal berdampak buruk pada masyarakat, akan sulit menerima kritik dan masukan.
Mereka merasa berada di jalur yang benar, sementara rakyat yang menderita akibat kebijakan tersebut menjadi pihak yang benar-benar rugi. Namun, kerugian terbesar tetap berada pada sang pemimpin itu sendiri, karena keangkuhannya menutup kemungkinan untuk berbuat lebih baik.
Adapun kerugian akibat merasa benar padahal keliru ini juga sering kali tidak terasa dalam jangka pendek. Banyak dari kita yang baru menyadari kesalahan setelah waktu berlalu, setelah kesempatan untuk memperbaiki diri sudah hilang.
Di sinilah letak tragis dari “puncak kerugian” yang disebutkan Pakde. Ketika kesempatan untuk bertobat atau memperbaiki diri telah berlalu, barulah kesadaran itu muncul, dan pada saat itu, kerugian sudah tidak terhindarkan.
Jika kita telisik lebih jauh, akar dari puncak kerugian ini adalah ego. Ego yang tidak mau menerima kekeliruan, yang terus meyakini bahwa semua tindakan dan keputusan sudah benar. Padahal, kerendahan hati untuk mengakui kesalahan adalah langkah awal untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
Orang yang bijak bukanlah orang yang tidak pernah salah, tetapi orang yang selalu siap mengakui kesalahannya dan belajar dari hal tersebut.
Dengan demikian, solusi untuk menghindari puncak kerugian adalah dengan senantiasa melakukan introspeksi diri. Menyadari bahwa kesalahan adalah bagian dari proses hidup, dan tidak ada manusia yang sempurna.
Kesalahan tidak harus dihindari, melainkan dihadapi dan dijadikan pembelajaran. Jika kita dapat melepaskan ego dan membuka diri untuk kritik serta introspeksi, maka kita bisa menghindari kerugian yang lebih besar di masa depan.
Akhirnya, pesan yang disampaikan oleh Pakde ini sepatutnya menjadi refleksi bagi kita semua. Bahwa merasa benar bukanlah jaminan kebenaran itu sendiri. Selalu ada ruang untuk belajar, memperbaiki, dan berbenah diri agar kita tidak terjebak dalam puncak kerugian akibat merasa benar padahal sebenarnya keliru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H