Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Percakapan di Malam Jumat dengan Gus Dur

10 Oktober 2024   21:39 Diperbarui: 10 Oktober 2024   21:45 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu, suasana rumah terasa berbeda. Angin berembus lembut, menyejukkan, namun entah mengapa ada sensasi dingin yang menjalari tubuhku. Sejak kecil, aku sering mendengar cerita bahwa pada malam Jumat, ahli kubur---para arwah yang telah meninggal---datang mengunjungi rumah-rumah mereka yang masih hidup. Dalam benakku, pertanyaan ini terus mengganggu, hingga tanpa sadar, aku mendapati diriku berbisik lirih, "Gus, apa benar ahli kubur datang ke rumah saat malam Jumat?"

Tak ada jawaban, hanya hening. Namun tiba-tiba, seolah dari ruang yang tak terlihat, suara lembut namun penuh wibawa menjawab, "Kenapa kamu tanya hal itu, Nak?" Aku terhenyak. Suara itu begitu akrab, namun penuh misteri. Suara yang hanya pernah kudengar dari pidato-pidato yang direkam puluhan tahun lalu. Itu suara Gus Dur.

"Apakah itu benar, Gus?" tanyaku lagi, kali ini lebih tenang meskipun jantungku masih berdegup kencang. Dalam benakku, percakapan ini terasa nyata, seolah Gus Dur ada di hadapanku, berbicara layaknya seorang kakek yang bijak.

Gus Dur tertawa kecil, khas sekali tawanya. "Ah, manusia itu memang suka bertanya soal hal-hal yang tak kelihatan. Kalau ahli kubur datang ke rumahmu, apa kamu siap menyambutnya?"

Aku terdiam. Pertanyaan Gus Dur menusuk pikiranku. Apakah aku benar-benar siap jika para ahli kubur itu datang? Apa yang akan mereka lakukan? "Tapi, Gus, bukankah itu yang sering diceritakan di kampung-kampung? Malam Jumat itu waktu mereka mengunjungi kita."

Gus Dur tersenyum tipis dalam bayanganku. "Orang-orang suka sekali dengan cerita-cerita yang membuat mereka takut. Ahli kubur yang datang itu sebenarnya bukan untuk menakut-nakuti. Mereka datang bukan untuk menghukum, tapi untuk mengingatkan."

"Mengingatkan apa, Gus?" Aku merasa penasaran sekaligus khawatir.

"Mengingatkan kita bahwa hidup itu sementara. Yang sudah pergi, mengajarkan kita untuk mempersiapkan diri sebelum waktu kita tiba. Kamu nggak perlu takut sama mereka. Justru, yang perlu kamu takutkan adalah bagaimana caramu menjalani hidup sebelum menjadi 'ahli kubur' sendiri."

Kata-kata Gus Dur itu membuatku termenung. "Jadi, mereka datang untuk... memberi pelajaran?"

"Tepat sekali," jawab Gus Dur. "Bukan datang untuk menghantui, tapi untuk mengingatkan bahwa kita juga akan seperti mereka. Kalau kamu hidup baik, nggak perlu takut dengan mereka. Sebab, sejatinya, merekalah yang membawa pesan tentang cinta dan persiapan untuk kehidupan abadi."

Percakapan itu mengakhiri malam Jumatku dengan penuh perenungan. Bukan ketakutan, tapi semangat untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Gus Dur, dalam diamnya, tetap mengajarkan kebijaksanaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun