Pagi itu, Rully Zaidan Andaria, seorang dokter gigi militer, berdiri di depan pintu masuk Universitas Padjajaran. Hembusan angin lembut kota Bandung seolah menyambut kedatangannya. Hari ini adalah hari pertama ia memulai pendidikan spesialis radiologi. Menjadi seorang dokter gigi adalah impiannya sejak kecil, tetapi takdir membawanya lebih jauh, memintanya memperdalam pengetahuan di bidang yang baru dan penuh tantangan.
Rully mengingat kembali masa-masa sulitnya di akademi militer. Di saat teman-temannya berkonsentrasi penuh pada latihan fisik, Rully tenggelam dalam buku-buku kedokteran dan kesehatan. Ia tahu bahwa tugasnya sebagai petugas kesehatan militer lebih dari sekedar perawatan dasar. Pengalaman bertugas di satuan membuatnya sadar akan pentingnya pemahaman mendalam tentang teknologi kesehatan, dan di sinilah ia berdiri, siap mengejar spesialisasi yang akan membawanya lebih jauh.
Hari pertama perkuliahannya dimulai dengan perkenalan singkat oleh dosen pengampu. Di ruangan yang dipenuhi mahasiswa-mahasiswa lain yang penuh ambisi, Rully merasa sebuah tantangan baru telah terbentang di hadapannya. Radiologi, sebuah cabang ilmu yang berfokus pada pencitraan tubuh manusia, menjadi semakin relevan dalam dunia kesehatan modern, dan Rully ingin berada di garis depan dalam pemanfaatannya di lingkungan militer.
Selama minggu pertama, Rully belajar banyak hal yang benar-benar baru baginya. Dari interpretasi gambar radiografi hingga pemahaman mendalam tentang CT scan dan MRI, semua terasa seperti bahasa asing yang harus ia kuasai. Meski sulit, ia merasa antusias karena setiap pelajaran adalah satu langkah lebih dekat pada cita-citanya, melayani bangsa dan negara dengan ilmu yang lebih lengkap.
Di waktu senggangnya, ia sering merenung tentang bagaimana ilmu ini bisa ia terapkan di medan tugas nanti. Radiologi, dalam pikirannya, bukan sekedar alat diagnostik. Dalam situasi perang atau darurat, kemampuan ini bisa menjadi penentu hidup dan mati seseorang. Ia ingin membawa teknologi ini ke garis depan pertempuran, memastikan bahwa setiap prajurit yang terluka bisa mendapatkan diagnosa yang tepat dan perawatan yang cepat.
Dukungan keluarganya, terutama adik-adiknya, selalu menjadi pendorong semangat baginya. "Selamat menempuh pendidikan, Bang Rully," kata-kata adiknya saat ia berpamitan selalu terngiang di telinga. Adik-adiknya tahu betapa keras ia bekerja untuk sampai ke titik ini, dan doa mereka selalu menyertainya.
Semakin dalam ia belajar, semakin besar pula kesadarannya bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Akan ada malam-malam panjang penuh dengan studi kasus yang rumit, dan momen-momen keraguan saat ia harus membuat keputusan cepat. Namun, sebagai seorang prajurit, ia tahu bahwa rintangan adalah bagian dari misi yang harus diselesaikan. Ia tidak akan menyerah.
Suatu sore, Rully mendapatkan kesempatan untuk melakukan praktik langsung di rumah sakit universitas. Melihat langsung bagaimana radiologi menyelamatkan nyawa membuatnya semakin yakin akan pilihannya. Saat melihat gambar radiografi yang berhasil mengidentifikasi masalah pada pasien, ia merasa bangga. Inilah alasan mengapa ia berada di sini.
Di akhir semester pertama, Rully berdiri di ambang pintu universitas, memandang jauh ke depan. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi satu hal yang pasti: ia telah menemukan jalannya. Sebagai dokter gigi militer dan calon spesialis radiologi, Rully siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Langkahnya kini lebih mantap. Setiap tantangan yang ia hadapi bukan lagi rintangan, melainkan batu loncatan menuju masa depan yang lebih cerah, baik untuk dirinya maupun untuk bangsa yang ia cintai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H