Mohon tunggu...
Rizal Mutaqin
Rizal Mutaqin Mohon Tunggu... Tentara - Founder Bhumi Literasi Anak Bangsa | Dewan Pengawas Sparko Indonesia

Semua Orang Akan Mati Kecuali Karyanya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tendangan Pertama Mas Bhumi

23 September 2024   23:39 Diperbarui: 23 September 2024   23:42 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Bhumi Literasi

Keesokan paginya, seperti biasa, Bhumi terbangun dengan semangat yang sama. "Bola! Bola!" pintanya sambil menarik tangan Ayahnya. Hari itu, Ayahnya sudah merencanakan sesuatu yang istimewa. "Hari ini kita ke lapangan besar lagi, Bhumi," kata Ayah sambil tersenyum. Bhumi melompat-lompat kegirangan. Lapangan besar selalu menjadi tempat favoritnya karena di sana ia bisa berlari lebih jauh dan bermain dengan banyak anak-anak.

Saat tiba di lapangan, Bhumi langsung berlari tanpa menunggu Ayahnya. Ia sudah hafal setiap sudut lapangan itu. Namun kali ini, Ayahnya memperhatikan sesuatu yang berbeda. Di tengah lapangan, tampak sekelompok anak-anak yang lebih besar sedang berlatih serius, lengkap dengan seragam sepak bola. "Mereka sedang latihan tim, Bhumi. Lihat, nanti kalau kamu sudah besar, bisa ikut seperti mereka," kata Ayahnya sambil menunjuk ke arah anak-anak yang berlatih.

Tiba-tiba, salah satu bola dari kelompok itu menggelinding ke arah Bhumi. Tanpa ragu, Bhumi berlari mengejarnya dan menendang bola itu kembali ke arah anak-anak yang sedang berlatih. Bola itu melambung cukup tinggi, membuat beberapa anak menoleh heran. "Siapa anak kecil itu?" tanya salah seorang pelatih yang memperhatikan dari pinggir lapangan. Melihat aksi Bhumi, pelatih itu tersenyum.

"Anak itu punya bakat," ujar pelatih sambil menghampiri Bhumi yang tampak malu-malu. "Namamu siapa?" tanya pelatih itu. "Bhumi," jawabnya pelan, namun matanya berbinar-binar penuh antusias. Pelatih itu tersenyum, lalu melihat ke arah Ayah Bhumi yang berdiri tak jauh dari sana. "Dia suka sepak bola?" tanya pelatih. Ayah Bhumi mengangguk. "Dia baru dua tahun, tapi sudah sangat suka main bola."

Melihat bakat Bhumi, pelatih itu mengundang Ayahnya untuk membiarkan Bhumi bergabung sebentar dalam latihan. Meskipun awalnya ragu karena Bhumi masih sangat kecil dibanding anak-anak lainnya, Ayah akhirnya setuju. Bhumi berlari ke lapangan dengan antusias. Meski langkah kakinya masih pendek dan cepat, ia dengan berani mencoba ikut dalam permainan.

Di tengah permainan, Bhumi dengan cepat menjadi pusat perhatian. Anak-anak lain tersenyum melihat anak kecil yang berani dan penuh semangat itu. Setiap kali Bhumi mendapatkan bola, ia menendangnya dengan penuh tenaga, dan meskipun tidak selalu tepat sasaran, semua orang memberikan tepuk tangan untuk usahanya.

Salah satu momen paling berkesan terjadi ketika Bhumi tiba-tiba berhasil melewati dua pemain yang lebih besar dan menendang bola ke arah gawang kecil yang digunakan untuk latihan. Bola itu meluncur pelan, tetapi tepat masuk ke dalam gawang. Semua orang bersorak. Bhumi melompat-lompat penuh kegirangan, sambil berteriak, "Gol! Gol!" Sorakan dari anak-anak dan pelatih membuat senyum di wajah kecil Bhumi semakin lebar.

Setelah latihan selesai, pelatih mendekati Bhumi dan Ayahnya. "Anak ini punya potensi besar," katanya. "Kalau dia terus berlatih, saya yakin dia bisa menjadi pemain yang hebat suatu hari nanti." Ayah Bhumi hanya tersenyum bangga. Ia tahu bahwa perjalanan Bhumi baru saja dimulai, tapi melihat semangat dan kebahagiaan di wajah putranya, Ayah merasa yakin bahwa Bhumi memiliki masa depan yang cerah di dunia sepak bola.

Hari itu berakhir dengan kelelahan namun penuh kebahagiaan. Dalam perjalanan pulang, Bhumi tertidur di kursi belakang mobil dengan bola kesayangannya masih dipeluk erat. Ayah Bhumi tersenyum saat melihatnya melalui kaca spion. Ia tahu, di dalam mimpi Bhumi pasti sedang mencetak gol-gol indah di lapangan besar.

Setiap kali Bhumi terbangun dari tidur siangnya, mimpinya tentang lapangan hijau selalu menjadi kisah yang ia ceritakan kepada Ayah dan Bunda. "Bhumi mau jadi pemain bola," ucapnya dengan nada polos namun penuh keyakinan. Mereka hanya bisa tersenyum, bangga pada mimpi besar yang mulai tumbuh di dalam hati kecil anak mereka.

Seiring berjalannya waktu, Bhumi terus berlatih, belajar, dan menikmati setiap tendangan bola yang ia lakukan. Tak ada yang tahu seberapa jauh mimpi Bhumi akan membawanya, tapi satu hal yang pasti: ia selalu menendang bola dengan seluruh hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun