Tentunya peradaban Demokrasi sangatlah berbeda dengan Peradaban yang ingin dibentuk oleh para Pendiri Bangsa kita. Karena pendiri Bangsa Kita membangun sebuah antitesa dari konsep Demokrasi yakni, Kebangsaan atau Post Modern Filosofi.
Inilah konsep yang harus diketahui oleh Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam membangun Peradaban. Jangan sampai Prabowo dan Sandi malah memperkuat Modern Filosofi yang jelas-jelas adalah Proxy War dari Bangsa ini.
Proxy War Di NKRI
Dalam bukunya Proxy Warfare, ilmuwan asal Universitas Nottingham, Andrew Mumford membuat definisi Proxy War yakni, kepanjangan tangan dari suatu negara yang berupaya mendapatkan kepentingan strategisnya, lewat cara menghindari keterlibatan langsung.
Sebagaimana tulisan Ruli Mustafa dalam link https://www.kompasiana.com/rulimustafa/5a264835756db50f6829c1a2/memahami-proxy-war
Namun, jauh sebelum Mumford menulis buku pada 2013, Indonesia sudah terserang Proxy War pada 27 Desember 1949 dengan ditetapkannya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Yang kemudian sempurna menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 pada 17 Agustus 1950.
Ciri-ciri Proxy War paling tampak sekali adalah ditetapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang seharusnya menjadi Negara Kebangsaan sebagaimana yang tertulis dalam Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (Tubapi) menjadi Negara Demokrasi.
Hal itu berhasil ditangkal oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni, Kembali Ke UUD 1945.
Bung Karno sendiri dalam pidatonya "Penemuan Kembali Revolusi Kita" bahwa penerapan UUDS 1950 adalah kompromi kaum-kaum non revolusioner. Diantaranya, Kaum Belandis. Yakni, kaum yang lebih mendahulukan literatur Barat ketimbang menggali literatur bangsanya.
Lalu, Kaum Reformasi yakni, kaum yang mengganti atau merubah tatanan berbangsa dan bernegara.
Dan terakhir kata Bung Karno, Kaum Kompromis yakni, kaum-kaum yang mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya ketimbang Kepenting Bangsa dan Negara.