Hari Raya Waisak atau sering disebut juga Trisuci Waisak adalah perayaan untuk memperingati tiga peristiwa penting bagi umat Buddha. Lahirnya Pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 SM, Pangeran Siddharta mencapai penerangan agung dan menjadi Buddha-Gaya pada tahun 588 M, dan momen saat Buddha Gautama wafat pada usia 80 tahun di tahun 543 SM.
Di Indonesia, salah satu perayaan Hari Raya Waisak diselenggarakan di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Adanya pelepasan ratusan lampion di Pelataran Candi Borobudur menjadi daya tarik wisatawan pada setiap tahunnya. Tak hanya umat Buddha, namun masyarakat umum dapat mengikuti kegiatan pelepasan lampion di Candi Borobudur dengan membeli tiket. Tersedia dua jenis tiket, untuk menerbangkan lampion tiket yang dibayar sejumlah 300-500 ribu rupiah. Sedangkan untuk sekedar menonton Festival Lampion dikenakan biaya sebesar 50 ribu rupiah.
Makna Festival Lampion dalam upacara keagamaan adalah untuk menghilangkan hal-hal negatif dari diri manusia serta mewujudkan impian dan harapan dari setiap umat dengan menuliskan doa dan harapannya di lampion yang akan mereka terbangkan demi menjalani hidup yang lebih baik kedepannya. "Dengan menerbangkan lampion ke langit, diharapkan doa-doa serta keinginan lebih mudah terwujud, karena dekat dengan langit," ujar Rusli, Ketua umum Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia (LKBI).
Namun, perlu dipertimbangkan ulang apakah perayaan pelepasan ratusan lampion saat Hari Raya Waisak di Pelataran Candi Borobudur masih relevan. Terlepas dari keindahan ratusan lampion yang terbang di udara, ada beberapa aspek negatif yang perlu dipertimbangkan dalam pelepasan lampion di Candi Borobudur. Masalah lingkungan seperti pencemaran udara akibat pembakaran lampion, potensi kebakaran, peningkatan jumlah sampah yang berserakan, serta hilangnya makna spiritual yang seharusnya terkandung dalam lampion itu sendiri.
Protes dan kritik terhadap perayaan penerbangan lampion di Candi Borobudur telah banyak disampaikan. Beberapa orang merasa bahwa perayaan ini hanya mengedepankan kepentingan ekonomi dengan menjual tiket yang harganya cukup mahal. Selain itu, dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan juga menjadi perhatian serius. Oleh karena itu, diharapkan ke depannya, perayaan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur dapat menemukan alternatif lain yang lebih baik, yang tidak hanya memperhitungkan efek positif bagi pengunjung, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan kebermaknaan spiritual yang sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H