Mohon tunggu...
Rizaldo Maarief
Rizaldo Maarief Mohon Tunggu... profesional -

gemar menulis. bekerja pada bidang tulis-menulis. "kata-kata tidak mengenal waktu. kita harus mengucapkannya atau menuliskannya dengan menyadari akan keabadiannya..."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

“Do It Yourself”

4 Juni 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:24 2886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelompok remaja berkaos hitam, sepatu boot, berjaket lusuh dan celana jins robek. Hiasan lain, kulit dipenuhi tato, telinga ditindik, rambut berdiri ala Mohawk. Masih ditambah dengan aksesori rantai menjuntai di saku belakang. Orang-orang muda ini pun terkesan lusuh, urakan, dan seram. Sebagian mereka hidup secara liar. Tak memiliki hunian tetap. Mereka berkelana dari jalan ke jalan. Kebebasan pun menjadi nafas mereka. Tanpa aturan, tanpa sanksi. Bebas bagai burung terbang.

[caption id="attachment_180809" align="aligncenter" width="640" caption="punkers jalanan..."]

13388001031309706951
13388001031309706951
[/caption]

Namun, di balik gaya hidup semau gue itu, para punkers –demikian mereka disapa--memiliki jiwa mandiri dan rasa sosial yang tinggi. Ber-ideologi-kan; Do It Your Self, Taring Babi hadir melengkapi toleransi berkehidupan.

[caption id="attachment_180810" align="alignright" width="300" caption="Komunitas Taring Babi"]

13388001491815329215
13388001491815329215
[/caption] Itulah yang saya dapati, ketika berkunjung ke markas Komunitas Taring Babi, belum lama ini. Ya…sedikit-sedikit mengenal jiwa punker-lah. Spirit “do it yourself” yang dibangun, ternyata benar adanya. Berada di Gang Setiabudi RT 11 RW 08, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, para punkers yang semula berada di jalan, berupaya berdiri sendiri dengan gayanya sendiri.

Di sini, seorang punkers belajar menjadi mandiri dengan berkarya. Gelang dan kalung dari plastik bekas kopi dan bungkus deterjen inilah hasil karya mereka. Meski penampilan mereka, maaf layaknya penjahat di film-film laga, tangan para punkers ini sangat cekatan dalam membuat karya.

Selain sebagai wadah bersosialisasi, Taring Babi adalah rumah singgah bagi punkers yang ingin mengembangkan potensi yang ada dalam diri untuk melawan penindasaan dengan cara yang independen, kreatif, dan adil.

Ini karya mereka;

[caption id="attachment_180812" align="aligncenter" width="640" caption="Gelang dan Kalung daur ulang bungkus kopi kemasan karya punkers mandiri..."]

133880023223091719
133880023223091719
[/caption] [caption id="attachment_180813" align="aligncenter" width="640" caption="karya punkers Taring Babi..."]
1338800279455123178
1338800279455123178
[/caption]

Seperti Rian dan ketiga kawannya ini. Mereka adalah punkers jalanan asal Bandung. Datang ke Taring Babi karena ingin mendapatkan pengalaman hidup yang berarti. Di sini, Rian dan kawan-kawan diajarkan bagaimana membuat produk kerajinan daur ulang.

[caption id="attachment_180814" align="aligncenter" width="640" caption="punkers asal Bandung belajar mandiri..."]

13388003251910791385
13388003251910791385
[/caption] Gambar-gambar kritik sosial yang unik dan nyentrik inilah hasil sablon cukil kayu karya anak-anak punk di komunitas Taring Babi.

[caption id="attachment_180815" align="aligncenter" width="640" caption="Sablon cukil kayu karya punkers mandiri..."]

1338800363199623324
1338800363199623324
[/caption]

Selain sablon cukil kayu, mereka juga mahir dalam pembuatan tattoo. Yang menarik, para punkers ini sering menerima orderan tattoo namun tidak ingin dibayar dengan uang melainkan dengan beras. Tujuannya, ingin membuat lumbung padi dari hasil mentattoo, yang nantinya akan dibagikan kepada warga tidak mampu yang berada di sekitar daerah sini.

[caption id="attachment_180823" align="aligncenter" width="336" caption="Meski bertindik, bertato, penampilan awut-awuta, punkers ini mahir membuat sablon. kreatif dan inovatif..."]

1338800666764077578
1338800666764077578
[/caption]

Bukan hanya Rian yang datang untuk belajar berkarya. Di rumah seluas 150 meter ini, juga berdatangan punkers dari hampir seluruh negeri. Medan, Batam, Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, dan lainnya. Mereka datang dengan motivasi ingin hidup berdikari, independen, tak bergantung terhadap keadaan.

13388004341064443061
13388004341064443061

Misi utamanya adalah dalam kondisi apapun mereka hidup dengan kemampuan sendiri. Berdiri sejak tahun 1997, Taring Babi menolak diskriminasi sosial. Mereka anti kemapanan. Mereka jelas menolak kapitalisme, dan mereka tegas mengkritik negara yang tak memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi warganya. “Kami ingin menunjukkan bahwa kami (punker) juga bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar Bobby Adam Firman atau yang kerap dipanggil Bobby, sang pendiri Komunitas Taring Babi kepada saya dengan tegas.

Benar apa yang dikatakan Bobby ini. Saya, dengan mata kepala sendiri, melihat jelas bagaimana komunitas punkers ini diterima masyarakat sekitar. Tidak ada ketakutan, atau kekhawatiran. “Kami sebagai warga sangat terbantu. Kalo ada kerja bakti atau acara tujuh belasan mereka (punkers Taring Babi) sigap membantu mendekor panggung. Ada yang kawinan atau sunatan, mereka tanpa pemarih membantu,” kata ibu Sumiati.

Tidak ada sedikit pun stigma negatif terhadap golongan marjinal ini.“Kadang juga ada ibu-ibu nge-rujak, kami juga ikut bikin sambelnya, ha ha ha…,” tandas Bobby seraya berkelakar. Sejak dari usia 12 tahun, Bobby hidup secara liar. Semau gue dan tak pernah terikat aturan. Hidupnya hanya berpindah dari jalan satu ke jalan lainnya. Bagi pria 33 tahun ini, alam adalah ruang belajar mengekspresikan diri.

[caption id="attachment_180819" align="aligncenter" width="640" caption="Bobby Firman, pendiri Komunitas Taring Babi...Saling berbagi dan saling membantu. Sikap persaudaraan para punkers di komunitas ini memang sangat kuat dan menyatu. Mereka bahu-membahu belajar kemandirian dengan kaki, tangan, mulut, mata, dan telinganya sendiri."]

133880047930503107
133880047930503107
[/caption] Satu harapan mulia dari diri para punkers; mereka ingin dihargai, dan mereka ingin menjadi manusia yang merdeka secara jiwa dan pikiran tanpa ada stigma negatif. Sekian. Salam. (rizaldo, karpetmerah 20120604)

1338800624350053142
1338800624350053142

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun