Mohon tunggu...
Muhammad Rizal Fadhilah
Muhammad Rizal Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAI Siliwangi Garut

Seorang Faqir Yang Sedang Musafir Suka Membaca, Menulis, dan Merenung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mahasiswa Diambang Batas Kehancuran

23 Januari 2025   20:27 Diperbarui: 23 Januari 2025   20:27 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ini dibuat oleh seorang teman yang selalu mendukung saya dalam menulis.

    Sudah tak asing dibenak kita semua dengan yang namanya Mahasiswa, yakni manusia yang mengemban amanah moral dan intelektual serta mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi, selain daripada itu mahasiswa juga memiliki tanggung jawab sebagai agent of change atau agen perubahan dan agent of social control atau agen kontrol sial. Namun, apakah mayoritas mahasiswa di hari ini sudah benar-benar melaksanakan tugas amanahnya atau hanya sekedar simbolis semata? Sering teriak tentang perubahan, tapi yang dirubah malah pamflet organisasinya doang kerjaannya juga kebanyakan rebahan. Sering mengkritik pemerintah melalui demo dan audien. Sebagaimana yang dikatakan oleh Gie: "Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi." Apakah yang seperti itu masih layak disebut mahasiswa? Saya kira tidak.

    Kendati demikian, masih ada yang lebih parah lagi selain daripada mahasiswa yang seperti itu. Oke, katakanlah mahasiswa hedonis serta apatis, mereka bahkan lebih disayangkan daripada mahasiswa yang disebutkan diatas. Pasalnya mereka kuliah hanya untuk mencari kesenangan mata, banyak gaya, terlalu berlebihan bermain cinta, serta melakukan aktivitas yang tidak ada faedahnya, aktivitasnya hanya kampus, kostan, kaffe. Mereka cenderung tidak peduli akan permasalahan yang sedang terjadi, entah itu permasalahan diranah sosial, politik, ekonomi, maupun agama. Esensi daripada mahasiswa dalam diri mereka mungkin hilang karena jauh daripada fitrah ontologinya, mereka tidak melaksanakan tanggung jawab terhadap amanah yang mereka emban. Persoalan degradasi mungkin kini yang sedang terjadi pada diri mahasiswa, entah itu degradasi moral, intelektual, maupun spiritual.  

   Bisa dikatakan tidak sadar akan amanah yang telah mereka pilih, mereka telah memilih untuk menjadi seorang mahasiswa, dengan kata lain berarti mereka juga telah memilih untuk menjadi manusia yang bisa membantu sesama dengan cara yang telah mereka pelajari selama mereka mengenyam pendidikan serta menimba ilmu di perguruan tingginya. Bukankah setiap ilmu yang kita pelajari lalu kita ketahui semuanya akan dipertanggungjawabkan? Bukankah ilmu tanpa adanya amal  bagaikan pohon tanpa buah? Bukankah manusia terbaik adalah manusia yang bisa bermanfaat bagi manusia yang lainnya? Ya mungkin kita tau tapi kita tak sadar atau mungkin tak ada keberanian untuk mengatakan kebenaran sebagai kebenaran, kesalahan sebagai kesalahan, karena diam akan sebuah kesalahan adalah bagian daripada kejahatan.

   Eyang pram pernah berkata: "Seorang pelajar itu harus senantiasa berlaku adil, semenjak dari pikiran apalagi tindakan" Kita tidak bisa setia apa kata hati karena hati kita terbelenggu akan kepentingan diri sendiri, dan hasrat untuk memperkaya diri, hingga pada akhirnya kita tidak bisa bertindak secara transformatif. Mungkin pilihannya hanya dua, menjadi mahasiswa yang apatis lalu dihiasi oleh budaya hedonis, atau mahasiswa yang so idealis tapi ujung-ujungnya anarkis dan pragmatis, dengan kata lain idealis hipokrit. Mungkin tidak ada yang dapat dibenarkan daripada keduanya. Kedunya sama-sama kejahatan, kebodohan, dan ketidakadilan.

   Bukan hanya itu, dampak daripada yang disebutkan diatas juga ternyata berimplikasi terhadap mahasiswa yang minim akan inovasi dan prestasi, bisa kita lihat kebanyakan setelah lulus mahasiswa ketika pulang ke kampung halamannya mereka tidak bisa apa-apa, mereka sibuk mencari lowongan kerja layaknya lulusan SMA, sangat disayangkan Ijazah S1-nya mungkin tidak ada harganya. Selaras dengan puisinya Bang Rendra: "Apa guna mereka belajar sastra, filsafat, kedokteran, ekonomi, pendidikan, pertanian, dll. Tapi ketika pulang ke kampung halaman malah berkata, disini saya merasa asing dan sepi. Mungkin hanya menjadi layang-layang dikota tetapi kikuk ketika pulang ke daerahnya." Jika seperti ini, mungkin sia-sia mengenyam pendidikan, hingga berujung terhadap sebuah penyesalan.

   Kita memang tidak bisa mengelak dari realita yang terjadi terhadap diri mahasiswa di era hari ini. Betapa banyak mahasiswa yang sudah keluar dari koridor esensinya sendiri, mahasiswa yang hampa dari kata maha dan siswa di jiwanya. Apa penyebabnya? Apakah pengaruh perkembangan zaman. Bisa dikatakan seperti itu, perkembangan zaman bisa menjadi tantangan dan peluang bagi mahasiswa tersendiri. Namun kita tidak bisa menyalahkan perkembangan zamannya, kita hanya bisa memilih dan memilah akan perkembangan zaman tersebut supaya tidak berorientasi terhadap hal yang negatif bagi mahasiswa. Mahasiswa yang seharusnya menjadi subyek riset penelitian untuk kemajuan Agama maupun Negara, tetapi hari ini mahasiswa malah menjadi obyek penelitian karena kebobrokannya menjadi seorang mahasiswa.

   Maka dari itu, yuk! Coba kita refleksikan lagi bahwa menjadi seorang mahasiswa itu adalah kesempatan yang sangat istimewa, menjadi seorang mahasiswa adalah mahkota tertinggi dalam pendidikan, apalagi jika meminjam kata Tan Malaka: "Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh seorang pemuda". Oleh karenanya harus senantiasa pandai dalam memanfaatkannya dengan cara penelitian dan pengabdian, senantiasa berfikir dan analitis, tingkatkan intelektualitas dan intelektualitas, jangan malah menyia-nyaikannya dengan melakukan hal-hal yang unfaedah, apalagi hal-hal yang menjerumuskan terhadap masalah hingga menjadikan seorang mahasiswa yang bobrok secara moralitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun