Sains yang seharusnya merupakan upaya manusia dalam menemukan kebenaran ilmiah mulai di ekonomisasi, dimana pendidikan menjadi barang dagangan yang rendah nilainya, dan hanya dinilai oleh sejumlah uang, contoh adalah mudahnya mendapatkan ijazah perguruan tinggi tanpa melalui proses perkuliahan panjang. Sains tumbuh diatas fondasi "mekantilisme pengetahuan", sains dikembangkan untuk motif keuntungan, dimana riset-riset dikuasai oleh perusahaan multinasional.
Politik yang idealnya menemukan kebenaran dan keutamaan melalui komunikasi politik, perdebatan politik telah mengalami "depolitisasi", menjauh dari nilai-nilai ideal politik, hanya orang-orang yang memiliki uang yang mampu menguasai media, membiayai kampanye, dan bertarung dalam konstestasi politik.
Seni semakin jauh dari nilai-nilai esensial seni itu sendiri, dan kian mendekat ke arah nilai-nilai pasar, muncul istilah "seni pasar", "komersialisme seni", dan teknik "penggoresan seni" adalah indikasi dikooptasi seni oleh ekonomi. Cinta yang merupakan kapasitas manusia paling pribadi kini telah mejadi bagian dari pasar dunia, Cinta tidak luput dari skema ekonomi, dan menjadi bagian dari apa yang disebut libidal economy, melalui libadal economy,  segala potensi hasrat dan libido diekespolitasi sebagai komoditas untuk kepentingan ekonomi.
Degradasi sains, seni, politik, dan cinta yang disebabkan oleh dominansi oikonomia telah membawa manusia pada sebuah dunia yang dikosongkan dari makna humanitas atau "kematian makna". Dominansi tunggal oikonomia mereduksi makna dunia yang kaya, kompleks, beragam dan plural menjadi satu dimensi tunggal, yaitu dimensi angka-angka. "Angka pertumbuhan" (GNP/GDP) menjadi ukuran tunggal ekonomi; elektabilitas mejadi ukuran tunggal politik; rating menjadi ukuran tunggal media; indeks mejadi ukuran tunggal perguruan tinggi; harga mejadi ukuran tunggal seni; jumlah teman dalam menjadi ukuran sukses di media sosial.
Sumber :
Orasi ilmiah dari Prof. Yasraf A. Piliang. Â "Kondisi Manusia dan Kebudayaan di Abad Informasi", thn. 2016.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H