Mohon tunggu...
Rizali Noor
Rizali Noor Mohon Tunggu... Entrepreneur - Lecturer - Diplomat -

Seorang yang berfikir out of the box dan berusaha menjadi manusia yang bermanfaat untuk manusia lainnya...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tidak Heran Cari Pembantu Susah, Sekarang Bukan Jamannya Lagi

24 Juli 2015   14:38 Diperbarui: 24 Juli 2015   14:38 3260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Beberapa tahun yang lalu, kedua orang tua saya yang bekerja memiliki seorang asisten rumah tangga yang barasal dari daerah Sleman, sebut saja inisialnya SP. Orang tua saya tidak hanya mempekerjakan SP, namun juga mendidik dan menyekolahkan SP hingga saat ini bisa bekerja dan memiliki keluarga mandiri. 

Perisitiwa seperti itu, sulit sekali terulang di zaman seperti saat ini. Sulit mendapatkan seorang Asisten rumah tangga yang bisa bertahan hingga bertahun-tahun dan menjadi loyal kepada keluarga kita. Hal tersebut bukan hal yang mengherankan, karena beberapa alasan sebagai berikut:

Alasan pertama, Saat ini pilihan lapangan pekerjaan lebih bervariasi bila dibandingkan zaman dulu. Dua puluh tahun yang lalu, belum banyak orang yang bekerja di luar negeri sebagai TKI, belum banyak pabrik di Bekasi, dan belum banyak lokasi pariwisata yang menampung banyak pekerja. Dengan makin bervariasinya jenis pekerjaan yang ada saat ini, maka menjadi seorang asisten rumah tangga bukanlah menjadi tujuan utama orang daerah pergi merantau ke kota besar. Benar bahwa kota besar masih menarik arus urbanisasi dari daerah, tetapi tujuan mereka ke kota bukanlah menjadi seorang asisten rumah tangga. 

Alasan kedua, dimanapun bekerja sebagai asisten rumah tangga, baik itu di Indonesia maupun di negara lain, umumnya pendapatan yang diperoleh sebagai asisten rumah tangga tidak lah besar dan masih belum memenuhi taraf hidup layak ataupun standar Upah Minimum Regional. Di Jakarta, gaji seorang asisten rumah tangga berkisar antara 1 - 2 juta rupiah, namun penghasilan tersebut dirasa belum mencukupi mengingat konsekuensi pekerjaan yang dihadapi.

Apa konsekuensi sebagai seorang asisten rumah tangga? Coba bayangkan, seseorang harus mau tinggal dengan keluarga lain, yang artinya meninggalkan keluarganya di kampung halaman. Ini berarti meningkatnya kebutuhan biaya komunikasi dengan keluarga, terutama bagi asisten rumah tangga yang telah memiliki suami/istri beserta anak. Selain itu, tinggal dengan keluarga lain tentu mendatangkan rasa rindu dan kesepian, sehingga banyak asisten rumah tangga yang sibuk dengan handphonenya ketika bekerja. Mereka tidak saja menghubungi keluarga dirumah, tetapi juga teman-teman di sekitar rumah. 

Segala konsekuensi bekerja sebagai asisten rumah tangga tersebut ditambah dengan penghasilan yang pas pasan, hampir pasti menyebabkan rasa tidak betah dan keinginan untuk mencari kerja di tempat lain. Dengan demikian, maka tidak heran momen seperti lebaran dimanfaatkan oleh asisten rumah tangga untuk "cuti" pulang ke rumah sekaligus "berhenti" bekerja.

Alasan ketiga,  media komunikasi saat ini sudah jauh lebih baik dari zaman dulu. Dua puluh tahun yang lalu, seorang asisten pembantu rumah tangga tidak akan bisa berkomunikasi dengan temannya jika tidak bertemu langsung. Saat ini, handphone dan media sosial dengan mudahnya di akses sehingga asisten rumah tangga mampu memiliki banyak teman. Komunikasi antar asisten rumah tangga biasanya juga membahas hijaunya rumput tentangga. Dengan demikian, banyak asisten rumah tangga yang terbujuk rayu untuk pindah pekerjaan dengan harapan mendapatkan tempat yang lebih baik.

Sebenarnya tidak ada yang salah jika memiliki banyak teman, tetapi majikan harus waspada jika ternyata ada beberapa teman asisten rumah tangganya yang membawa dampak buruk.

Dampak buruk seperti apa?seringkali kita jumpai asisten rumah tangga yang memiliki teman dekat/pacar yang dia kenal dari media sosial. Terkadang, teman/pacarnya ini datang kerumah dan seringkali kita mendengar berita mengenai "rumah dirampok oleh pembantu rumah". Hal itu bukanlah karangan media semata, karena pada kenyataannya seringkali oknum teman/pacar seorang asisten rumah tangga yang menjadi dalang tindak kriminal tersebut.

Alasan keempat, gengsi pekerjaan sebagai asisten rumah tangga sangat rendah, sehingga sekarang banyak orang yang berupaya tidak bekerja sebagai asisten rumah tangga dan memilih pekerjaan lain. Hal ini sebenarnya wajar terjadi karena pada kenyataannya tingkat pendidikan Indonesia saat ini sudah meningkat. Sehingga para lulusan minimal SMA/SMK lebih memilih pekerjaan selain menjadi asisten rumah tangga.

Berbagai alasan diatas bermuara pada satu kondisi bahwa supply tenaga kerja asisten rumah tangga saat ini jauh berkurang, sementara demand terus meningkat. Saya tidak heran ketika ada majikan yang berusaha membujuk agar asisten rumah tangganya terus bekerja meski usia sudah 60 tahun atau lebih. Saya yakin ada juga orang di Jakarta yang berusaha keliling ke daerah pelosok untuk "hunting" seorang asisten rumah tangga. 

Tidaklah mengherankan, tetapi seharusnya masyarakat Indonesia sudah bisa move on. Memakai jasa asisten rumah tangga perorangan sudah bukan jamannya lagi. Sudah saatnya keluarga muda Indonesia saat ini mencari cara agar mampu bertahan hidup tanpa seorang asisten rumah tangga, karena sebaik-baiknya orang yang merawat dan menjaga anak kita adalah orang tua atau kerabat terdekatnya sendiri, bukan oleh asisten rumah tangga.

setuju? 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun