Mohon tunggu...
Rizal Hakiki
Rizal Hakiki Mohon Tunggu... Pengacara - Warga Sipil

Seorang yang kurang pengetahuan tetapi tidak kurang keberanian untuk mencoba!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembangunanisme Dalam Proyek Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung

3 Oktober 2022   10:14 Diperbarui: 3 Oktober 2022   10:31 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek Strategis Nasional merupakan salah satu kebijakan yang dilahirkan pada masa Presiden Joko Widodo. Di tahun 2021, terdapat sejumlah perubahan daftar Proyek Strategis Nasional yang dituangkan ke dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI No. 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional. 

Meskipun ada perubahan dari daftar sebelumnya, secara keseluruhan daftar Proyek Strategis Nasional masih berfokus pada agenda pembangunan infrastruktur: dimulai dari pembangunan jalan tol, pembangunan dan pengembangan pelabuhan, pembangunan dan pengembangan bandar udara, pembangunan jalur kereta, pembangunan waduk dan pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional.

Kawasan strategis pariwisata nasional sendiri terdapat 19 pembangunan dalam keseluruhan proyek strategis nasional[1]. Keseluruhan pembangunan kawasan strategis pariwisata nasional menggunakan skema kawasan ekonomi khusus ("KEK") yang terbentang dari sabang -- merauke, yang salah satunya adalah pembangunan KEK yang berada di Tanjung Lesung, Kabupaten Pandeglang Banten. KEK Tanjung Lesung memiliki luas area 1.500 Ha dengan potensi pariwisata yang beragam, antara lain keindahan alam pantai, keragaman flora dan fauna serta kekayaan budaya yang  eksotis[2]. 

Pembangunan KEK Tanjung Lesung dimanifestasikan dengan menggunakan dana investasi luar negeri dalam bentuk MoU pembangunan KEK Tanjung Lesung senilai 1 miliar dolar AS yang ditandatangani Chairman Yunnan Ice Sea Investment Group Wei Xiao Lin (Cina), Direktur Utama PT Jababeka Budianto Liman (Indonesia), dan Direktur Eksekutif Octagon Universal Gabriel Lin (Singapura)[3].

Pembangunan KEK Tanjung Lesung diproyeksikan menarik investasi sebesar Rp.92,4T dan diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 85.000 tenaga kerja hingga tahun 2025. Ambisi untuk membangun KEK Tanjung Lesung yang bersandarkan kepada investasi luar negeri merupakan kebijakan yang ambisus yang berpotensi meninggalkan luka terhadap masyarakat sekitar yang terdampak pembangunan KEK tersebut. 

Selain dari pada itu pasca dihantam oleh pandemic Covid-19, ekonomi masyarakat yang mayoritas berada di wilayah ekonomi non formal masih belum sepenuhnya sehat. Intervensi pemerintah untuk menghidupkan kembali ekonomi masyarakat pada faktanya dikesampingkan demi memuluskan target pembangunan KEK di tahun 2023. 

Merujuk pada Amartya Sen dalam bukunya development as freedom, memandang pembangunan ekonomi yang sesungguhnya adalah pembangunan yang memungkinkan individu untuk memiliki seperangkat kebebasan dan pilihan[4]. Mengelaborasi teori pembangunan amartya sen dan visi pembangunan KEK yang hanya memiliki focus infrastruktur berdampak kepada implikasi negative yang dialami masyarakat akibat proyek pembangunan yang problematik.

 Pelaksanaan KEK Tanjung Lesung, turut berdampak pada sejumlah kondisi kehidupan sosial-ekonomi di masyarakat sekitar. Sejak tahun 2018 hingga saat ini terdapat 100 -- 200 hektar tanah yang bersengketa dengan warga pemilik tanah akibat biaya ganti rugi yang diberikan oleh Pemerintah belum sesuai dengan yang diinginkan oleh warga[5]. 

Situasi ini berpotensi untuk terjadinya penggusuran paksa yang dilegitimasi oleh instrument hukum[6] dengan jargon pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Masih segar persitiwa penggusuran yang terjadi akibat proyek pembangunan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung, dimana memakan korban penggusuran seperti warga di sekitaran Kabupaten Bandung Barat, Bekasi, dan lainnya. 

Selain itu di daerah lain, proyek pembangunan Waduk Wadas di Jawa Tengah turut memakan korban dengan adanya praktik penggusuran warga setempat dan juga tindakan represif aparat penegak hukum terhadap warga.

Ruang-ruang publik yang nirkomersil semenjak pembangunan KEK Tanjung Lesung juga mulai terjadi privatisasi dan komersialisasi ruang publik yang berimplikasi terhadap aksesibilitas warga terhadap ruang-ruang publik seperti pantai, lapangan sepak bola, dermaga, wilayah pemancingan, wilayah tambak ikan, dll. 

Menurut Jurgen Hebermas, ruang publik sebagai area sosial, tempat individu berkumpul dan secara bebas mengartikulasikan kepentingan bersama yang berkembang menjadi opini publik[7]. Sehingga dengan adanya pembangunan KEK Tanjung Lesung ruang-ruang publik yang menjadi arena individu-individu berkumpul secara bebas dan terjangkau terkikis akibat privatisasi dan komersiasilasi dampak pembangunan KEK tersebut.

Selanjutnya proyek-proyek pembangunan tersebut meskipun diadakan dengan bayangan akan memajukan dan menciptakan kondisi kesejahteraan ekonomi masyarakat seperti akan menarik investasi sebesar Rp.92,4T dan diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 85.000 tenaga kerja, namun praktik di lapangan menunjukkan masyarakat disengsarakan dengan adanya proyek-proyek tersebut[8]. Di sisi yang lain, proyek pembangunan tersebut cenderung sangat sentralistik dan mengesampingkan aspek/kondisi sosio-kultural warga setempat, yang menyebabkan praktik pembangunan tersebut tidak sepenuhnya partisipatif.

 

Catatan Kaki :

[1] Diakses melalui https://kek.go.id/kek-indonesia pada tanggal 01 Oktober 2022;

[2] Diakses melalui https://dpmptsp.bantenprov.go.id/Berita/topic/443 pada tanggal 01 oktober 2022;

[3] Diakses melalui https://eppid.pu.go.id/page/kilas_berita/3216/Kementerian-PUPR-Bangun-13-Km-Pengaman-Pantai-KEK-Tanjung-Lesung-Dilengkapi-Ruang-Publik pada tanggal 01 Oktober 2022;

[4] Amartya Sen ,"Development as freedom", Juni 2000;

[5]Diakses melaui : https://centralnews.co.id/2018/03/27/ratusan-hektar-lahan-kek-tanjung-lesung-belum-dibebaskan-2/ pada tanggal 01 Oktober 2022;

[6] Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;

[7] Jurgen Habermas, "Ruang public : Sebuah kajian tentang kategori masyarakat borjuis", Agustus 2010;

[8] Ida Komala, "Implementasi kebijakan dan kendala pengembangan KEK Pariwisata Tanjung Lesung", Juni 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun