Mohon tunggu...
Rizal Azi
Rizal Azi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejarah Perkembangan Teologi Al Maturidiyah

25 September 2018   18:27 Diperbarui: 25 September 2018   18:47 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.

Karir pendidikan Al Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapai paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara'. 

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, diantaranya ialah Kitab Tauhid, Ta'wil Al Qur'an, Makhas Asy Syara'i, Al Jadl, Ushul Fi Ushul Ad Din, Maqalat Fi Al Ahkam Radd Awai'il Al Abdillah Li Al Ka'bi, Radd Al Ushul Al Khamisah Li Abu Muhammad Al Bahili,Radd Al Imamah Li Al Ba'ad Ar Rawafid Dan Kitab Radd 'Ala Al Qaramatah.

Munculnya aliran Maturidiyah bersama-sama dengan Asy'ariyah sebagai reaksi terhadap aliran Mu'tazilah yang dinilai terlalu bebas dalam menggunakan akal yang diidentifikasikan sebagai kelompok ahl- al sunnah wal al jamaah yang kelihatannya terdapat perbedaan-perbedaan paham di antara keduanya. Sekalipun perbedaannya tidak terlalu jauh. Pada aliran Maturidiyah sendiri terdapat dua kelompok yang memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand dan Bukhara.

1.      Kelompok Samarkand adalah pengikut Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w. 944 M)  di mana    paham-paham teologinya lebih dekat kepada Mu'tazilah yang rasional.

2.      Kelompok Bukhara adalah pengikut dari Yusar Muhammad al-Bazdawi (w.1100 M) yang pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-Asy'ariyah yang tradisional.

Dengan demikian sejarah perkembangan teologi Islam sebagai fakta dan realita yang mengungkapkan pemikiran-pemikiran tokoh itu tidak selamanya sama dengan pengikutnya. Dengan kata lain tidak mutlak antara seorang murid dengan gurunya mempunyai pemikiran yang selalu sama.

Doktrin-doktrin teologi Al Maturidiyah

1. Akal dan wahyu

Dalam   pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-qur'an dan akal. Dalam hal ini ia sama dengan Asyari, namun porsi yang diberikannya kepada akal lebih besar dari pada yang diberikan Al Asyari.

Menurut Al Maturidi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya kepada Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya.

2. Kekuasaan Dan Kehendak Mutlak Tuhan

Perbuatan dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Tuhan. Menurut Al Maturidi bukan berarti dalam hal ini Tuhan berbuat dan berkehendak dengan sewenang-wenang dengan kehendak-Nya semata. Hal ini karena Tuhan tidak sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang ditetapkan-Nya.

3. Melihat Tuhan

Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al Qiyamah ayat 22 dan 23.  

"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. kepada Tuhannyalah mereka melihat"

4. Pelaku Dosa Besar

Aliran Maturidiyah baik Samarkand maupun Bukhara sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak diakherat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkann sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT.

5. Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia

Aliran maturidiyah Samarkand memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian, Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian juga pengiriman Rasul dipandang sebagai kewajiban Tuhan.

Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy'ariyah mengenai paham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Al Bazdawi. Tuhan pasti menepati janji-Nya seperti memberi upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa besar.

Menurut Al Maturidi perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepadanya dapat dilaksanakannya.

6. Sifat Tuhan

Terdapat persamaan antara Al Asy'ari dan Al Maturidi tentang sifat Tuhan. Keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti bashar, sama' dan sebagainya. 

Akan tetapi pengertian sifat Tuhan Al Maturidi berbeda pendapat dengan Al Asy'ari. Al Asy'ari mengartikan sifat Tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, melainkan melekat pada dzat itu sendiri, sedangkan Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Paham Al Maturidi tentang makna sifat Tuhan hampir mendekati paham Mu'tazilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan Mu'tazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

7. Kalam Tuhan

Al Maturidi membedakan antara kalam (sabda) yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat Qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baru (hadis). Al qur'an dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baru (hadis). kalam nafsi tidak dapat diketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya tidak dapat kita ketahui, kecuali dengan satu perantara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun