Sesekali aku menatap bulan separuh
yang setengahnya tertutup awan kelabu
walau di sekitarnya masih tertata gemintang seribu
tapi entah kenapa warnanya menjadi abu-abu
aku masih mencoba mencarimu
dijalan kerikil dan berbatu
ketika tak terhitung lagi tembok-tembok yang gagah menghadangku
maka semuanya kuhancurkan dengan palu semangatku
kepastianku pada hati akan selalu kujaga
jika suatu hari sosokmu akan kumiliki
tidak hanya sebatas kulit yang sebentar hidup sebentar mati
tapi kuingin memiliki seluruhmu, bahkan mendekapmu hingga lelah menghampiri
kita sedang saling mencari
namun kenapa sekarang ini takdir sedang ingin menceritakan sejarah yang lain
apakah karena gelisahku pada rasa sakit di masa lampau
atau karena kecewamu pada beberapa kekasih yang mencampakkanmu
terkadang aku begitu sedih melihat sepasang dewa berpelukan begitu mesra
memamerkan bahagia yang begitu ingin kumiliki hingga lanjut usia
apakah memang belum waktunya bersama
atau pesimisme yang menari disekitarku yang membuatku begitu gerah
oh angin...
yang berhembus pada cinta yang tidak bersembunyi dikemunafikan
yang tidak menggigigl pada dinginnya rapuh bersimbah harapan
kuingin kau mendekat, menjamahku dengan kesucianmu
tepat di inti hati yang selalu menantikanmu
oh waktu...
tunggu aku dipersimpangan nyawaku
berikan aku sedikit saja detik-detik menyambut bahagiaku
karena akan kupersembahkan padanya cinta yang menggebu
bukan sekedar nafsu, bukan sekedar pelengkap rasa rindu
oh bulan separuh...
engkau pasti bisa mengerti keadaanku
betapa sendiriku hanya ditemani dengan suara yang menyerertku ke pintu jahannam
mencoba mengirimku ke lembah hina penuh raksasa dosa
memaksaku dengan perintah-perintah yang memekakkan telinga
oh kekasihku...
peluklah aku dengan hangatmu
dengan sejuta rasa yang tersimpan di lipatan relungmu
sekali saja, sekali saja
dengan sungguhmu, dengan sungguhmu
karena sebelum malaikat pencabut nyawa menjemputku
aku hanya ingin mengatakan padamu
“ betapa yakinku selalu kujaga selama ini
bahwa kau pasti akan kumiliki “
( 200110. 10:25 wita. Rizal Rais. Untuk sendiriku, untuk penantianku )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H