Mohon tunggu...
Rizal Pena
Rizal Pena Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Narasi Kampanye Kita Hari Ini

24 Maret 2019   21:39 Diperbarui: 3 April 2019   05:35 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesai Salat Jum'at adalah waktu yang paling aku sukai untuk santai dan membaca buku yang ada di rak perpustakaan pribadiku. Suatu hari, pada momen tersebut secara acak buku karya Eko Prasetyo "Bangkitlah Gerakan Mahasiswa" yang kuambil dan kubaca.

Ditemani segelas kopi ketika aku membaca bab akhir buku itu, aku terfokus pada quote Federich Nietzsche yang disajikan apik oleh Eko Prasetyo untuk mengawali pembahasan bab.

Nietzsche mengatakan, "Jika kita hendak mengikutsertakan orang-orang yang berani dalam suatu hal, kita harus menggambarkan masalahnya lebih berbahaya daripada yang sebenarnya." 

Setelah baca quote itu entah mengapa pikiranku otomatis mengaitkan dengan hiruk pikuk pertarungan perebutan kursi kekuasaan presiden dan wakil presiden yang terjadi saat ini.

Aku berpikir, nampaknya para tim sukses kedua calon presiden dan wakil presiden benar-benar menghayati, memahami, dan mengamalkan anjuran yang disampaikan oleh Nietzsche tersebut. Kata kuncinya adalah "gambarkan masalah lebih berbahaya dari pada sebenarnya". 

Mari kita lihat buktinya bahwa mereka telah mengamalkan anjuran Nietzsche dengan baik.

Masih ingat dengan puisi yang dilantunkan Neno Warisman pada acara "Munajat 212"? Doa ketika Perang Badar yang dipanjatkan Nabi Muhammad, meminta kemenangan kepada Allah, jika tidak dimenangkan maka tidak ada lagi yang menyembah-Nya. Doa itu dikutip Neno Warisman untuk mengaitkan dengan Pemilu hari ini.

Kemudian baru-baru ini, ada juga yang mengatakan jika paslon yang menjadi pilihannya tidak berhasil memenangkan kontestasi April nanti, maka ajaran ahlussunah seperti tahlilan dan zikir akan lenyap dari istana, bahkan organisasi NU akan menjadi fosil. 

Betapa mereka benar-benar mengamalkan anjuran Nietzsch dengan sempurna, bukan? Mereka menggambarkan masalah lebih berbahaya dari yang sebenarnya. Masih banyak contoh-contoh lainnya yang tidak bisa kuceritakan satu persatu.

Aku yakin kendati calon mereka tidak terpilih, maka apa yang mereka gambarkan ketika kampanye  sebagaimana di atas tidak akan sepenuhnya benar-benar terjadi. Terlalu lebay...

Alhasil banyak sekali di masyarakat yang termakan oleh isu yang dilebih-lebihkan. Mereka dengan bangga mengampanyekan itu semua padahal faktanya sama sekali berbeda. 

Masyarakat Harus Kritis
Pada faktanya memang ada kreator yang sengaja melebih-lebihkan isu dengan tujuan mendongkrak elektabilitas junjungannya. Hal itu sangat potensial mengarah ke isu palsu (hoaks). Motifnya menjatuhkan dan menjelek-jelekkan lawannya agar masyarakat tidak memilihnya.

Untuk itu kita semua hendaknya lebih kritis terhadap setiap isu yang berdatangan. Gunakan pikiran kita untuk mengecek dan memastikan setiap isu itu benar ataukah tidak. 

Kemudian berlakulah adil, siapapun yang membuat isu hoaks entah itu menguntungkan ataupun merugikan calon pilihan kita, hendaknya kita tolak apalagi disebarkan itu adalah sebuah keharaman. Menanglah secara sportif dan apabila kalah, kalahlah secara terhormat.

Fokuslah Kampanye Kelebihan Paslon Pilihan Masing-masing
Narasi kampanye kita belakangan ini begitu kotor dan memuakkan. Kita terlalu sibuk mencaci dan merendahkan yang lain.

Jokowi tidak seburuk yang kita sangkakan begitupula Prabowo. Mereka adalah putra terbaik bangsa yang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Janganlah kita mencaci dan merendahkan mereka karena belum tentu kita bisa lebih baik dari mereka. 

Aku hanya ingin mengajak, marilah kita fokus kampanyekan kelebihan calon pilihan kita masing-masing tanpa harus mencaci dan merendahkan yang lain. Hadirkanlah cara santun berkampanye untuk menghiasi wajah dunia politik kita hari ini.

Berlomba-lombalah dalam kebaikan bukan berlomba-lomba dalam keburukan. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun