Diskursus tentang "kafir" yang  yang belakangan ini ramai diperbincangkan pasca hasil dari keputusan Munas NU. Membuat saya tergelitik untuk mengungkapkan isi fikiranku tentang tema itu, saya hanya ingin seperti sebuah ensiklopedia mengatakan "urusanku adalah mengatakan apa yang aku pikirkan".Â
Tidak ada sama sekali unsur untuk pembelaan ataupun penentangan atas hasil Munas NU tersebut, saya justru ingin mengajak orang-orang yang membela dan menentang  hasil Munas ini untuk duduk bersama dan mengulurkan tangan untuk kemudian berjabatan serta dengan lantang dan mantap mengatakan, kami memang berbeda dalam hal ini akan tetapi kami menolak untuk di adu domba!
Saya pribadi melihat adanya upaya menyeret-menyeret isu ini ke ruang konflik. Apalagi ditahun politik ini, apapun bisa menjadi komoditas untuk kepentingan politik tertentu. Tentu ini sangat sexi.
Sebagaimana mengutip tulisan Fahd, bahwa hasil munas NU mengenai larangan sebutan  kafir pada orang yang berbeda agama dg kita adalah sebuah ijtihad dan dalam sebuah ijtihad tidak ada yg keliru.Â
Kemudian sebagaimana Wasekjen PBNU KH Masduki Baidlowi ketika memberi penjelasan. Ia mengatakan, "tidak tepat menyebut saudara kita yang agamanya berbeda sebagai kafir. Saudara kita menjadi tidak nyaman perasaannya. Anjuran agama tidak mengajarkan pada kita untuk membuat saudara sebangsa tersinggung," (detik.com)
Motifnya adalah baik untuk menjaga ukhuwah sesama manusia. Jadi tidak boleh menyebut kafir pada saudara yg berbeda agama itu pada ranah muamalah bukan aqidah sebagaimana di sampaikan TGB Zainul Majdi. Â
Bagi saya semangat ini adalah baik, terhadap non muslim saja kita benar-benar ingin menjaga perasaannya tentunya terhadap sesama muslim lebih dari itu. Â Jangan sampai kita benar-benar lembut terhadap non muslim akan tetapi justru sangat kasar terhadap sesama muslim. Celaka apabila hal itu kita lakukan.
Saya menyaksikan dimedia sosial banyak dari pembela hasil munas NU tentang hal ini, yang dalam perdebatanya dengan orang-orang yang kontra dengan mereka kemudian mengeluarkan kalimat yang kasar semisal: goblok, berpikiran pendek dan kalimat kasar lainnya yang justru kontradiksi dengan semangat yang dibelanya.
Ketika kita sepakat mengkampanyekan semangat menjaga perasaan orang yang berbeda agama dengan kita artinya dalam waktu yang sama kita lebih bersemangat menjaga perasaan sesama agama, jangan sampai kita mudah mengeluarkan kalimat semisal radikal, intoleran dll yang sangat menyayat hati sesama kaum muslim. Itu poinnya.
Kemudian disisi lain dari pihak yang kontra ber argumen, bahwa keputusan munas NU tentang penyebutan "kafir" ini adalah berlebihan karena sebutan kafir itu adalah terminologi dalam agama dimana setiap agama pasti mempunyai terminologi masing-masing untuk menyebut orang-orang yang berbeda agama denganya. Â Tidak perlu baper apalagi tersinggung sama-sama mengerti saja.Â
Hal ini bagi saya juga argumentatif tak sepenuhnya salah dan baik. Begitupun pendapat-pendapat lainnya.