Siaran radio pagi tadi sebelum saya berangkat kerja adalah tentang seorang  motivator yang dimintai pendapatnya tentang dunia pendidikan yang akhir akhir ini tercoreng akibat tindakan seorang siswa yang kurang terpuji atau nir adab terhadap gurunya.
Memang belum lama ini kita melihat semisal di Gresik Jawa Timur yg sukses viral di media sosial, tentang seorang siswa yang menantang gurunya sambil mencekam kerah leher pakaian milik sang guru, disertai dg merokok didalam kelas. Â
Sebelum itu juga terjadi di Kendal Jateng seorang siswa membuly gurunya sambil tertawa lepas, seolah hal itu adalah lumrah bahkan menyenangkan. Dan sederet kejadian lain yang semisalnya. Hampir semua kasus tentang siswa yang bertindak kurang ajar terhadap gurunya mendapat respon publik yang luar biasa. Kecaman demi kecaman mengalir deras.
Pasca kejadian demi kejadian tersebut, seperti biasa banyak kemudian diskursus mengenai apa sebab dan bagaimana solusi agar dunia pendidikan tidak lagi mengulang kejadian yang memilukan itu, jangan sampai ada lagi seorang siswa yang bertindak amoral, mengingat pendidikan adalah gerbangnya orang mencari ilmu dan moral.
Kemudian muncul argumen dengan berbagai sudut pandang yang pada intinya mengevaluasi dunia pendidikan kita hari ini. Semisal contoh argumentasi seorang motivator di radio yang saya dengarkan pagi tadi. ia ber argumen dengan menekankan peran guru yang pada realitasnya dirasa kurang maksimal.Â
Ia mengatakan bahwa tidak sedikit guru yang mengajar hanya asal mengajar. Padahal seharusnya guru mampu meng internalisasikan nilai-nilai moral pada anak didiknya. Sehingga kejadian siswa kurang ajar terhadap gurunya tidak akan terjadi.Â
Saya kemudian coba mendengar pendapat lain dari kawan saya yang merupakan seorang guru yang keseharianya bergelut langsung dengan dunia pendidikan. Ia berpendapat bahwa peran orang tua dirumah adalah  penting untuk mengajarkan moral kpd sang anak. Alasanya sederhana, percuma kita (guru) susah- susah mengajarkan moral disekolah sedangkan dirumah, anak-anak lepas kontrol. Orang tua juga harus aktif dan mengontrol dirumah. selain itu, ia juga menyinggung  mengenai kesejahteraan guru yang dirasa tidak memenuhi standard untuk mendukung kualitas kinerjanya. Jangan terlalu berharap lebih dg guru mengingat kesejahteraan dirinya saja belum terpenuhi. Katanya.
Berbagai sudut pandangpun tersaji didepan kita, namun lebih jauh dari itu  tentu kita menjadi bertanya-tanya lantas sebenarnya yang paling bertanggung jawab  atas moral seorang anak itu siapa?
Disini saya mencoba menguraikan secara umum sesuai prespektif yang saya fahami.
Pada dasarnya mendidik seorang anak adalah pekerjaan yang berat dan harus serius. Saya rasa semua sepakat tentang ini.Â
Dan bagi saya mendidik anak bukanlah hanya menjadi tanggung jawab seorang guru atau orang tua saja. Tidak. Tidak akan cukup dan mampu kalau hanya mereka.Â
Ada adigum mengatakan, " untuk mendidik seorang anak diperlukan orang sekampung".Â
Dalam artian masyarakat luas pun harus ikut berpartisipasi dalam membentuk pola sikap seorang anak. Karena seorang anak adalah makhluk sosial yang sangat berpotensi meniru perilaku budaya masyarakat yang ia lihat.Â
Saya teringat kalau tidak salah ini adalah sebuah hadits nabi. Kurang lebih begini, Nabi pernah mengibaratkan masyarakat itu laksana sebuah kapal. Apabila ada satu saja orang yang melubangi kapal tersebut maka semuanya akan tenggelam dan hancurlah kapal dan seisinya.Â
Maksudnya jika ada segelintir orang saja, didalam sebuah masyarakat yang bertindak buruk , maksiat dan sejenisnya maka hal itu  akan berdampak juga pada seluruh anggota individu masyarakat.
Masyarakat yang saya maksud disini adalah masyarakat dalam artian luas, tidak hanya orang yg dekat kita atau sekampung dengan kita, Â namun juga termasuk masyarakat media sosial dll. Apalagi kita memasuki era dimana setiap menit bahkan detik kita tidak lepas dr interaksi dimedia sosial. Jadi doktrin yang dikontruksi dimedia sosial sedikit banyak akan mempengaruhi pola sikap kita masing masing.Â
Jadi setiap postingan kita dimedsos sangat berpotensi menjadi dosa sosial kita apabila  sukses membuat orang lain berlaku buruk karena doktrin postingan kita. Begitupun sebaliknya.Â
Jadi jika kita tidak bisa mencontoh dan mendidik orang lain dalam aktivitas sehari-hari kita di masyarakat, setidaknya minimal jangan membuat keburukan barang secuil pun untuk menjaga masyarakat yang baik.
Jadi untuk mendidik anak dari uraian diatas diperlukan peran orang tua, guru dan masyarakat luas untuk melahirkan generasi yang mempunyai kualitas moral yang baik.Â
Apakah cukup hanya itu?? Ternyata belum cukup! Diperlukan juga peran negara untuk mensukseskan itu semua.
Tugas negara banyak dalam hal ini, yg tidak bisa dikerjakan oleh yang lain. Diantaranya semisal, memberikan akses pendidikan yang merata kesemua warganya, menyejahterakan sang guru supaya kinerjanya maksimal kemudian termasuk mengontrol tontonan masyarakat agar tetap steril dan menjunjung tinggi moralitas .
Kawan guru saya pernah bilang, "kita capek-capek setiap hari mendidik anak dengan susah payah, dengan sekejap tontonan ditelevisi menghancurkan semua upaya itu". Disinilah peran negara menertibkan itu semua.
Idealnya negara itu sebagaimana di katakan Nabi ketika menggambarkan madinah. "Madinah itu seperti tungku api yang bisa membersihkan debu-debu yang kotor dan membuat cemerlang kebaikan-kebaikanya. (HR. Bukhari).Â
Negara harus hadir untuk menertibkan segala kekacauan yang terjadi pada masyarakatnya. Termasuk dalam dunia pendidikan.
Maka kesimpulan dari semua uraian diatas adalah, siapa yang bertanggung jawab mendidik seorang anak?Â
 Jawabanya adalah kita semua!! Kita sebagai orang tua, guru, masyarakat dan negara wajib mendidik generasi kita selanjutnya. Jangan beri ruang mereka untuk mengakses perilaku-perilaku yang merusak moral mereka. Mari didik mereka.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H