Kurang lebih seperti inilah kalimat yang munim ucapkan" anakku, aku mewakili seluruh keluarga besar salahuddin, baik diriku sendiri, ibunya maupun saudara dan paman-pamannya, aku memaafkan dan tidak pula menyalahkan atas kesalahan dan kejahatanmu ini. Aku pun tidak marah, kecewa, kesal maupun tidak terima atas kejadian ini yang menewaskan putraku. Hanya saja aku marah kepada iblis dan setan yang telah membimbing, menghasut dan menuntunmu hingga engkau melakukan ini. Engkau dibimbingnya ke jalan yang salah, hingga peristiwa yang tidak diharapkan ini terjadi dan menimpa putraku. Anakku! Memaafkan itu adalah ajaran islam yang begitu mulia, islam telah mengajarkan untuk saling memaafkan. Tidak ada gunanya dendam itu, dendam hanya membuat masalah ini tidak pernah berakhir. Islam mengajarkan begitu mulianya, mendidik kita untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu, menjadikan pembelajaran atas semua yang telah terjadi. Memaafkan adalah sebuah perbuatan yang sangat tinggi kemuliaannya.
Saudaraku! Ketahuilah. Suasana menjadi hening. Semut binatang kecil pun terdengar saat lewat. Semua yang hadir larut dalam suasana haru. Haru karena bangga, bangga dengan sifat kepahlawanan yang dimiliki oleh seorang ayah yang begitu tegar merelakan dan memaafkan kesalahan yang membuat putranya pergi untuk selama-lamanya.
Yang membuat pemandangan menjadi semakin takjub ialah ketika munim memeluk Relford si pembunuh putra kandungnya Salahuddin. Benar saudaraku, munim memeluk relford. Ia tidak sekedar memeluknya tetapi mengusap pundak Relford si pembunuh putranya.
Relford sang pelaku pembunuhan kaget menerima perlakukan yang begitu halus nan lembut terhadap dirinya. Sedangkan ia begitu tega membunuh anak kandung ayah yang memperlakukan dirinya dengan terhormat itu dengan sadis dan mengganaskan.
Saudaraku, ketahuilah. Sesungguhnya dalam jiwa Relford bergejolak, tidak ada hukuman yang lebih berat diri pada penyesalan, menyesal membunuh manusia yang tak pernah bermasalah dengan dirinya lalu dimaafkan. Maaf tidak hanya sekedar dimulut saja, tetapi dikuatkan dengan perlakuan terhormat didepan majelis hakim yang siap memvonis kesalahannya. Siapa yang tidak terharu saudaraku?
Relford hanya bisa mengungkapkan kekagumannya lewat bisikan kata ditelinga munim saat memeluknya. Aku benar-benar kagum dan bangga kepadmu. Hanya orang-orang yang berjiwa besarlah yang mampu melakukan ini. Mampu memaafkan kesalahan dan perbuatan seseorang yang telah tega memutuskan hubungan dirinya dengan orang yang amat dicintai, apalagi itu anak kandungnya sendiri.
Dapat kita bayangkan, betapa sedih dan kecewanya kita ditinggalkan anak kita pergi untuk selamanya. Apalagi tahu, ia pergi meninggalkan kita dengan cara yang trages. Dan orang tua mana yang mengikhlaskan serta memaafkan si pembunuh yang begitu tega menghabisi nyawa anaknya. Tetapi ini benar terjadi saudaraku. Subhanallah, sungguh luar biasa.
Ketahuilah saudaraku. bapak munim ini melakukannya bukan untuk mengejar popularitas, ketenaran maupun sanjungan yang luar biasa dari manusia yang ada didunia ini. Hal ini ia lakukan bukan lain dan tidak bukan hanya untuk kepentingan islam. Ia ingin memberitahukan kepada dunia bahwa islam adalah pemaaf, islam tidak pendendam, islam bukan terores, islam bukan pembunuh dan islam bukan malaikat penyabut nyawa yang sering kali didengung-dengungkan oleh Negaranya sendiri Amerika Serikat. Ia ingin merubah paradigma masyarakat Amerika Serikat tentang islam yang sesungguhnya.
Islam cinta damai, islam pemaaf, islam toleransi, islam menerima perbedaan pendapat, islam sebenarnya indah.
Dari kisah diatas ini, saudaraku bisa mengambil kesimpulan. Jika pembunuh saja dimaafkan dengan penuh kehormatan. Lalu bagaimana dengan teman, saudara, adik, kakak dan lain sebagainya yang ingin kembali kedunia yang seutuhnya.
Berjuang keras untuk keluar dari lembah hitam dunia prostitusi. Berusaha untuk bisa hidup dan memiliki pekerjaan yang layak seperti kita. Mengapa kita tidak bisa meaafkan kesalahnya! Ia tidak pembunuh, ia tidak penjahat yang menghilangkan nyawa salah satu keluarga kita, ia bukan terores, ia bukan koruptur yang memiliki sifat munafik dibalik dasi yang menggantung dilehernya. Ia melakukan ini, menjual harga dirinya juga terpaksa, terpaksa karena keadaan. Karena keadaan saudaraku ia melakukan ini. Demi sesuap nasi dan sepotong harapan untuk hari esok ia rela menggadaikan mahkota dirinya.