IGJEPARA.COM, Jakarta- Sebanyak 200 peserta berasal dari pejabat pemerintah daerah di seluruh Indonesia, instansi terkait, asosiasi dan praktisi menghadiri forum nasional Perlindungan Indikasi Geografis (IG) pada 27 April 2011 kemarin di Hotel Borobudur, Jakarta.
Adanya forum tersebut berutujuan untuk lebih mengoptimalkan keberadaan sistem pendaftaran dan perlindungan indikasi geografis di dalam negeri. Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, baru mulai menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis sejak September 2007. Pendaftar pertama dari dalam negeri adalah Kopi Kintamani, Bali.
Hingga kini pemerintah sudah menerbitkan empat sertifikat produk indikasi geografis. Keempat produk tersebut adalah Kopi Kintamani (Bali), Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), Mebel ukir Jepara (Jawa Tengah) dan Lada Putih Muntok (Bangka).
Indikasi geografis merupakan suatu tanda menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, manusianya atau kombinasi dari keduanya memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan tersebut.
Para pakar di bidang indikasi geografis akan menyampaikan makalah mereka pada forum nasional tersebut. Para pembicara berasal dari WIPO, CIRAD, Australia, sedangkan dari dalam negeri antara lain Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pembicara dari The World Intelelctual Property Organization (WIPO) akan membicarakan isu terkini perkembangan indikasi geografis. Sedangkan pembicara dari Centre de Cooperation Internationale en Recherche Agronomigue pour le Development/CIRAD (Prancis) akan mengupas pengalaman dari berbagai negara tentang pentingngya indikasi geografis sebagai alat pemasaran. Pembicara dari Australia akan mengupas pengalaman Australia dalam praktek perlindungan indikasi geografis di negaranya.
Saky Septiono, Kasi Pemeriksaan Formalitas Indikasi Geografis, Direktorat Merek Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pernah mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak produk perkebunan dan hasil kerajinan yang memiliki cirikhas dan karakteristik khusus yang tersebar di bebabagai daerah seluruh wilayah Indonesia.
Produk tersebut, menurut Saky, belum tergarap dengan baik, sehingga banyak daerah belum mendaftarkannya. Saky mengatakan banyak faktor penyebab daerah belum mendaftarkan produk berindikasi geografis, misalnya daerah tidak mengetahui adanya pendafataran indikasi geografis.
Selain itu, sosialisasi masih kurang dan belum menjangkau seluruh daerah potensi penghasil produk indikasi geografis.
Mereka juga mungkin bertanya untuk apa pentingnya dan arti pendaftaran bagi mereka. Indonesia masih tertinggal bila dibandingakn dengan Malaysia yang sudah menerbitkan banyak seritifkat produk indikasi geografis, begitu juga dengan India.
Menurut data India Intellectual Property Office, sejak 2003 hingga akhir tahun 2009, negara tersebut sudah memiliki sebanyak 45 produk indikasi geografis terdaftar seperti basmati (beras).
Sedangkan di Malaysia, menurut Malaysia Intellectual Property Office, sejak 2003, negara tetangga tersebut sudah memiliki sembilan produk indikasi geografis yang terdaftar.
Menurut Saky, pendaftaran produk indikasi geografis akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake holders yang terlibat seperti petani dan eksportir. Selain itu, katanya, pendaftaran produk berindikasi geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis.
(IGJEPARA.COM/ April 28, 2011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H