Konsep 'Jalur Rempah' merupakan hasil konstruksi, sebelumnya kita pakai konsep 'Jalur Sutera'. Istilah 'Jalur Rempah' sendiri mungkin tidak pernah digunakan oleh para pelaut zaman dulu. Terdapat istilah 'spice islands' yang digunakan oleh orang-orang Barat untuk menunjuk kepulauan Maluku sebagai produsen utama rempah.Â
Serupa dengan orang India yang menyebut svarnadwipa untuk pulau Sumatra. Memang ditemukan sebuah kata dalam Bahasa Yunani kuno untuk menyebut Cina yaitu "Seres" yang secara literal berarti "the land of silk" atau negeri sutra. Tetapi baru tahun 1877 istilah "Silk Road" mulai oleh Ferdinand von Richthofen untuk mendeskripsikan rute perdagangan melalui darat antara Cina dan Eropa.
Pada masa kuno, rempah -- rempah adalah simbol eksotisme, kekayaan, prestise, dan sarat dengan kesakralan. Dalam berbagai catatan kuno di Mesir, Tiongkok, Mesopotamia, India, Yunani, Romawi, serta Jazirah Arab, rempah -- rempah mulanya hanya dipercaya sebagai panacea (obat penyembuh) dari pada pecitarasa makanan. Hal ini misalnya diungkap oleh filsuf Theophrastus (sektar 372 -- 287 M), bahwa rempah -- rempah seperti lada masih banyak digunakan tabib daripada juru masak. (Turner, 2011: 59).
Kegunaan rempah -- rempah lantas berkembang menjadi bumbu untuk menutupi rasa tidak enak dan bau dari makanan, selain untuk menjaga kondisi manan aga tetap segar. Ketika daun, biji, akar, dan getah dari rempah -- rempah memiliki rasa dan aroma yang dinilai menyenangkan, secara bertahap ini menjadi cikal bakal komoditas ekonomi yang mempengaruhi kebudayaan masyarakat kuno.Â
Maka dari itu, tidak mengherankan jika rempah -- rempah pernah dihargai setara dengan emas. Dalam sejarah Alkitab dikisahkan pada abad ke -- 10 SM, Ratu Sheba mengunjungi raja Solomon di Yerusalem dan menghadiahinya emas, rempah -- rempah meliputi cengkeh, kayu cendana, kayu Gaharu, dan batu permata. (Czarra, 2009).
Aktivitas produksi dan perdagangan rempah merupakan kepingan sejarah Indonesia yang sudah berlangsung sebelum bangsa Eropa menginjakkan kakinya di Nusantara pada awal tahun 1500-an. Hal tersebut tak terlepas dari keberadaan sejumlah tanaman rempah asli Indonesia, seperti cengkeh, pala, kayu manis, kemiri, kapulaga, dan cendana yang telah dikenal. Bahkan telah digunakan ribuan tahun sebelum masehi serta tumbuh subur di sejumlah wilayah Nusantara. Pada saat itu, rempah merupakan komoditas perdagangan utama yang sangat berharga. Misalnya, cengkeh yang pada masa kejayaannya memiliki nilai jual setara dengan harga emas batangan.
Pada zaman dahulu, rempah merupakan komoditas yang sangat dicari dalam perdagangan di Dunia Timur. Kemolekan rempah Nusantara tentu saja sangat menarik perhatian para pedagang rempah ulung dunia kala itu. Perjalanan rempah Nusantara ke pasar elit dunia saat itu, khususnya di Eropa, tak terlepas dari peran para pedagang dari tiga bangsa, yaitu India, RRT (Tiongkok), dan Arab (Timur Tengah).
Rempah -- rempah yang dihasilkannya pun cukup beragam dan merupakan komoditi utama andalan Nusantara yang diantaranya adalah:
A. Pala
Dalam buku Itinerario naer Oost ofte Portugaels Indian, Jan Huygen Van Linschoten pelaut Belanda mendiskripsikan rempah-rempah yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Bunga pala dan buah pala memiliki manfaat masing-masing.Â
Bunga pala dapat digunakan untuk stamina pria, memperlancar buang angin, dan obat penenang atau obat tidur. Sementara buah pala dapat dimanfaatkan untuk mempertajam daya ingat, menguatkan tenggorokan, menghentikan diare, mengha-ngatkan tubuh, mengobati masuk angin, melancarkan kencing serta dapat digunakan sebagai obat penenang.Â