Di tepian laut yang tenang bergelombang,
Menyelinap rasa menyesal yang merayap.
Ombak berbisik, membawa cerita kelam,
Seperti detik-detik yang tak bisa diputar kembali.
Lautan biru, bersahabat dengan kehampaan,
Mengingatkan akan pelukan yang terlewat.
Menyesal, bagai arus yang tak terduga,
Menghanyutkan hati ke dasar lautan hati.
Di antara deburan ombak yang tak kenal ampun,
Menyusuri garis pantai tanpa tujuan.
Menyesal, bagai gelombang yang terus menggulung,
Membawa beban perasaan yang berat.
Lautan luas, tempat diamnya penyesalan,
Tersembunyi dalam kedalaman tak terjangkau.
Jejak langkah yang berubah menjadi arus sesal,
Mengukir rekam jejak di pasir waktu.
Di pelabuhan kenangan yang sepi,
Perahu penyesalan bersandar tanpa arah.
Menyesal, seperti angin yang menusuk kulit,
Membingkai wajah yang terpahat kesedihan.
Namun, dalam lautan menyesal yang terhampar,
Mungkin ada peluang untuk berlabuh.
Sebagai kapal yang mencari arah pulang,
Menemukan pelabuhan di balik penyesalan.
Laut dan menyesal, dua pohon yang tumbuh bersama,
Di kegelapan malam yang seakan tak berujung.
Namun, dalam gelombang penyesalan yang terdalam,
Mungkin terdapat pelajaran yang terukir abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H