Mohon tunggu...
Rizal Falih
Rizal Falih Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ingin belajar membaca dan menulis\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Sedih di Ultah Rangkat

19 Oktober 2011   03:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:47 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Rumput-rumput pun kering, daun-daun jatuh berguguran, sesekali angin bertiup kencang, membuat debu  jalanan berterbangan. Musim kemarau berkepanjangan, panas matahari terasa begitu menyengat, sehingga warga desa pun enggan untuk keluar rumah.

Jalanan begitu lengang, namun seorang pemuda berseragam terlihat berjalan bergegas  menyusuri sepinya desa Rangkat siang itu.

Kakinya melangkah cepat, seirama dengan gerakan tangan, melawan teriknya matahari.

Baju seragam yang di pakainya tampak sudah mulai kusam, maklum saja sudah setahun baju itu melekat di badan, apalagi seragam itu adalah baju warisan, dari sang Komandan Hansip, Thamrin Dahlan.

Pentungan yang ada dipinggang, pun tak lebih baik bentuknya, sudah lecet disana-sini,  padahal pentungan itu sudah sangat berjasa, tak terhitung berapa maling, copet, jambret dan rampok yang pernah merasakan pukulan pentungan istimewa itu.

Sesampainya di depan rumah Pak RT Ibay, yang kata orang suka lebay kalau sudah bertemu gadis Rangkat, pemuda itu berhenti. Ragu-ragu Ia  mengentuk pintu, karena rumah tampak sepi, yang terdengar  hanya burung ciblek, yang tergantung dalam sangkar di depan teras. Itulah satu-satunya burung milik Pak RT,  burung yang paling disayang dan dipelihara dengan baik oleh Bu RT.

"Silahkan masuk mas," akhirnya Bunda Selsa membukakan pintu.

"Duduk sebentar ya, saya panggilkan pak RT"   "Terimakasih bunda, koq tau saya nyari Pak RT?"

"Ya taulah mas, biasa kan warga klo ke sini,  yang dicari pak RT"

Tak lama, setelah bunda Selsa masuk kedalam rumah, Pak RT pun keluar menemui mas Hans.

"Ada yang bisa saya bantu Mas?"

"E..saya cuma mau menanyakan, yang kita bicarakan di rapat kemaren Pak RT,"

"Perihal apa ya? Saya lupa"

"Anu pak, seragam"

"Oh...sudah saya bicarakan dengan pak Kades,  ya lihat nantilah"

"Tapi, ultah desa rangkat kan tinggal beberapa hari lagi pak RT"

"Ya sudahlah, pakai dulu aja yang ada, yang penting kan masih bisa dipakai"

Mendengar jawaban Pak RT Ibay, mas Hans merasa kecewa, ia pun pamit dan berjalan gontai meninggalkan rumah.

Langit berganti mendung, awan berarak membentuk gumpalan asap hitam, pertanda musim hujan akan segera datang.

********

Gerimis telah usai, hanya menyisakan lembayung senja di ufuk barat, sore itu di pos ronda.

"Semua warga sibuk mempersiapkan acara ultah rangkat, sampai seragam ku pun tak terpikirkan"

"Begitulah mas, aku pun merasa demikian"

"Tapi seragam mu, masih baru Dorma, juga bukan warisan"

"Memang benar mas, tapi kedodoran"

"Tak terbayangkan, melihat mu menjaga parkiran, sambil menarik-narik celana dan bajumu yang kedodoran."

"Tak tega aku membayangkan, melihat para tamu undangan, tersenyum masam, melihat baju mu yang sudah kusam, mas Hans,"

Dua orang patner sejati saling curhat di Pos Ronda. Mas Hans dan Mbak Dorma, pengabdian mereka untuk menjaga keamanan desa memang tak tergantikan. Pos Ronda menjadi saksi bisu, kecintaam mereka kepada desa ini, sungguh tak terbayangkan. Tanpa pamrih, tak terbesit di benak untuk menjadi tenar dan terkenal. Mereka hanya ingin tampil maksimal, ya di ultah Rangkat nanti.

Menjadi penjaga parkir dan petugas keamanan di Ultah Desa Rangkat dalah hal yang paling dinanti-nantikan dan diimpikan oleh Mba Dorma dan Mas Hans. Tugas dan tanggung jawab yang menurut mereka adalah "sesuatu banget".

Tanpa mereka sadari  Mommy, ibu kades yang cantik, baik hati dan tidak sombong ditemani Jingga, anaknya yang genit, telah berdiri di dekat pos ronda, dan mendengar apa yang mereka keluh kesahkan.

"Ehmm..."

"Eh Mom, Jingga.." dengan kompak Mas Hans dan Mba Dorma menyahut.

"Kalian masih memikirkan seragam untuk ultah Rangkat besok ya?"

"Ah tidak koq Mom" Jawab Mas Hans.

Mommy hanya tersenyum, lalu menyerahkan bungkusan yang sedari tadi di bawa oleh Jingga.

"Nih ada sesuatu buat kalian"

"Apaan Mom?"

"Dibuka saja"

"Oh my God" Mba Dorma tampak histeris.

[caption id="attachment_142416" align="aligncenter" width="300" caption="gambar :bursabatik.wordpress.com"][/caption]

Mas Hans dan Mba Dorma terpesona, melihat sepasang baju batik dengan kain halus terbuat dari sutra yang ada di hadapanya, bagus sekali.

"Dipakai ya, ini buat seragam kalian di Ultah Rangkat besok".

Mas Hans dan Mba Dorma tak bisa berkata-kata lagi, tanpa sadar mata mereka pun berkaca-kaca.

Langit perlahan mulai gelap, karena malam telah datang,  bintang dan bulan pun muncul dan tersenyum,  secerah senyum Mas Hans dan Mba Dorma malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun