Mohon tunggu...
Rizal Falih
Rizal Falih Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ingin belajar membaca dan menulis\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dara, Engkaukah Gladiol Untukku? [ECR#4]

23 November 2011   11:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:18 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan baru saja usai, menyisakan tetesan air dari dedaunan yang basah. Langit masih terasa gelap, walau senja belum beranjak dan berganti malam. Sore yang sejuk, aroma tanah yang baru dibajak oleh para petani Desa Rangkat, adalah wangi khas sebuah desa. Rumput telah bersemi hijau, gemericik air kini kembali terdengar dari untain sungai di pinggir hamparan sawah yang luas.

Keindahan alam desa itulah yang sedang dinikmati oleh seorang pemuda, duduk sendiri sambil melihat burung bangau terbang diatasnya, membuat Ia teringat bayangan masa silam. Saat kanak dulu, Ia suka berlari-lari di tengah-tengahnya, bertelanjang dada, bermain lumpur, atau naik ke atas bajak yang ditarik oleh dua ekor sapi. Dan jika sore telah menjelang Ia tinggal menceburkan badanya ke dalam sungai yang mengalir jernih, membersihkan badan  yang kecoklatan karena baluran lumpur.

Bersama Mas Hans sahabat karibnya, dulu semua itu dia lakukan. Walau kenangan itu tidak akan mungkin pernah terulang kembali.  Cinta memang membuat hubungan persahabatan dua orang karib ini menjadi pasang surut, seperti sudah di takdirkan,  mereka seringkali harus bersitegang, karena menyukai wanita yang sama, dari Kembang, Jingga, Galang sampai Miss. Rochma.

Sampai pada akhirnya Ia memutuskan untuk mengakhiri semua, Ia sudah merelakan Kembang menjadi pendamping hidup Mas Hans, terlebih setelah sahabatnya itu terpilih menjadi seorang Kepala Desa. Sebuah tanggungjawab kini terpikul di pundaknya. Tak mungkin ia tanggung sendiri semua beban itu, harus ada seseorang yang bisa menjadi teman untuk berbagi.

Walau hati terasa sakit, ia harus melupakan kenangan bersama Kembang. Tapi ia kecewa ketika ia tahu kini banyak gadis-gadis Rangkat yang mengirimi Gladiol ke kantornya di balai desa. Sampai-sampai Ia harus melabrak Acik sekdes desa,  mempertanyakan perihal semua itu. Ah tapi bukankah kini Ia memang pantas jadi primadona.

Lembayung senja kian menghilang, namun pemuda itu masih asik dalam lamunan, sesekali ia melemparkan batu-batu kecil ke dalam sungai. Tanpa disadari seorang gadis manis berkerudung telah berdiri disampingya.

"Sore-sore gini emang asik ngelamun di pinggir sawah ya mas"

Pemuda itu terjaga, lalu menoleh, melihat si pemilik suara lembut yang kini ada disampingnya.

"ah, hanya sedang membayangkan masa lalu saja"

"Masa lalu memang terlalu indah untuk dilupakan mas, tapi ingatlah semua itu tidak pernah akan kembali"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun