Pagi itu langit sedikit kelabu, Repotter Rizal Falih hanya duduk termangu di studio Rangkat TV fikirannya sedang melayang-layang, setelah hampir sebulan ditinggalkan patner barunya Hm Zwan alias Galang si Gadis Petualang. Terbayang kembali kejadian beberapa bulan yang lalu ketika Galang mengajukan cuti, bukan karena sedang hamil apalagi melahirkan, tapi karena sakit hati, melihat photo-photo Repotter dan Acik sang sekdes desa beredar di dunia maya.
Galang merasa di abaikan oleh Repotter, karena tempat yang paling romantis yang pernah didatanginya bersama Repotter hanyalah pasar malam di desa Rangkat, pernah mengajak makan pun cuma di warung Gado-gado milik Ceu Nisa. Berbeda dengan Acik yang diajaknya bertemu di sebuah mall dikota, makan di kafe dengan makanan yang mengundang selera. Padahal kejadian bertemu Acik di Mall hanyalah kebetulan semata, karena Yulia keponakan Repotter merengek minta diajak jalan-jalan kesana.
Repotter memang terlalu lugu, apalagi masalah cinta banyak gadis-gadis rangkat yang hilir mudik di depannya, tapi tak ada satupun yang sanggup ditaklukannya. Tiba-tiba Repotterteringat Kembang, sudah lama dia tidak membetulkan genteng rumahnya, menemani Kembangmembuat puisi-puisi indah di taman tujuh. Pagi itu entah mengapa Repotter ingin ke rumah Kembang, lalu dengan sepeda motor bututnya diapun menuju kesana.
Memang seperti kata pepatah pucuk dicinta Repotter pun tiba, disaat Kembang tengah bimbang menanti Kang Hikmat yang tak kunjung pulang, disaat hatinya tengah terusik oleh selembar surat dari Mas Hans yang ingin datang meminang, Repotter pun datang membawa sekantong apel malang.
Rasa itu masih ada, getarannya masih terasa di dalam dada, tatapan mata dan senyumnya membuat Kembang lupa sejenak segala permasalahan yang ada, Bunga Gladiol telah berpindah tangan, entahlah tiba-tiba Kembang menyerahkan begitu saja, ia lupa telah menuliskan sebaris puisi indah di dalamnya. Repotter terlalu bahagia mendapat bunga Gladiol dari seorang gadis yang pernah mengisi hari-harinya, tanpa menunggu lebih lama ia segera pulang dan ingin menyimpan bunga itu sebelum layu dari tangkainya.
Ketika Repotter tengah melintas di depan rumah kost Miss. Rochma, Bu Guru desa itumelambaikan tangannya, meminta Repotter untuk mampir sejenak dirumahnya.
"Mas Repotter, mampir sebentar mas, aku ada perlu" suara Miss. Rochma terdengar dari belakang.
Repotter pun berhenti lalu memarkirkan motornya di depan rumah.
"Ada perlu apa Miss?" repotter segera bertanya, yang ditanya hanya senyum-senyum saja.
"Ada kejutan buat mas Repotter, masuklah ke dalam rumah"
Repotter hanya menurut, walau dalam hatinya masih bertanya-tanya.
Baru saja Repotter sampai di depan pintu, hatinya dibuat berdegub kencang, mulutnya terbuka karena takjub, matanya tak berhenti memandang pada sosok gadis ayu yang tengah duduk manis di ruang tamu. Senyum manis mengembang dari sang gadis, senyum itulah yang selalu dinantikan Repotter. Sepasang cicak di dinding segera berlalu, bersembunyidi balik sudut plavon, mengintip dan siap menjadi saksi kejadian berikutnya jika Repotter tiba-tiba datang menghampiri dan memeluk orang yang tengah dirindukannya.
Tapi Repotter tetaplah Repotter nyalinya terlalu kecil untuk melakukannya, tubuhnya hanya mematung di depan pintu,
"Galang?kenapa kamu ada disini?kapan kembali di Desa Rangkat?"
"Mas Repotter terkejut? Aku baru sampaimalam tadi,sudah ke studio, tapi mas Repotter tidak ada". Suara Galang terdengar merdu di telinga Repotter, tatapan matanya menyiratkan kerinduan yang dalam.
"Ehm..." Tiba-tiba suara Miss. Rochma terdengar,
"Aku tinggal kalian kebelakang sebentar ya, Mas Repotter mau minum apa?"
"e..tidak usah repot-repot Miss. tapi kalau ada kopi boleh juga deh ".
Setelah Miss. Rochma berlalu, Repotter duduk disebelah Galang, tangan kirinya masih memegang bunga Gladiol pemberian Kembang, tangan kanannya menjabat erat tangan Galang.
"Maafkan aku Galang, jika sudah membuatmu kecewa"
"Tidak perlu ada yang dimaafkan mas, aku sudah tau"
"Sebenarnya aku ingin menjelaskan semua, tapi dirimu sudah terlajur pergi"
"Sudahlah mas, aku sudah melupakannya, disamping aku memang ada tugas khusus di desa nun jauh disana,
Repotter hanya mengangguk-anggukan kepala, sambil memandangi Galang,
"Bunga Gladiol ini apakah untukku mas?"
Repotter terperanjat, dia baru sadar bahwa bunga Gladiol pemberian Kembang masih ada ditangannya.
"Oh iya, ini untukmu Galang, anggaplah sebagai penebus rasa bersalahku" Tak ingin kejadian lalu kembali terulang, Repotter punmenutupi kejadian yang sesungguhnya.
Galang tersenyum bahagia, dipandanginya Bunga Gladiol indah yang kini ada ditangannya, sesaat kemudian matanya tertujupada secarik kertas berwarna merah jambu, yang terselip dantara bunga itu, diraih dan dibaca goresan kata-katanya, mendadak Repotter pun menjadi gelisah sendiri.
"Puisi yang indah mas, tapi..kenapa..ada nama Kembang?" muka pun Galang kembali mendung, hatinya merasa tercabik.
"E..anu Galang, itu e.." Repotter tidak melanjutkan kata-katanya, kini Dia hanya bisa melihat Galang bangun dari duduknya, meletakkanbunga Gladiol itu di meja, dan hendak beranjak pergi.
"Aku pulang mas..." hanya itu kata-kata terakhir yang keluar dari mulut Galang, matanya merah menahan tangis.
-----****-----
Mas Hans baru saja tiba dengan motor vespa pinjaman tetangga ketika Galang keluar dari rumah kos Miss. Rochma, tangan kanannya mencabut pentungan, sedang tangan lainnya memegang rokok Djaja, yang tersisa setengah tapi apinya mati karena tertiup angin jalanan, mau dibuang sayang karena tersisa sebatang.
"Galang, mana Repotter ? Mana Gladiolku?"
"Jangan tanya Repotter kepadaku mas Hans, sekarang tolong antarkan aku pulang"
"Tapi.. Gladiol itu?"
"Sudahlah mas, gladiol itu bukan untukku, Mas Repotter mendapatkannya dari orang lain kalau mas Hans tidak percaya bacalah secarik kertas ini yang terselip disana?"
"Gladiolku, secarik kertas?" Mas Hans masih terlihat kebingungan, tapi ia tak bisa menolak ketika Galang kembali meminta untuk diantarkan pulang.
---------******-----
Miss Rochma masih berdiri di depan cermin, menatap lekat wajahnya yang terlukis disana, bunga Gladiol itu masih tersimpan rapi di depan meja riasnya. Senyum mengembang dari sudut bibirnya, “ Kenapa lelaki itu memberikan bunga indah ini kepadaku?”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H