"Ow... kirain surat cinta, eh kue siapa ini koq tinggal satu?"
"Kue dari mba Dwee mas, sebenernya mau Dorma kasih ke mas repotter tapi sayang tinggal satu," Dorma berkata sambil tanganya dengan cekatan mencomot kue cucur dan dalam sekejap sudah masuk dalam mulutnya, takut diambil sepertinya. Repotter cuma melongo, dasar payah.. selalu kalah cepat.
"Eh mas tadi di cari sama si Galang?," Dorma berkata sambil matanya mengedip-ngedip.
"Galang?, siapa lagi tuh sepertinya  tidak pernah ku kenal sebelumnya?"
"Hahahaha... makanya jangan Kembang terus mas yang dipikirin, masak Galang aja gak tau?"
"Kembang sudah terlajur di hati Dorma, untuk saat ini belum bisa terganti, walau hati perih melihat sikapnya akhir-akhir ini" Repotter kambuh dengan melow dan lebay nya.
"Sini geh mas Dorma bisikin, siapa itu Galang"
Repotter pun mendekatkan telinganya ke Dorma, karena terlalu dekat, sehingga dari kejauhan mereka seperti sedang berpelukan. Lalu dorma pun membisikkan sesuatu di telinga Repotter, awalnya Repotter seperti terkejut, tetapi selanjutnya keduanya tertawa-tawa.. entahlah apa yang mereka bicarakan sepertinya masih rahasia.
Lima meter dari pos ronda, seseorang  memperhatikan kejadian yang baru saja terjadi , tepat sekali ketika Dorma membisikan sesuatu di telinga Repotter, tangan lelaki itu mengepal geram, lalu ia pun mencabut pentungan yang ada di samping ikat pinggang besarnya.
"Kurang ajar repotter gila, berani-beraninya dia berbuat seperti itu di pos ronda, padahal aku baru saja meletakkan puisi cinta di sana, bukan buat dia, tapi khusus untuk Dorma", lelaki itu bergumam sendiri dalam hati. Ingin sekali dia mengeluarkan jurus-jurus pentungan yang didapat dari gurunya. Tapi dia mengurungkan niatnya, gengsi kalau sang patner mengetahui kelakukannya. "Tunggu saatnya repotter, aku akan buat perhitungan".
=======0000000=======