Mohon tunggu...
Riza Khoerunisa
Riza Khoerunisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang minat membaca karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kupu-Kupu dari Semenanjung Korea

4 September 2024   14:22 Diperbarui: 4 September 2024   14:22 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kupu-Kupu dari Semenanjung Korea

Terbaginya ideologi pasca perang dunia II memperkuat sosok idealis untuk menunjukan gigihnya mereka dalam upaya menempatkan sebuah sistem kekuasaan yang dirasa paling benar serta dibenarkan oleh setiap keputusan dan tindakannya. Termasuk Semenanjung Korea menjadi saksi betapa dua haluan berbeda akan mencerminkan masa depan yang berbeda pula. Kisah ini dimulai pada hari minggu tanggal 25 Juni 1950 waktu Korea, serangan mengejutkan datang dari pihak Korea Utara yang mengakibatkan 2 juta jiwa manusia tak berdosa menjadi korbannya. 

Perang dua negara saudara ini terjadi karena tidak adanya titik temu antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat mengenai masa depan Semenanjung Korea. Dua kekuatan besar yang sedang memainkan posisinya sebagai pemenang dari perang dunia II, dengan gesitnya langsung membagi Semenanjung Korea. Kembali mundur pada tahun 1894 -- 1895 dimana terjadi perang Tiongkok Jepang I antara dinasti Qing dengan Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Pada tahun 1896 setelah Jepang menang melawan Cina dalam pertempuran itu Jepang tidak langsung menguasai Korea, kejadian ini terpaksa membuat raja Go Jong pemimpin Korea pada saat itu untuk meminta perlindungan serta bantuan kepada kekaisaran Rusia. 

Kesempatan yang lapang ini digunakan kekaisaran Rusia untuk memberikan pengaruhnya dalam berbagai keputusan penting yang harus diambil oleh raja Go Jong hal ini terjadi sampai Jepang berhasil sepenuhnya menguasai Korea pada tahun 1910 -- 1945 dan tanpa disadari bahwa paham komunis pada saat itu telah menjadi benih pemikiran baru yang siap menghantui masa depan Korea. Keterlibatan ini terus menjadi akar yang semakin siap untuk menumbuhkan pohon yang kuat sejarah panjang berliku malah membuat dua negara saudara ini jauh lebih terpisah hal tersebut terbukti pada tahun 1945 ketika kekalahan Jepang terhadap sekutu seolah membawa angin segar pada Korea justru malah membawa fakta sebaliknya, ketidaksadaran Korea bahwa mereka sedang diincar dan siap untuk diambil alih tak bisa dipungkiri hal ini menjadikan Semenanjung Korea sebagai arena catur politik dan militer dibawah bayang -- bayang Uni Soviet dan Amerika Serikat. 

Segala upaya dalam mewujudkan perdamaian dan reunifikasi di Semenanjung Korea masih mengalami banyak dinamika naik dan turun yang terus bergejolak hingga saat ini. Kenyataan yang pahit menelan fakta bahwa manisnya Deklarasi Panmunjeom tahun 2018 lalu akhirnya melenyapkan harapan Semenanjung Korea untuk kembali bersatu. Kekhawatiran yang terus mencekam sejalan dengan kebijakan menutup diri kembali Korea Utara, yaitu ancaman senjata nuklir yang akan mengemuka lagi dan siap mengancam wilayah yang semakin luas.

Apakah Korea Utara ingin berperang ?

Menurut pakar Korea Utara Jenny Town " Kim Jong Un adalah salah satu seorang pemimp in negara pertama yang berbicara soal ide perang dingin yang baru, mereka bersekutu bersama Rusia dan Cina untuk menghadapi barat." Ungkapan ini sepadan dengan aksi bahwa Korea Utara telah menguji rudal balistik dan hulu ledak yang semakin canggih beberapa diantaranya memiliki jangkauan yang dapat mencapai Amerika Serikat. Selain melakukan lebih dari 40 uji coba rudal tahun lalu, Korea Utara juga mengumumkan undang -- undang baru pada tahun 2022 yang memperkuat status senjata nuklirnya tidak dapat diubah, melarang perundingan mengenai denuklirisasi, dan yang paling mengkhawatirkan adalah kemungkinan penggunaan senjata nuklir sebagai tindak pencegahan. 

Perkara ancaman ini jelas mencekal perdamaian dunia yang sedang panas semakin dibakar habis bara apinya. Keterlibatan dua negara adidaya yang terus bersinggungan akan semakin memperkeruh perdamaian dunia, karena kepemilikan nuklir Korea Utara itu sendiri menjadi momok besar bagi Amerika Serikat. Konflik di masa depan yang telah menanti akan melibatkan dua negara tersebut bahkan mungkin dalam skala perang dunia ke-3. Melihat kebuntuan di tahun 2024 ini pernyataan Kim Jong Un perihal tidak akan ada lagi upaya reunifikasi dengan Korea Selatan membawa fakta bahwa Korea Utara siap untuk hal terburuk sekalipun yaitu memulai perang atau mungkin hal ini justru yang akan menyatukan kembali Semenanjung Korea di bawah rezim Kim Jong Un. 

Ancaman nuklir dari Korea Utara ini seolah sama dengan kepakan kupu -- kupu yang membawa tornado ke Texas, pelatuk senjata jelas berada tepat ditangan presiden mereka yang akan menghadirkan pertukaran ancaman setelah aksi nyata Rusia untuk menggunakan senjata nuklir terkait invasinya ke Ukraina, serta ancaman Menteri Israel untuk menggunakan senjata nuklir di Gaza membuat fenomena nuklir yang tabu selama berpuluh -- puluh tahun seolah dibangunkan lagi gagasannya. Tidak jelas sejauh manakah mimpi buruk ini mengusik ketenangan dunia sepanjang pandang kemungkinan apa yang menerpa sebab Korea Utara untuk menarik pelatuk senjatanya. Dengan kata lain ketika Korea Utara mulai menggunakan nuklir sebagai kunci akhirnya bisa jadi bukan hanya akhir bagi Korea Selatan tapi menjadi puncak perang dunia ke-3 yang menggetarkan seluruh umat manusia.

Apa yang harus dilakukan masyarakat dunia ?

Setelah menyelami bukti dari sebuah peringatan, mari kita segarkan dengan perumpamaan kehidupan manusia di bumi menurut Nabi Muhammad SAW beliau berkata dengan sabdanya bahwa "Manusia dalam kehidupan diibaratkan sebagai penumpang dalam satu perahu yang terdiri dari dua tingkat". Pengibaratan ini menggambarkan situasi dimana terdapat dua kelompok dalam satu perahu, kelompok yang berada ditingkat bahwa ingin mengambil air, tetapi mereka tidak ingin mengganggu penumpang yang berada di tingakat atas mereka pun memilih untuk membocorkan perahu demi mendapatkan air yang dibutuhkan.

Tindakan membocorkan perahu demi mendapatkan air pada awalnya mungkin tidak mengganggu tetapi, lambat laun perahu akan mengalami kebocoran yang parah dan menyebabkan semua penumpang tenggelam. Globalisasi telah melahirkan konsep warga negara global yang berdasarkan pada gagasan bahwa umat manusia adalah satu kesatuan dan saling bergantung satu sama lain. Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah semakin memudarnya batas -- batas antar bangsa dunia seolah menjadi tanpa batas pergerakan manusia baik secara fisik maupun gagasan semakin tidak terkendali. Dalam kondisi seperti ini maka umat manusia harus saling bekerja sama agar perahu yang ditumpangi tidak tenggelam, salah satu upaya agar warga negara global bisa menerima satu dengan yang lain adalah dengan toleransi. Karena persamaan manusia merupakan landasan yang kuat guna melahirkan toleransi melebihi kekuatan kesamaan suku, bangsa, dan agama karena semua itu masih dapat berbeda satu sama lain sedangkan "kemanusiaan dapat menampung kesemuanya" begitu penuturuan Profesor Quraish Shihab tentang toleransi dan kemanusiaan. Keberadaan manusia adalah kunci segala bentuk keberlangsungan hidup terjadi besar kecil hal yang dilakukan pasti akan menuntut hasilnya meskipun kekuatan nuklir ini tidak sesederhana yang dibayangkan tapi keberadaan pihak yang mampu membangunkan kembali gagasannya mampu mencekal dunia hal inilah yang memungkinkan toleransi menjadi tameng bagi umat manusia di bumi. Penyatuan dan toleransi bisa diikat melalui konsep organisasi ekonomi global yang saling bergantung satu sama lain agar semua pihak akan menderita jika perang dimulai, karena setiap negara pasti akan membutuhkan sumber daya dari negara lain hal ini mendorong semua pihak sadar akan keputusan yang berefek domino bagi dunia, bukan dalam bentuk koalisi dua atau tiga negara melainkan dalam jangkauan yang lebih luas lagi karena globalisasi menghapus batasnya negara maka yang bisa dilakukan adalah mengikat keseluruhan demi perdamaian dan keberadaan manusia di bumi. Dengan kata lain setiap keberadaan manusia dan segala keputusannya harus selalu diperhitungkan karena seorang yang tak dikenal sekalipun mampu menembus Sarajevo untuk menlancarkan aksinya yang sanggup mengutuk dunia hingga pecahnya perang dunia pertama. Terlebih pula masa sekarang kita semua tahu betapa mengerikannya generasi ini bisa merubah seseorang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun