Mohon tunggu...
Riza Hufaida
Riza Hufaida Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Menyoal Ancaman Sanksi FIFA

14 April 2015   10:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:08 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


  • Terlibat dalam peran sosial komunitas lokal tempat klub berasal.


  • Mendapat dukungan dari pemerintah daerah untuk stadion dan tempat latihan/Surat jaminan penggunaan stadion dari pemilik/pengelola stadion.


  • Mempunyai visi, misi dan target.


  • Memiliki program dan strategi yang dituangkan dalam rencana jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai target.

  • Berdasarkan syarat regulasi di atas, jika proses verifikasi dilaksanakan dengan baik dan benar oleh operator liga dan PSSI maka kasus keterlambatan dan tidak dibayarnya gaji Pesepakbola seharusnya tidak terjadi apalagi sampai berulang.

    Pada saat kita mengkritisi hasil verifikasi dari operator Liga dan PSSI yang tetap meloloskan klub yang masih punya tunggakan gaji kepada pemainnya untuk mengikuti kompetisi maka jawaban ‘klasik’ yang selalu disampaikan adalah mereka memberikan toleransi kepada klub tersebut agar klub tersebut tetap bisa berkompetisi dan memperoleh penghasilan yang nantinya hasilnya akan dibayarkan untuk membayar keterlambatan gaji pemain dimaksud. Namun yang terjadi ternyata kasus itu berulang terus tiap tahun dan baik operator liga maupun PSSI tidak belajar dari hal tersebut. Parahnya, tidak ada sanksi dan ketegasan yang ditunjukkan oleh PSSI dan/atau Operator Liga terhadap Klub penunggak gaji Pesepakbola yang tetap diijinkan untuk mengikuti kompetisi padahal jelas hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap aspek finansial sebagai salah satu syarat Klub professional yang ditentukan oleh FIFA/AFC.

    Hal buruk lain yang terjadi di Sepakbola Indonesia sekarang yang memperparah kasus/kondisi di atas adalah belum terbentuknya/adanya forum penyelesaian sengketa bagi Pesepakbola local yang bermasalah termasuk soal keterlambatan dan tidak dibayarkannya gaji mereka oleh Klub.

    Tidak adanya forum penyelesaian sengketa ini tentunya sangat merugikan bagi Pesepakbola karena hal ini mengakibatkan tidak ada kepastian hukum terhadap penyelesaian kasus yang menimpanya.

    Kondisi ini tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, satu sisi ketika akhirnya Pesepakbola mencari keadilan dan membawa kasus ini ke pengadilan umum maupun ke Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) maka langkah tersebut dianggap oleh operator Liga maupun PSSI menyalahi peraturan FIFA karena membawa dan menyelesaikan masalah sepakbola ke jalur ‘non sepakbola’ dan dianggap sebagai bentuk intervensi pemerintah juga jika pengadilan umum maupun PHI menerima dan memeriksa perkara dimaksud dimaksud.

    Di sisi lain PSSI sendiri belum/tidak melaksanakan aturan FIFA yang mengamanatkan dibentuknya National Dispute Resolution Chamber (NDRC) untuk memeriksa dan memutus kasus yang melibatkan Pesepakbola lokal.

    Kondisi carut marut dan kekosongan hukum itulah yang sebenarnya bisa diperbaiki dan diisi dengan hukum Negara sehingga bisa saling melengkapi. FIFA sendiri dalam statutanya tidak menutup diri untuk berlakunya hukum Negara jika aturan FIFA belum/tidak ‘mengkover’ di Negara tersebut.

    UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional jo. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan Nasional jo. Peraturan Menpora No. 0463 Tahun 2014 tentang Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Susunan Organisasi Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) adalah pintu masuk bagi pemerintah untuk ikut turun tangan dalam membantu PSSI dan FIFA menegakkan aturannya di Indonesia.

    Sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya, sejauh ini pemerintah telah bertindak proporsional dalam rangka membina, mengembangkan, mengawasi dan mengendalikan sepakbola professional agar kasus-kasus dalam sepakbola Indonesia yang terjadi dan terus berulang bisa diminimalisir dan bahkan dinihilkan.

    Dari uraian di atas kita bisa menilai bahwa surat ancaman FIFA ke Menpora untuk memberikan sanksi kepada Sepakbola Indonesia adalah suatu hal yang berlebihan.

    PSSI dan/atau FIFA bahkan gagal menangani dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan timbul di Sepakbola Indonesia sehingga selain merugikan Pesepakbola juga prestasi Timnas semakin menurun.

    Dan ironisnya ketika pemerintah turun tangan untuk membantu menangani dan menyelesaikan masalah-masalah di atas secara proporsional demi kemajuan sepakbola nasional sesuai dengan tugas dan fungsinya yang diamanatkan peraturan perundang-undangan di Indonesia justru ancaman sanksi yang diterima.

    Tapi andaikata pun FIFA tetap akan menjatuhkan sanksi, hal tersebut bukanlah kiamat bagi Sepakbola Indonesia. Justru sebaliknya sanksi  ini harus kita jadikan momentum sebagai titik awal kebangkitan sepakbola Indonesia.

    Sanksi FIFA akan memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi stakeholder Sepakbola Indonesia untuk membenahi dan memperbaiki Sepakbola Indonesia.

    Sebagai referensi, Australia yang dulu pernah di sanksi FIFA Sepakbolanya menjadi jauh lebih maju pasca sanksi tersebut dan bahkan terakhir menjuari AFC Asian Cup 2015.

    Ancaman sanksi FIFA? Siapa takut..?!

    Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
    Lihat Olahraga Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun