Pakde Brad tidak salah sebetulnya. Memang ada 60 orang yang memerlukan rumah. Masalahnya, tidak semua bisa membayar. Termasuk diantaranya adalah Dilan, yang pengangguran, Rangga dan Cinta, yang tukang sapu jalanan, dan Mbok Suzannah, pembersih kuburan yang suka minta-minta sate. Mereka tidak punya uang cukup untuk mencicil.
Sebetulnya Pak Kades juga tahu ini, tapi Pak De Brad membawa-bawa Pak Camat, sohibnya waktu SMA untuk menekan Pak Kades. Sehingga akhirnya izinpun turun. Diatas kertas, dari 60 orang yang memerlukan rumah, 30 akan dibangun oleh Pak Depp si Tukang Mebel dan 20 akan dibangun Pakde Brad. Orang tetap akan berebut membeli karena hanya 50 rumah tersedia dari 60 orang yang membutuhkan. Kan? Kaaaaan?
Pak Depp yang tidak tahu menahu, dengan riang dan hati-hati membangun 30 rumah berkualitasnya ini.
Sementara Pakde Brad yang tahu bahwa akan ada 10 rumah yang tidak akan laku ngebut membangun rumah-rumahnya, dia tidak peduli rumahnya tidak berkualitas, toh dengan desain yang indah, tidak akan ada yang tahu. Pak Kades pun tidak pandai dan tidak peduli untuk memeriksa.
Pokoknya secepatnya rumah harus laku. Harga pun diobral-obral, adik-adiknya Pakde Brad disuruh menempati supaya berkesan stok sudah hampir habis.
Akhirnya rumah Pakde Brad laku keras, segera seluruh perumahan ludes terjual. Tidak peduli banyak yang komplain karena kualitas rumah yang jelek, dinding yang tipis. Pokoknya untung besaaar.
Sementara Pak Depp yang terbengong-bengong karena rumahnya tidak laku sekarang gigit jari. Mau diapakan rumah-rumah kosong sebanyak ini? Pak Depp yang malang. Sekarang dia dikejar-kejar tagihan dari Bank.
Saat mau protes ke Pak Kades, ternyata Pak Kades sudah diganti di Pilkades barusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H