Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Terjebak Friendzone, Kamu Pernah?

16 Juli 2019   10:58 Diperbarui: 17 Juli 2019   17:59 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi ada satu hal lain yang membuat friendzone semakin semarak: sulitnya mendapatkan sahabat. Dijaman di mana individualisme dan materialisme semakin merajalela, semua orang selalu penuh perhitungan saat berteman. Pengkhianatan sesama teman sangat mudah terjadi. Teman palsu ada di mana-mana, apalagi di sosial media.

Sehingga saat mendapatkan orang, yang hidup dan nyata, yang bisa dipercaya, bisa dicurhati, punya minat yang sama, rasanya enggan dilepas. Sekalipun dia sudah memiliki pasangan. Sekalipun diam-diam dia merasa suka lebih dari sekadar teman.

Apakah friendzone selalu berakhir tragis?
Sayangnya tidak. Kadang ada juga yang jalaran soko kulino akhirnya tresno juga. Alias karena sudah lama bersahabat, sudah terbiasa akhirnya berkembang menjadi cinta.

Saya katakan sayangnya, karena ini menyebabkan banyak pejuang friendzone ngotot untuk terus mempertahankan posisinya, bahkan menjadi stalker jika perlu. Kalau tidak ada kasus yang berakhir baik tentu mereka akan segera melupakan khayalannya dari awal.

Tapi sebaiknya di cek SECARA JUJUR sebelum ngotot melanjutkan perjuangan friendzone ini:

Apakah memang cocok?

Karena pada dasarnya orang memilih berdasarkan kecocokan, minat, selera, tujuan hidup, nilai dan norma yang dianut. Bahkan mereka yang kelihatannya kontras, pada dasarnya punya dasar kecocokan tertentu.

Jangan mengatakan: oh dia memang suka tipe wanita liar, tapi saya yang rajin bekerja dan pandai mengurus rumah tangga, akan bisa memberikan kehidupan yang lebih baik ketimbang wanita seperti itu.

Atau: Saya memang bukan tipe wanita itu, tapi dia kelihatannya perlu uang, jadi saya akan menghamburkan banyak uang kepada dia, traktir sana sini. Lama-lama dia akan mau juga.

Cara ini memang seringkali berhasil, tapi jangan kemudian mengeluh: Kok pasangan saya matre sekali? Ada uang abang sayang tak ada uang abang ditendang.

Jadi bisa dikatakan antara kenikmatan dan kesengsaraan friendzone itu 50:50. Senang karena bisa berdekatan dalam pujaan hati lebih lama dari seharusnya (seharusnya langsung ditolak saat menyatakan). Juga sengsara karena harus menyimpan rindu dendam didalam hati. Belum lagi saat ditertawakan orang saat ketahuan terjebak friendzone.

Pilihlah yang mana saja yang disukai, tapi jangan menyalahkan siapa-siapa jika tidak berakhir indah. Namanya hidup, penuh resiko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun