Kenyataannya : Saya memang tidak punya naluri menggebu-gebu untuk menjadi seorang ibu. Saya tidak benci pada anak kecil, tapi tertarik banget juga tidak. Banyak teman-teman saya yang stress karena sudah menikah tapi tidak kunjung dikaruniai anak. Saat saya sadar bahwa hidup melajang berarti saya tidak mungkin memiliki anak, alhamdulillah satu-satunya reaksi saya hanya mengangkat bahu dan move on.
Saat anak-anak tetangga saya menjerit-jerit menangis karena berbagai sebab, saya bersyukur bukan saya yang harus menenangkan mereka. Saat mereka sangat bangga atas prestasi anak-anak mereka saya pun ikut senang.
10. Terlalu mencari yang sempurna alias terlalu milih-milih
Jadi banyak orang yang bilang, kalau sudah perawan tua seperti saya, turunkanlah standarnya. Jangan terlalu milih-milih. Toh tidak ada orang yang sempurna.
Lalu mereka menyodorkan orang ini dan itu dan marah-marah kalau saya menolak mereka atau calon mereka. Kalau calon yang saya tolak itu kemudian menikah dengan orang lain, bolak balik mereka mengungkit-ungkit dan mengejek, "Lihatlah si A sudah kawin dan punya anak! Kamu masih sendiri!"
Seolah-olah kalau saya diejek lalu saya menyesal dan mendadak menganggap orang yang sudah kawin itu setampan pangeran charming dari negeri antah berantah.
Kenyataannya : Saya tidak mencari yang sempurna atau yang dikenal sebagai 'the one' bahkan, saya tidak mencari sama sekali. Saya sibuk berinvestasi kepada diri sendiri untuk hidup secara optimal, supaya bisa bersuka cita dan bersyukur atas apapun rezeki Allah pada diri saya.
Memangnya saya bisa menolak kalau Allah menentukan jodoh saya? Kenyataannya memang Allah menentukan saya akan lebih bahagia kalau saya lajang. Dan saya bersyukur kepada Allah karenanya. Dan saya tidak mau memaksakan diri untuk menerima orang-orang yang tidak cocok untuk saya hanya supaya orang lain senang!
Demikianlah, beberapa prasangka buruk orang terhadap saya dan lajang-lajang lainnya. Ini belum termasuk tuduhan-tuduhan terhadap karakter pribadi saya, sebagai sombong, angkuh, genit, dan sebagainya.
Sepertinya orang-orang tidak bisa percaya bahwa saya menjadi lajang justru karena hidup saya sebagai lajang sangat memuaskan dan membahagiakan sehingga sulit disaingi oleh pernikahan.
Teman saya di group berkata, "What gets me is that some people think my being single is an aversion to something negative rather than the affirmation of something positive."