Sebuah Pemikiran untuk Pembangunan Pemuda Jawa Timur
Oleh : Yuniar Riza Hakiki[2]
Sejak 87 tahun yang lalu tepatnya 28 Oktober 1928 pemuda Indonesia telah menggelorakan ikrar sakralnya sebagai wujud kristalisasi semangat penegasan cita-cita berdirinya Negara Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa inisiasi pemuda sejak peristiwa yang dikenal dengan “Sumpah Pemuda” tersebut tidak dapat diragukan lagi. Bahkan inisiator muda “Indonesia Mengajar” Anies Baswedan yang sekarang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Mendikdasmen RI) Kabinet Kerja menyatakan bahwa Pemuda adalah harapan bangsa,kiprah mereka selalu menentukan,dalam sejarah kita lihat rata-rata anak mudalah yang membangkitkan bangsa.[3] Oleh karenanya penulis optimis bahwa pemuda merupakan tulang punggung bangsa yang mampu menyokong berdiri tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta.
Salah seorang budayawan, sastrawan, bahkan agamawan putra Jombang, Jawa Timur Emha Ainun Nadjib yang sering disapa Cak Nun optimis bahwa “Pemuda adalah ujung tombak perubahan bangsa, peran pemuda dalam kondisi ini yaitu yang pertama langsung memperbaiki keadaan bangsa dan yang kedua adalah belajar mandiri dulu, menjadi generasi mandiri sehingga bisa membangkitkan bangsa ini dari keterpurukan”.[4] Cak Nun yakin bahwa suatu saat nanti (tahun 2015) bangsa Indonesia akan memimpin dunia. Dan ternyata prediksi tersebut terbukti dengan keberadaan pemimpin-pemimpin muda di Indonesia.
Akan tetapi tidak sepenuhnya idealita tersebut terlaksana dengan optimal pada tataran realita. Hal ini salah satu sebabnya ialah minimnya fungsionalisasi pengembangan sumber daya pemuda pada masing-masing daerah khususnya di Provinsi Jawa Timur. Minimnya minat berorganisasi pemuda menjadi permasalahan serius yang dapat berimplikasi pada minimnya wawasan dan keterampilan pemuda untuk berkreasi. Hal ini diperkuat argumentasi Khoirul Anam dari PP IPNU (Ikatan Pelajar Nahdhlatul Ulama), “Peran pemuda sendiri menurut Anam juga sangat penting dalam menyelesaikan bangsa ini, sayangnya pemuda yang saat ini direpresentasikan oleh pelajar dan mahasiswa ternyata sangat sedikit sekali yang berminat untuk berkecimpung di dalam dunia organisasi kepemudaan saat ini. Menurut Anam, keberadaan organisasi-organisasi kepemudaan saat ini memegang peran yang cukup vital dalam mengawal perubahan yang tentunya diharapkan terwujud dari pemerintahan yang baru ini”.
Oleh karena itu, pada kesempatan penulisan karya tulis dalam momentum Peringatan “Sumpah Pemuda” 28 Oktober 2015 penulis ingin menegaskan urgensi Organisasi Kepemudaan Daerah sebagai Wadah Kreasi Pemuda untuk Mewujudkan Pemuda Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa angka pengangguran di Jawa Timur cukup memprihatinkan. Dari data Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Jatim Tahun 2011, 27,30 % dari 37 juta penduduk Jatim, atau 10,10 juta jiwa adalah Pemuda dari rentang usia 16-30 tahun. Dari sekian jumlah pemuda tersebut, 1,7 juta masih menganggur alias belum memiliki penghasilan.[5] Namun, prestasi yang cukup baik pada tahun 2015 ini atas kerjasama antara Plan International Indonesia dan Kadin Jawa Timur angka pengangguran dapat ditekan hingga tersisa ± 600.000 pemuda yang masih menganggur. Akan tetapi tidak cukup berhenti disitu saja, masih banyak kewajiban pemerintah untuk selalu menekan angka pengangguran khususnya pada pemuda.
Apabila menengok prestasi penekanan angka pengangguran Pemuda sejak 2011 – 2015 tersebut sudah tentu tidak hanya dipengaruhi faktor pihak yang merangkul pemuda itu sendiri, namun faktor skill yang dimiliki pemuda juga turut memengaruhi hingga mereka dapat berkesempatan masuk didunia kerja. Pengembangan potensi (skill) tersebut tidak hanya cukup didapatkan pada pendidikan formal yang hanya dapat diakses oleh masyarakat tertentu saja, namun peran adanya Organisasi Kepemudaan inilah yang kemudian dapat menjadi wadah pengembangan potensi dan kreasi bagi seluruh kalangan pemuda.
Organisasi Kepemudaan Daerah adalah basis yang cukup relevan untuk menopang dan menampung keberadaan pemuda didaerah. Karena dengan adanya organisasi kepemudaan daerah tersebut beberapa manfaatnya ialah, dapat menjadi sarana bagi pemuda untuk mengekspresikan jati dirinya pada arah yang positif, sebagai wadah mempererat tali silaturahmi pemuda, selain itu dapat pula menjadi sarana untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki pemuda didaerah, bahkan mampu meningkatkan rasa cinta pemuda terhadap daerah dan negaranya. Karena sejatinya “Jika ingin mencintai Tuhan maka kenalilah dirimu, dan jika ingin mencintai Negara maka kenalilah daerahmu”.[6]
Di Kabupaten Pacitan, Jatim yang merupakan kabupaten paling ujung selatan dan ujung barat Provinsi Jawa Timur dengan julukan Kota 1001 Goa ini telah terbangun suatu wadah bagi pemuda yang dinamakan dengan “Organsisasi Kepemudaan Daerah “PETUPA” yang kepanjangannya ialah “Pemuda Untuk Pacitan”. Penulis yang berada dalam bagian dari organisasi tersebut tentunya merasakan dampak keberadaan organisasi ini. Salah satu diantaranya penulis dapat mengembangkan rasa kepedulian sosial, memperbanyak jaringan dan komunikasi sosial, berdiplomasi dihadapan pejabat publik, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, keberadaan organisasi semacam ini kurang mendapat perhatian serius dari seluruh kalangan khususnya pemangku kebijakan. Dukungan yang diberikan cukup berhenti pada dukungan moril saja, padahal keberadaan organisasi akan tetap eksis jika ada keseimbangan dukungan moril dan materiil. Wujud dukungan moril tersebut dapat berupa empati dari sejumlah kalangan khususnya pemangku kebijakan. Sementara dukungan materiil dapat berwujud kebijakan melalui Peratuan Daerah yang menjadi dasar legitimasi keberadaan Pemuda dan Organisasi Kepemudaan Daerah, alternatif lain yakni berupa kristalisasi arah kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya pada pemuda melalui penyusunan program pengembangan kualitas pemuda dalam berbagai bidang melalui wadah Organisasi Kepemudaan Daerah. Melalui hal ini harapannya mampu menjadi upaya meningkakan daya tarik bagi pemuda untuk mengembangkan potensinya melalui organisasi. Sehingga inisiasi jangka panjangnya ialah mampu mencetak pemuda yang mandiri dalam pembangunan nasional. Dengan demikian, angka pengangguran khususnya pemuda di Jawa Timur dapat ditekan secara bertahap dan berkelanjutan.
Dari keseluruhan uraian penulis yang cukup komperehensif tersebut pada intinya penulis menekankan bahwa Organisasi Kepemudaan Daerah dapat menjadi basis pembangunan pemuda di daerah sebagai upaya mewujudkan cita-cita agung provinsi Jawa Timur yakni menuju Jawa Timur makmur dan berakhlak. Karena sejatinya melalui salah satu wadah yang berwujud organisasi tersebut pemuda dapat mengembangkan potensi diri, berpartisipasi dalam pembangunan, memperbanyak jaringan dan komunikasi sosial, meningkatkan rasa kepedulian sosial, hingga harapanya mampu mencintai daerah dan negaranya dengan wujud konkrit.
Oleh karena itu, keseimbangan dukungan moril dan materiil dari pemangku kebijakam (Pemerintah) terhadap pemuda dan organisasi kepemudaan merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Semoga tulisan ini dapat menjadi informasi, masukan dan stimulus bagi pemuda, serta masyarakat umum dan pemerintah khususnya Pemprov Jatim untuk senantiasa bersama-sama mempertahankan eksistensi Sumpah Pemuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H