Mohon tunggu...
Yuniar Riza Hakiki
Yuniar Riza Hakiki Mohon Tunggu... Konsultan - Peneliti

Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Belajarlah Kalian dari Sejarah

23 Agustus 2015   00:04 Diperbarui: 23 Agustus 2015   08:40 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang akan menjadi pintar karena Belajar, orang akan menjadi paham karena mempelajari, dan orang akan menjadi bijak apabila memahami, terkhusus memahami sejarah. Baik sejarah para Pahlawan, Guru, Negara, maupun institusi. Maka disini penulis mengutip dan menuliskan kutipan pidato Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Prof. Mahfud MD yang disampaikan pada saat testimoni “Membedah Pemikiran Alm. Prof. Dahlan Thaib yang beliau juga merupakan Guru Besar FH UII” dalam kegiatan “Pekan Konstitusi” tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib,S.H,M.Si yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Kontitusi FH UII pada 18-22 Agustus 2015.

Kurang lebih seperti inilah kutipan pidato beliau [caption caption="Prof Moh. Mahfud MD saat menyampaikan testimoni "Membedah Pemikiran Alm. Prof. Dahlan Thaib" dalam Puncak Acara Pekan Konstitusi tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib,S.H,M.Si"][/caption]Prof. Mahfud MD:

Sejak tahun 1978 Pemerintah memberi perhatian kepada Universitas-universitas Swasta dengan diberi bantuan dosen tetap, termasuk UII diberikan bantuan pemerintah dosen tetap (sebagai pegawai negeri). Sebelum itu, sebelum generasinya Pak Dahlan dosen tetapnya ndak ada. Dosen tetapnya ya dosen yayasan. Dulu yg diangkat pemerintah itu ya Pak Dahlan (angkatan pertama), ada juga Bu Muryati, ada yang dosen tetap tapi ndak mau diangkat sebagai pegawai negeri, seperti Pak Artidjo Alkostar (Hakim Agung MA), Pak Marbun (Dosen dan Praktisi Hukum), dsb. Dipaksa-paksa sebagai pegawai negeri ndak mau. Lalu UII sebelum Pak Dahlan bagaimana? Yaa maju, institusinya bagus dikelola yayasan. Pada masa Pak Dahlan, UII dengan status “status disamakan”. Ada satu-satunya dosen tetap dan negeri yang diperbantukan pemerintah itu Pak Siswo Wiratmo, dan sesudah itu banyak dosen-dosen negeri. Dimana masa persambungan ini Pak Dahlan sebagai generasi penyambung (pada masa sebelum 1978 dan pasca 1978). Kalau mau tanya, gimana UII sebelum ’78? Pak dahlan tau, Pak Artidjo juga tau, tapi bagaimana perkembangannya sesudah ’78 sampai sekarang? Dia tau, karena dia ada yang ditengah itu, nah saya masuk pada saat masa persambungan ini mulai jalan.

Nah saudara, kalau kita lihat dimasa lalu itu, pikiran-pikiran pergerakan UII sebagai Universitas perjuangan itu, kita punya aktivis-aktivis banyak. Nah aktivis itu punya aliran-aliran tersendiri, seperti di Pemerintahan itu kan ada kelompok, misalnya ini kelompok intelektual, ini kelompok partai, ini kelompok profesional, nah di UII pada waktu itu juga ada aliran, misalnya seperti Pak Dahlan ini memiliki aliran tersendiri, disitu ada banyak barisan aktivis dimana saya ikut didalamnya, kemudian ada Pak Artidjo, lalu kemudian ada yang dibawahnya. Tetapi itu bukan musuh, cuma aliran orientasi perjuangan aja. Pak Dahlan itu orangnya sangat fleksibel, sehingga masih sangat muda sudah menjadi pembantu rektor 3 didalam UII sedang dalam keadaan bergolak. Itulah sebabnya, semua tadi banyak yang menyebut suatu ayat “Walla takullu wamma yuktal fisabilillahi amwat bal ahya”, jangan kau katakan orang yang meninggal didalam perjuangan itu mati, tapi dia itu hidup. Seperti Bung Karno, Bung Hatta itu kan mati, tapi dia hidup, yang hidup ya ajarannya, jasanya, pemikiriannya. Dia hidup didalam perjuangannya yang benar, ya seluruh tokoh didunia ini.

Kalau Al-Qur’an menyebut belajarlah kamu dari sejarah, “Yaa ayyuhalladzi naamanu takullah wal tandzur nafsun maa koddzamat lighat”, hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan belajarlah dari sejarah..., lihat masa lalumu untuk melangkah ke masa depanmu, itu yang dikatakan Bung Karno “Jas Merah” Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bahkan cerita ketika Fir’aun itu tenggelam dilaut merah, Allah berfirman “Falyauma nunajika bibadanika litakana miman kholfaha ayyah”, sekarang sesuai perimintaanmu (fir’aun minta selamat, ketika mau mati pada waktu itu), Allah berfirman, baik sekarang akan Saya (Allah) selamatkan badanmu agar menjadi pelajaran sejarah bagi orang-orang yang hidup sesudahmu. Sesudah itu fir’aun mati, orang heran, lho katanya Allah berfirman menyelamatkan Fir’aun tapi kok mati, Allah itu berfirman “menyelamatkan badannya, tidak menyelamatkan jiwanya”. Dan subhanallah pada tahun 1870 badan fir’aun ini benar-benar ditemukan oleh Laurenz seorang Arkeolog. Dia menemukan ada tubuh yang sudah mati 4000 tahun yang lalu tubunya itu masih utuh, itulah yang dikatakan dari Allah belajarlah dari sejarah. Oleh karena itu, marilah kita belajar dari sejarah. Orang meskipun sudah mati diperingati, karena dia berjasa. Sebaliknya orang yang mati dan sebelumnya dia jahat juga diperingati, tapi diperingati untuk dicaci maki, seperti Fir’aun, Hittler.

Sesudah generasi Pak Dahlan banyak intelektual muncul. Di Mahkamah Agung ada Pak Artidjo Hakim yang paling ditakuti sampai sekarang (seangkatan dengan Pak Dahlan), Suparman Marzuki Ketua KY generasi dibawah saya, saya juga membimbing Desertasinya, lalu ada Busyro Muqoddas pernah manjadi Pimpinan KY dan KPK (adik kelas Pak Dahlan dan Pak Artidjo), Abdul Haris Semendawai (Ketua LPSK), Darmono (Kejaksaan Agung). Banyak lahir disini sesudah generasi penyambung itu, sebelum itu ndak ada. Banyak mereka muncul setelah Kampus di institusikan (di akreditasikan), sebelum itu pada masa Pak Dahlan kampus belum diinstitusikan. Dengan diinstitusikannya kampus UII, memunculkan para tokoh, karena terdapat kenaikan pangkat secara teratur, lahir Guru Besar (Prof Mahfud sebagai Guru Besar pertama di UII pada Tahun 1999). Sebelum itu juga banyak Guru Besar, tapi minjam dari Kampus lain, dan setelah itu banyak Guru Besar-Guru Besar UII yang muncul hingga sekarang. Kemudian ada yang berkarir di Jakarta (DPR, Kementerian, dll.), Marwan Jafar (Menteri Desa, Transmigrasi dan Pembangunan Daerah Tertinggal Kabinet Kerja), adalah mahasiswa saya (Prof Mahfud MD) sekarang jadi menteri. Itu karena merupakan produk perjuangan.

Ada suatu adagium yang saudara mahasiswa harus pegang disini, ini juga selalu dikembangkan oleh generasi Pak Dahlan hingga sekarang, “Kalau Kampus UGM itu besar karena kampusnya besar, dia milik pemerintah, digaji pemerintah, seluruhnya penuh dari gedung..., tetapi kalau UII besar karena mahasiswanya, mahasiswanya yg tangguh berjuang”. Jadi kalau orang lulus dari UGM jadi hebat yaa wajar dong, memang dari UGM, wong UGMnya sendiri sudah hebat kok UGM. Tetapi kalau UII ini kampus terseok-seok, disinilah kampus, kampus UII yang dimiliki sendiri pertama di Cik Ditiro (sekarang digunakan untuk Kampus Pascasarjana Fakultas Hukum UII). Makanya ini masih dipertahankan, dulu saya belajar dan bekerja bersama Pak Dahlan disini, ketika saya lulus saya menjadi Asisten Pembantu Rektor III dari kampus ini, belum ada kampus kita yang besar 25 Hektar yang di Jalan Kaliurang, belum ada yg di taman siswo, dulu kampus kita ya disini. Tetapi inilah kampus paling bersejarah. Karena Kampus ini diperoleh atas usaha dari pengurus yayasan pada waktu itu, minta bantuan ke NOVIB (Netherlands Organization for International Assistance) di Belanda, NOVIB mempelajari, mengirim orang kesini, oh ternyata mahasiswanya bagus-bagus, punya harapan, punya aktivitas, lalu dibantulah kampus ini (Kampus Cik Ditiro), ya ini meskipun sangat kecil tapi punya makna sejarah, yang mudah-mudahan juga bisa..entah ya saya ndak tau bagaimana nanti dilestarikannya sebagai sejarah, cuma saya berharap kalau kampus ini dibangun, nilai sejarahnya tu tidak hilang. Banyak yang menyesal didunia ini membangun kampus-kampus, sesudah itu pesan/tugu monumen sejarahnya hilang. Padahal penting itu kampus bersejarah. Saya beberapa kali datang ketempat saya belajar waktu kecil (di pondok pesantren) bersama crew televisi ada tvOne, MetroTV, SCTV, RCTI, mana tempat belajarnya pak mahfud waktu kecil? Saya menyesal.. sudah ndak ada itu, karena telah berubah sudah jadi gedung sekolah yang bagus. Padahal saya dulu belajar disuatu tempat yang namanya Langgar, tapi itu sudah tak ada, lalu saya menyesal, kenapa dulu tidak diabadikan/tidak dilestarikan, sebagai suatu momen, tempat belajar, meskipun sangat sederhana tapi bisa menghasilkan orang yang “bermutu”. Saya berharap kampus ini dipelihara perencanaannya. Itu tentang Pak Dahlan sebagai personal.

Itulah kutipan bagian pertama Pidato Prof. Dr. Moh. Mahfud MD,S.H,S.U (mengenai sejarah perjuangan Almarhum di UII, beserta sejarah Kampus UII) pada saat menyampaikan testimoni “Membedah Pemikiran Alm. Prof. Dr. Dahlan Thaib,S.H,M.Si” pada puncak acara “Pekan Konstitusi” tribute to Prof. Dr. Dahlan Thaib,S.H,M.Si yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Minimal setelah membaca substansi Pidato tersebut, maka akan mampu memahamkan kita (Mahasiswa, Dosen,dan semuanya) sebagai generasi penerusnya untuk lebih sekuat tenaga berjuang meneruskan maupun meluruskan Perjuangan para Guru dan Institusi.

Selamat Berjuang!!

Oleh : Yuniar Riza Hakiki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun