Berkunjung ke Sulawesi Selatan tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi wilayah Toraja. Kenapa saya sebutkan wilayah Toraja? Karena wilayah ini terbagi menjadi 2 (dua) kabupaten yang berbeda, yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara.
For your information, awalnya, wilayah Toraja hanya memiliki satu kabupaten administratif, yaitu Kabupaten Tana Toraja.
Namun pada tahun 2008, kabupaten ini dimekarkan menjadi Kabupaten Tana Toraja yang ber ibu kota di Makale dan Kabupaten Toraja Utara yang ber ibu kota di Rantepao. Wilayah Toraja merupakan destinasi wisata favorit di Sulawesi Selatan dan juga Indonesia selain Bali dan Lombok.
Saya berkesempatan mengunjungi wilayah Toraja ketika mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang diselenggarakan oleh Kemendikbudristek melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Disini saya tidak akan membahas program apa itu? Saya akan menjelaskan detail perjalanan saya menyusuri tanah yang kaya akan budaya-budaya yang sangat unik di Indonesia Tengah ini.
Saya dan teman -- teman memulai perjalanan pada tanggal 1 Januari 2022 pada pukul 15.00 WITA dari Tidung, Makassar menggunakan mobil pribadi bersama teman -- teman dan dosen pendamping lapangan yang akan mendampingi perjalanan saya dan teman -- teman untuk menuju Toraja.
Perjalanan ditempuh kira -- kira 10 jam, namun kami tiba di Toraja sekitar jam 02.00 WITA dini hari. Dikarenakan sembari perjalanan kami berhenti di beberapa rest area dan SPBU untuk recharge tenaga agar kuat menuju Toraja.
Selama perjalanan tidak lupa pula menikmati makanan di daerah Barru dan berhenti sejenak untuk menikmati kopi di Jalan Poros Enrekang -- Toraja. Tiba di Toraja, kami berhenti sejenak di bundaran kota Makale, tepatnya di depan UKI Toraja.
Menuju pagi subuh, sekitar jam 03.30 WITA, kami menuju Tongkonan Lolai, Tana Toraja, yaitu lokasi untuk melihat panorama pemandangan negeri di atas awan. Waktu yang tepat untuk menikmati panorama negeri di atas awan ini baiknya pada pagi hari saat matahari terbit.
Sayangnya, kami tidak dapat menikmati dengan baik dikarenakan cuaca pagi yang kurang bersahabat dengan sedikit rintikan hujan. Saya dan teman -- teman justru mendapatkan panorama negeri diatas awan ketika mengunjungi Patung Yesus Memberkati di Buntu Burake, Tana Toraja pada sore hari.
Walaupun begitu, tidak menyurutkan semangat kami untuk menuju lokasi wisata lainnya. Destinasi selanjutnya adalah menuju Kete' Kesu', sebuah objek wisata yang terkenal dengan kompleks Rumah Tongkonan nya.
Sebelum masuk ke dalam kompleks Kete' Kesu', kita harus membayar tiket masuk yang saya lupa tepatnya per orang berapa hehe. Masuk ke dalam kompleks Kete' Kesu' membawa anda ke suasana Toraja tradisional, karena bertepatan dengan hari libur Natal dan Tahun Baru, pengunjung lokasi wisata ini sangat ramai.
Selain itu, di kompleks Kete' Kesu' kita juga dapat memperoleh souvenir untuk dijadikan oleh -- oleh ketika pulang ke rumah. Lalu, ada gua yang dijadikan kubur batu di lokasi ini. Pengunjung dapat memasuki wilayah tersebut baik sendirian maupun didampingi oleh pemandu wisata.
Tidak lupa sebelum beranjak keluar Kete' Kesu' anda dapat memperoleh kopi Toraja yang sangat terkenal sampai ke mancanegara ini. Lokasi penjualannya pun di sekitaran objek wisata Kete' Kesu'.
Untuk harga dapat dikatakan terjangkau karena untuk satu bungkus kopi Robusta Toraja dihargai sekitar Rp30.000,- dan untuk kopi Arabika Toraja dihargai sekitar Rp80.000,-.
Jarum jam menunjukkan pukul 11.30 kami mencari penginapan disekitar Makale dan beruntungnya menemukan penginapan yang sejuk dan terjangkau, untuk satu malam menginap dibanderol sekitar Rp200.000,- tempatnya tidak jauh dari objek wisata Patung Yesus Memberkati, Buntu Burake.
Menuju sore hari, saya dan beberapa teman menuju ke atas, yaitu menuju Patung Yesus Memberkati, Buntu Burake.
Disini kita disuguhkan pemandangan kota Makale dan Toraja keseluruhan dari puncak bukit dengan Patung Yesus yang sangat besar dan menggambarkan bahwasannya Toraja diberkati oleh Kristus dan juga sekedar infomasi bahwasannya penduduk, baik Tana Toraja dan Toraja Utara merupakan mayoritas penganut agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik.
Tiket masuk lokasi wisata ini dipatok sekitar Rp10.000,- per orang. Sebuah harga yang terjangkau untuk membayar sebuah pemandangan nan elok di Tana Toraja.
Untuk hari pertama, kami menutup dengan mencari makanan di kota Makale dan Rantepao. Bagi anda penganut agama Islam, mencari makanan halal disini mudah - mudah sulit, tapi anda jangan khawatir tetap ada kok gerai makanan halal seperti warung nasi padang, ayam penyet, warung Pangkep disini yang sudah dijamin kehalalannya.
Membuka hari kedua, kami mengunjungi lokasi wisata Kalimbuang Bori. Kalimbuang Bori merupakan sebuah situs megalitikum berupa batu menhir. Sekilas Kalimbuang Bori mirip seperti situs batu berdiri seperti Stonehenge di Inggris.
Kalimbuang Bori berada tepatnya di Kecamatan Sesean, Toraja Utara. Kompleks pemakaman ini didirikan sejak tahun 1617. Menhir yang berdiri tegak di lokasi Kalimbuang Bori atau yang orang Toraja sebut sebagai Simbuang Batu mempunyai nilai yang kuat dalam tradisi masyarakat suku Toraja.
Kalimbuang Bori merupakan salah satu objek wisata yang sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia. Selanjutnya, kami menyambangi Tongkonan Ne' Gandeng.
Sekedar informasi, Tongkonan Ne' Gandeng merupakan sebuah museum dan dahulu pernah dijadikan lokasi prosesi pemakaman Ne' Gandeng. Ne' Gandeng merupakan seorang leluhur desa di Desa Palingi, Sa'dan Balusu.
Untuk mengenang jasa -- jasa beliau, dibangunlah Tongkonan Ne' Gandeng. Wisatawan bisa bebas mengambil foto baik di dalam maupun luar objek wisata, pemandangan yang ditawarkan di lokasi ini hamparan sawah yang indah dan juga perbukitan yang menghiasi indahnya Toraja.
Sebagai penutup, kami mengunjungi situs Goa Londa. Goa Londa merupakan situs pemakaman batu yang berada tidak jauh dari kota Rantepao. Didalam goa ini ada salah satu yang menarik perhatian saya, yaitu 'Kisah Romeo-Juliet' versi Toraja.
Ya, anda tidak salah membaca, kisah tersebut memang benar adanya. Menurut cerita masyarakat setempat, sepasang kekasih bernama Lobo dan Andui ini memilih mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di pohon yang sama karena hubungan mereka tidak direstui keluarga.
Hal ini disebabkan karena mereka masih dalam satu keluarga bangsawan dimana hal tersebut dilarang oleh suku tersebut. Pihak keluarga akhirnya sepakat untuk memakamkan keduanya di Goa Londa secara berdampingan dan kedua kepala tengkorak dikeluarkan didekat peti keduanya.
Tiket masuk Goa Londa dibanderol sekitar Rp10.000. Sayangnya, selama di Toraja, kami tidak menemukan upacara Rambu Solo yang sangat terkenal.
Walaupun begitu, saya dan teman -- teman tidak merasa kecewa dikarenakan wilayah Toraja merupakan tanah yang penuh dengan budaya yang unik dan menarik. Selesai menapaki Goa Londa, kami pun langsung menuju Makassar untuk pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H