Mohon tunggu...
Nature

Budidaya Tanaman Padi Menggunakan Sistem Tabela, Tapin, dan SRI

23 Januari 2019   10:28 Diperbarui: 23 Januari 2019   10:35 5003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.1.    Pengelolaan Air Pada Sistem Tanam Pindah 

          Pada proses tanam pindah atau tapin pengaturan air menyesuaikan dengan tahapan kegiatan budidaya padi (Sukisti, 2010). Penjabaran proses pengaturan air pada budidaya padi dengan sistem tapin yaitu:

  • Proses penyemaian benih. Pada saat penaburan benih di lahan semai, tanah diusahakan dalam keadaan lembab, tanaman padi jangan sampai tergenang air karena benih padi dapat membusuk. Pada waktu benih tumbuh, sedikit demisedikit air dialirkan ke petakkan, tinggi air sejalan dengan pertumbuhan padi.
  • Setelah padi dipindahkan ke lahan sawah, pengairan disesuaikan dengan keinginan petani. Umumnya menggunakan sistem pengairan tergenang terus menerus, namun disarankan untuk menggunakan sistem pengairan berselang (intermitten). Pengairan ini disebut juga pengairan basah-kering (PBK) atau Alternate Wetting and Drying (AWD), yaitu pengaturan air di lahan pada kondisi tergenang dan kering secara bergantian.

3.       System of Rice Intensification (SRI)

Budidaya padi pada metode SRI merupakan suatu metode untuk meningkatkan produktivitas padi beririgasi yang meliputi perubahan pengelolaan penanaman, tanah, air, dan nutrisi bila dibandingkan dengan cara konvensional. Budidaya padi menggunakan metode SRI dapat menghemat pemakaian benih, menghemat pemakaian air, menghindari stagnasi bibit, meningkatkan jumlah anakan, memperpendek umur panen serta meningkatkan produktivitas (Usman et al., 2014).

Menurut Adrianto et al. (2016), SRI merupakan teknologi budidaya alternatif yang berpeluang besar untuk dapat meningkatkan produktivitas padi sawah di Indonesia dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Penerapan SRI pada usahatani padi telah banyak dilakukan di Indonesia. Uji coba teknik SRI pertama kali dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat menghasilkan padi rata-rata 8,2 ton/ha.

Teknologi SRI bisa menjadi pilihan teknologi yang menarik dalam usahatani padi karena ada efisiensi penggunaan input benih dan penghematan air serta mendorong penggunaan pupuk organik. Dengan demikian bisa menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik. Dalam penerapan SRI ada beberapa komponen penting yaitu: (1) bibit dipindah lapangan lebih awal, yakni pada saat bibit berumur 8-15 hari, (2) bibit ditanam satu bibit per lobang tanam, (3) jarak tanam yang lebar, yakni mencapai 25 cm x 25 cm bahkan lebih, (4) kondisi tanah tetap lembab tapi tidak berair, dan (5) menggunakan bahan organik sehingga akan memperbaiki struktur tanah.

Menurut Nursinah dan Taryadi (2009), hal mendasar yang membedakan antara budidaya padi biasa dengan budidaya padi sistem SRI terletak pada pengelolaan tanah, pembenihan, penyemaian dan penanaman. Pengolahan tanah dilakukan dengan pengolahan tanah lengkap yaitu pembajakan, penggaruan dan perataan. Pada saat penggaruan, sekaligus dilakukan penaburan pupuk dengan  kondisi tanah dalam keadaan basah, dan tidak usah digenangi air. Tujuan dari tanah yang tidak digenangi air adalah agar pupuk organik lebih cepat diserap oleh tanh dan juga untuk menyediakan kadar oksigen lebih banyak di dalam tanah.

Sistem SRI memperlakukan penyemaian pada benih dengan membuat wadah yang diisi tanah yang sudah dicampur pupuk organik dengan perbandingan pupuk dan tanah 1:1. Sebelum wadah itu diisi tanah pada bagian bawah dilapisi daun pisang, hal ini dimaksudkan supaya tanah tidak terlalu poros. Setelah wadah siap untuk dilakukan penyemaian, benih yang sudah diseleksi dan direndam segera ditanam. Untuk setiap wadah berisi 200-300 benih dan diupayakan jangan terlalu banyak. Setelah itu benih yang ditanam dilapisi dengan tanah tipis yang sudah dicapur pupuk organik. Setiap hari penyemaian disiram dan persemaian disimpan ditempat yang aman (dipekarangan rumah) dan terlindungi dari radiasi matahari berlebih. Bibit yang telah berumur 15 hari kemudian dipindahkan ke lahan sawah dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm. Hasil produksi produksi padi yang menerapkan cara bertani padi SRI mencapai 7,5 ton dan bahkan ada yang sampai 12 ton untuk satu hektar lahan.

Keuntungan menerapkan sistem SRI pada budidaya padi antara lain:

  • Lebih hemat air, karena tanah tidak lagi digenagi air. Hal ini sangat membantu bagi petani di daerah yang lahannya kekurangan air.
  • Lebih hemat benih, karena dari kebutuhan benih yang tadinya setiap lobang tanam bisa 3-5 bibit maka pada cara SRI yang hanya 1 untuk satu lobang tanam akan menghemat benih sekitar 17 kg/hektar.
  • Lebih hemat pupuk organik. Bila pada bertani organik biasa pupuk akan mengalami penyusutan sehingga diperlukan pupuk susulan yang banyak. Pada cara SRI pupuk akan lebih mudah diserap oleh tanah dan kebutuhannya tidak terlalu banyak.
  • Tidak terlalu sering melakukan penyiangan.

Referensi

Adrianto, J., Harianto., dan Hutagaol, M. P., 2016. Peningkatan Produksi Padi Melalui Penerapan Sri (System Of Rice Intensification) di Kabupaten Solok Selatan. Jurnal Agribisnis Indonesia. 4(2), 107-122.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun