Mohon tunggu...
Riza Novara
Riza Novara Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta, dosen, penikmat sosial, musik, dan film

pengamat sosial, musik, dan film

Selanjutnya

Tutup

Bola

Lebih Palestina Daripada Palestina

3 April 2023   12:25 Diperbarui: 3 April 2023   12:31 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pupus sudah asa sejumlah anak bangsa untuk berlaga di event dunia

Pupus sudah kesempatan bagi sejumlah anak bangsa untuk bisa menampilkan kemampuannya di depan para pelatih dunia

Pupus sudah kesempatan bangsa ini untuk menikmati perhelatan dunia bola di rumah sendiri

Pupus sudah kesempatan bangsa ini untuk "menjual" keindahan Indonesia ke dunia

Pupus sudah industri pariwisata Indonesia untuk menikmati sedikit peluang ekonomi di tengah waktu yang katanya sedang memasuki tahun resesi

Pupus sudah harapan sejumlah pengusaha UMKM untuk menghela nafas bisnisnya melalui usaha cenderamata pada even tersebut

Dan pastinya banyak hal lain yang menjadi hilang sehubungan dengan pembatalan yang dilakukan oleh FIFA sehubungan dengan Keputusan Indonesia menjadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20.

Perjuangan untuk mendapatkan keputusan penyelenggaraan Piala Dunia U-20 bukanlah sebuah urusan yang mudah, dan perjuangan ini sudah dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Kementrian terkait dan tentunya PSSI sejak Oktober 2019.

Pihak yang paling merasakan pembatalan ini sebagai sebuah pukulan yang sangat telak adalah para anak muda bangsa ini yang sudah terpilih, yang sudah berlatih, yang sudah mempersiapkan semuanya. Pastinya tidak mudah bagi para pemain Tim Nasional U-20 untuk melupakan hal ini, mengubur asa untuk bisa bertanding di even dunia ini. Entah kapan peluang ini bisa terjadi lagi.

Sementara itu menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, negara mengalami potensi kerugian sebesar 3,7 triliun rupiah dari 2 juta wisatawan mancanegara yang diperkirakan akan membanjiri Indonesia. Kerugian tersebut belum termasuk investasi dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mempersiapkan stadion, persiapan pemain dan lain-lainnya yang konon mencapai 500 milyar sendiri. Potensi pendapatan devisa yang hilang tersebut bukanlah angka kecil, di saat kondisi ekonomi yang sedang tidak baik ini.

Terlalu banyak apabila dibahas satu persatu mengenai berapa banyak kerugian dan potensi yang hilang karena pembatalan ini. Sekarang pertanyaannya adalah:

Mengapa sampai FIFA membatalkan penetapan Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan pada Mei 2023 ini?

Fakta yang ada adalah sebagai berikut:

Pertama, ada 2 orang pejabat pemerintahan daerah menyatakan penolakkannya terhadap tim dari Israel yang akan berlaga di Piala Dunia U-20 tersebut. Yang satu dengan jelas menolak melalui sebuah surat resmi, dan satunya hanya melalui lisan saja.

Kedua, ada sejumlah organisasi yang juga menolak kehadiran salah tim dari Israel yang akan berlaga.

Ketiga, FIFA mengeluarkan surat dan pernyataan resmi yang membatalkan keputusan Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Piala Dunia U-20 tahun 2023.

Keempat, Pembatalan keputusan tempat penyelenggaraan di Indonesia ini berdampak langsung terhadap keikut sertaan Tim Nasional Indonesia di ajang yang bergengsi ini, dimana Tim Nasional Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam kejuaraan dunia ini.

Ada banyak analisis mengenai apa penyebab pembatalan tersebut berikut dengan skenario yang mungkin saja terjadi:

Penolakan dari dua orang pejabat pemerintahan daerah (dan organisasi masyarakat) telah membuat FIFA tidak nyaman dan membuat keraguan tersendiri atas keamanan dan stabilitas di Indonesia kalau penyelenggaraan tetap dilakukan di Indonesia.

Pembatalan ini merupakan hukuman bagi Indonesia yang "kemungkinan" dinilai tidak serius dalam pengusutan Tragedi Kanjuruhan yang terjadi beberapa waktu lalu.

Dan banyak skenario lainnya yang berkembang di masyarakat berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.

Bisa saja yang terjadi adalah merupakan kombinasi dari beberapa skenario tersebut dan jawaban pastinya ada di kepala Presiden FIFA. Hanya dia yang dengan pasti dapat menjawab pertanyaan besar diatas tadi, Mengapa FIFA membatalkan acara ini di Indonesia. Dan kita tidak perlu berandai andai mengenai apa penyebabnya.

Penolakkan terhadap kehadiran tim nasional Israel menjadi sebuah sorotan tersendiri dalam hal ini. Adalah sesuatu yang mulia ketika kita berkomitmen terhadap perjuangan Palestina, tapi ketika kemudian ini harus berhadapan dengan kepentingan negeri sendiri, mana yang harus dipilih? Apalagi sangat jelas konfirmasi resmi dari Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun bahwa: "Keikut sertaan masing-masing negara dalam event ini tidak ada kaitannya dengan suka atau tidak suka dengan suatu negara karena setiap negara ikut serta sebagai bagian dari kompetisi yang berjalan sesuai aturan yang berlaku. 

Dukungan Indonesia kepada Palestina tidak akan berubah meskipun mengizinkan Israel datang ke tanah air. Indonesia disebut selalu konsisten dan teguh dalam mendukung isu Palestina baik dalam berbagai forum regional, bilateral, maupun multilateral".

Akan sangat berbeda kondisinya apabila ada permintaan dari Palestina untuk menolak tim Israel sebagai bentuk keberpihakan bangsa Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina. Hal itupun harus dipertimbangkan mana kepentingan yang harus dipertaruhkan. Apakah kita terus berjalan karena ada kepentingan besar bangsa ini, atau tetap berkomitmen memenuhi permintaan Palestina. Tapi setidaknya ada alasan yang sangat kuat dalam kasus ini.

Tapi kan kondisinya tidak seperti itu.

Kalau memang komitmen kita sangat tinggi terhadap bangsa Palestina ini, mengapa Ketua DPR RI Puan Maharani (yang jelas berasal dari satu partai yang sama) bisa menerima kehadiran Parlemen Israel di Bali pada tahun 2022 lalu?

Pertanyaan selanjutnya adalah

Apakah "pantas" atau "memungkinkan" atau "diperbolehkan" seorang (atau beberapa orang) yang menjabat sebagai pimpinan daerah untuk "menolak" keputusan negara (Presiden) khususnya yang berkaitan dengan kedudukan Indonesia di mata dunia?

Sebagai orang awam, saya menilai bahwa segala hal yang terkait dengan hubungan Indonesia dengan negara lain sepatutnya adalah kewenangan Pemerintah Republik Indonesia, bukan Pemerintah Propinsi, Kabupaten, Kota apalagi Kecamatan. Sudah ada kementrian yang khusus melakukan tugasnya untuk menjalin atau menganalisa atau memberikan masukan kepada Presiden mengenai posisi Indonesia di mata Internasional, yaitu Kementrian Luar Negeri. Sementara di Propinsi, Kabupaten dan Kota, kita juga tidak menemui keberadaan Dinas Luar Negeri.

Disamping itu rasanya jelas tercantum di Undang-Undang bahwa:

  • Urusan pemerintahan absolut (salah satunya adalah politik luar negeri) adalah sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
  • Pemerintah Daerah adalah merupakan kepanjangan tangan dari Pemerintah Pusat

Jadi seharusnya bagaimana sikap Indonesia terhadap negara lain adalah kewenangan Pemerintah Pusat (dalam hal ini adalah Presiden), sebagai gubernur, bupati atau walikota tidak mempunyai kewenangan terhadap hal ini. Dan kalau sesungguhnya ada partai yang berkeberatan dengan kehadiran Tim Nasional Israel di perhelatan dunia ini, apakah bukannya lebih tepat apabila hal tersebut disalurkan melalui DPR?

Pemerintah Daerah seharusnya menyerahkan sepenuhnya kepercayaan terhadap sikap dan kebijakan terhadap posisi Indonesia terhadap dunia Internasional kepada Pemerintah Pusat. Sekali lagi Pemerintah Daerah TIDAK mempunyai kewenangan terhadap hal ini.

Dengan adanya sikap dari kedua Pimpinan Daerah ini, menimbulkan kesan adanya ketidakpercayaan terhadap sikap dan kebijaksanaan yang diambil oleh Presiden dan seolah-olah mempertanyakan komitmen Presiden terhadap kepentingan Palestina.

Ini adalah sesuatu yang sangat perlu diluruskan kembali, bagaimana kewenangan para pejabat terhadap hal-hal seperti ini. Karena kalau benar ini merupakan pelanggaran, harus ditegaskan agar hal-hal seperti ini tidak terulang kembali di masa mendatang.

Apa yang terjadi ini jelas mempermalukan bangsa kita, bagaimana bisa sesuatu Keputusan yang sudah diambil oleh Presiden terkait sesuatu yang sifatnya Internasional, kemudian ditolak oleh Gubernur.

Dan sepertinya kedua Pimpinan Daerah ini telah "offside".

Sungguh tidak masuk akal.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun