Mohon tunggu...
Riza Almanfaluthi
Riza Almanfaluthi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

hamba Allah, abdi negara, penulis, blogger, rizaalmanfaluthi.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Gagal

12 Juni 2011   05:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:35 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ada huruf yang gagal menjadi kata

ada kata yang gagal menjadi kalimat

ada kalimat yang gagal menjadi alinea

ada alinea yang gagal menjadi puisi, prosa,

dongeng dan seribu ucap

dari mulut-mulut lancang

berbusa dan penuh dusta

di akhir malam

makanya aku menjadi gagu

lalu aku sobek pagi dan keheningannya

dengan meminum seribu tetes embun yang tersaji

di daun-daun pohon rambutan dan rumput-rumput tetangga

menaruh butiran cahaya di atas kepala

dan hangatnya terasa di ubun-ubun

hingga menembusnya dalam-dalam

lalu aku kehilangan memori tentangmu

padahal sudah berbilang waktu

aku menaruh jariku di atas bak tinta biru dan kertas putih

bertuliskan statemen-statemen lara

kalau aku tiada daya menjadi amnesia

tapi kau tetap memaksaku

dengan kata yang menjadi cambuk

mendera punggung

sakitnya tiada terkira

kala itu di atas roda-roda baja

yang berputartak pernah bosan

kecuali masinisnya yang punya kemauan

dan sepasang rel yang enggan

untuk berpisah 1 senti pun

aku terhenyak memejamkan mata

dan menaruh kepala di jendela

mengusir setiap warna dan benang

yang terpilin menjadi kain yang kau pakai saat itu

mengusir setiap uluran sendok dan garpu

ditambah dentingannyayang mengamuk

setiap rintihan angin yang menggigit-gigit kuduk

dan setiap irama yang kau perdengarkan

atau bola mata yang terkesiap ke atas

saat kau tertawa

dan aku tetap tak bisa menjadi orang gila

yang berpura-pura gila, setengah gila

atau gila yang nol

dan bagaimana aku bisa menjadi abai

untuk tiga huruf k a u

ketika aku mencoba menghitung debitair Pesanggrahan

yang mengalir di depan rumah

lagi-lagi banyak yang terkirim kepadaku

kata-kata dan gambar-gambar serupa sajak-sajak

di dhuha yang meronta-ronta

sejak itu aku menjadi tawananmu

dalam penjara tarik ulur

dan ketika kau buka pintu gerbangnya

aku tak mau keluar

karena aku adalah pesakitan seumur hidupku yang renta

ada yang gagal menjadi satu huruf pun

detik ini

untuk menjadi lupa

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

06.53 12 Juni 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun