Mohon tunggu...
Arisman Riyardi
Arisman Riyardi Mohon Tunggu... Lainnya - its me! hey...

Jika anda berfikir disini terlalu sunyi, yuk ke www.riyardiarisman.com !

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Saya dan Film Indonesia

11 Agustus 2019   18:05 Diperbarui: 11 Agustus 2019   18:33 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Senin menjadi hari yang selalu saya nantikan. Meskipun lelah dengan upacara sekolah, saya anggap itu sebagai cobaan sebelum akhirnya melakukan kegiatan yang saya sukai, yaitu menonton film. 

Anak 90an pasti tahu istilah 'Nomat' alias nonton hemat yang selalu ada tiap Senin. Itulah alasan saya dulu sebagai pelajar suka sekali hari senin, hingga berakhir menjadi hobi, dan membuat saya berada pada posisi saat ini. Saya tak tahu apa jadinya saya jika tak suka menonton film di bioskop saat itu.

Time flies but memories stay. Tak ada lagi kaca hitam yang membuat saya harus mengintip jadwal film, atau berebut masuk untuk antri membeli tiket. 

Saya ingat waktu pemutaran perdana film Apa Artinya Cinta di 21 Depok, saya menjadi tumbal untuk antri, dan seketika terdengar suara kaca pecah di belakang saya karena tertekan banyak orang. Horor seketika. Apalagi dulu bioskop lampunya masih reman-remang, lengkap sudah, untuk filmnya cinta-cintaan bukan horor.

Tak kapok sama sekali. Saya justru semakin senang menonton film, bahkan menjadi bioskop sebagai tempat pelarian kalau lagi bosen di rumah atau cabut sekolah meskipun harus kucing-kucingan sama satpam karena dulu ada peraturan anak berseragam sekolah tak boleh masuk mal.

Apa yang saya dapat ketika nonton film di bioskop?

Dulu saya tak tahu kalau menonton film di bioskop artinya mendukung film tersebut, saya tak peduli dengan profit yang film itu dapatkan, jumlah penonton, bahkan siapa pemainnya. 

Saya benar-benar hanya menikmati dan tertarik dengan judulnya, terlebih ketika lampu mulai padam dan layar mulai menarik perhatian. Saya seperti anak bayi yang hanya fokus pada dua warna, hitam untuk kegalapan dan putih untuk layar.

Pada akhirnya hanya ada dua pilihan, saya suka dan sangat menikmati film tersebut atau saya kesal dan merasa bodoh membuang uang jajan untuk nonton film tersebut. Yang kemudian saya utarakan kepada teman-teman. 

Maklum dulu belum ada sosmed, haha. Bisa dibilang saat itu saya bodoh, hanya anak kecil yang mencari kesenangan semata dengan melihat sebuah imajinasi yang divisualisasikan. Tapi saya suka akan kebodohan yang saya lakukan.

Seiring berjalannya waktu saya semakin selektif. Saya sadar menonton film bukan soal hiburan semata tapi juga media pembelajaran dengan memilih film yang tepat. Meskipun keterbatasan ngepoin film hanya melihat detail poster dan pemain, saya merasa sudah naik tingkat dan mampu memilih tontonan sehingga kalau jelek enggak rugi-rugi amat.

Saya pun mulai mengenal twitter dan FB, yang menjadi pelampiasan saya ketika mengutarakan pendapat soal film yang baru saja saya tonton. 

Menyenangkan sekali kala itu, berusaha berpendapat sebagai penikmat film. 2016 saya mengenal yang namanya blog, dan akhirnya tulisan yang bisa disebut 'review film' resmi saya buat di sana. 

Mulai dari film Super Didi, Mars, Untuk Angeline, Jilbab Traveler dan masih banyak lagi, bisa kalian cek di www.riyardiarisman.com, tempat saya mencoba berpendapat setelah menonton film. Sejak saat itu, saya semakin giat. Awal di mana saya percaya pekerjaan yang paling menyenangkan di dunia adalah hobi yang dibayar.

Film Indonesia Saat ini?

Saya semakin bangga menjadi bagian dari film Indonesia. Saya sudah sadar penonton adalah hal penting untuk industri ini. Tapi saya juga harus pintar seiring perkembangan zaman yang menyajikan banyak kemudahan. Mulai dari pembelian tiket yang enggak perlu antri, sinopsis film yang mudah sekali didapatkan, hingga tanggung jawab saya sebagai penonton untuk tidak merekam saat film berlangsung dan menjaga kebersihan bioskop. Simplenya demikian.

Para sineas film Indonesia juga semakin pintar, bukan hanya melihat pasar tapi juga menciptakan pasar untuk karyanya. Juga bukan rahasia lagi kalau film-film tanah air semakin berkembang, tema yang semakin banyak dan kualitas yang tak kalah dengan film-film luar. Sejujurnya, kalau ditanya tentang film Indonesia saya pasti bingung, karena film adalah media yang mengajarkan saya untuk melihat dari banyak sisi. Saya bisa bilang film ini bagus, tapi bagus dari sisi apa adalah hal yang harus saya tegaskan.

Saya mendapatkan banyak pengetahuan dari sebuah film, yang awalnya tak tahu jadi tahu, yang awalnya tak peduli jadi peduli. Bahkan ada saat saya sampai di titik menjadikan film sebagai award untuk sebuah pekerjaan yang saya lakukan, memberikan pikiran saya makanan setelah bekerja keras, sebuah hiburan yang menghidupkan imajinasi. 

Terlebih ketika saya mendapatkan kursi A yang sebelahnya colokan. Surga menonton film semakin saya rasakan. Oh iya, beberapa segi teknis film seperti pergerakan kamera, sudut pengambilan gambar, hingga penyisipan lagu juga menjadi inspirasi untuk saya membuat vlog, atau konten video lainnya. 

Pada akhirnya, film Indonesia bisa dikatakan bagus ketika kita menontonnya, bukan soal dukungan semata tapi pembuktian yang membuka mata kita akan tujuan dari film itu dibuat. #TantanganKomik #Jelajahdannobarmaraton

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun