Mohon tunggu...
Riyanto
Riyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pamulang

Tidak ada yang tidak mungkin, lakukan saja !

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

UMP Naik 1,09% Kegaduhan Pengupahan Kembali Terjadi!

27 November 2021   07:15 Diperbarui: 27 November 2021   07:25 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengumumkan rata-rata kenaikan dari Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 sebesar 1,09 %. Sementara tuntutan dari asosiasi serikat buruh yang berharap dan meminta 10%. Dengan demikian harapan dan kenyataan upah di ibaratkan 1 banding 10. Namun, Kemnaker mengatakan bahwa angka pastinya besaran upah itu berbeda-beda di masing-masing provinsi. Sebab, nanti gubernur yang akan menyesuaikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. ( Sumber : https://cnnindonesia.com ).

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ibu Ida Fauziyah mengatakan bahwa upah minimum adalah jaring pengaman upah terendah yang dibayarkan oleh pengusaha bagi pekerja maksimal 12 bulan atau 1 tahun. Setelah masa kerja satu tahun maka pembayaran upah menurut struktur skala upah di masing-masing perusahaan. Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja 2021 diaturlah formulasi perhitungan upah minimum yang baru. Filosofi formula upah minimum adalah 1.) Memacu pertumbuhan upah minimum di wilayah yang capaian upah minimunya relatif lebih rending dibandingkan dengan rata-rata konsumsi diwilayah tersebut, dan 2.) Menahan laju pertumbuhan upah minimum diwilayah wilayah yang capaian upah minimunya sudah relatif tinggi dibandingkan dengan rata-rata konsumsi di wilayah tersebut.

Buruh tentu banyak yang menolak dengan keputusan yang diberikan oleh pemerintah tersebut, Dimana dapat dilihat diatas bagaimana rata-rata konsumsi di wilayah tersebut akan meningkat? Jika penghasilanya saja masih pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah pandemi seperti ini. Sementara pendapatan yang di dapat oleh buruh itu kan untuk kebutuhan keluarga. Pendapatan buruh tentunya dapat meningkatkan semangat bekerja yang dapat menunjang produktifitas dalam bekerja. Jika buruh mendapat upah yang relatif rendah tentunya produktifitas buruh dalam bekerja juga rendah.

Menurut Bapak Winarso selaku Ketua KSPI DKI Jakarta, bahwa DKI Jakarta sangatsangat keberatan dengan kenaikan UMP yang hanya sekitar satu persen. Beliau mengatakan bahwa angka tersebut tidaklah rasional karena selain kita ditimpa pandemi, KSPI juga sudah mempunyai hasil survei KHL juga, artinya angka kebutuhan di DKI itu di atas 7 sampai 10 persen dan itu adalah sebuah pemenuhan kebutuhan hidup yang layak ketika memang pemerintah hadir disitu untuk para buruh yang bekerja di DKI Jakarta.

Dengan kenaikan yang ditetapkan pemerintah hanya sekitar 1,09 % dan jika di rata-ratakan dengan UMP sekarang di DKI Jakarta itu hanya kisaran 13 ribu rupiah saja kenaikanya. Tentu akan membuat banyak buruh yang berteriak dan buka suara dengan kebutuhan yang terus bertambah naik. Berbeda dengan suara yang diberikan oleh pengusaha tentunya banyak yang setuju terhadap pernyataan itu.

Pengusaha pastinya sangat setuju dengan pemerintah mengingat di tengah pandemi banyak pengusaha yang tertekan dan meminta buruh bisa menerima dengan rencana kenaikan UMP yang rata-rata kisaran 1% . Pengusaha juga berharap buruh mengikuti aturan dan kebijakan yang telah diberikan oleh pemerintah, memang kondisi ekonomi saat ini masih belum stabil dan sudah merangkak naik untuk tumbuh ke atas serta perkembangan ekonomi kedepan juga akan semakin membaik.

Lalu mengapa? Setiap tahun selalu saja ada carut-marut mengenai pengupahan yang di tetapkan oleh pemerintah sehingga membuat kegaduhan antara serikat buruh dengan pemerintah yang setiap tahun masih belum merasa puas dengan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Seharusnya pemerintah juga bisa ngambil jalan tengah supaya tidak ada benturan antara pengusaha dengan pekerja di kala momentum seperti UMP yang setiap tahun selalu menjadi polemik buruh dengan pemerintah. Padahal jika pemerintah menaikan UMP kisaran 5 % seharusnya para pengusaha tidak keberatan dan pemerintah seharusnya juga mensetujui. Dan jangan karena di situasi di tengah pandemi covid jangan dijadikan sesuatu yang dibesar-besarkan, pemerintah diharapkan menyelesaikan membuat regulasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut yang hampir setiap tahun selalu ada carut-marut mengenai upah minimu bagi para buruh.

Seharusnya para pengusaha, pemerintah dan serikat buruh diajak berbicara dan berdiskusi untuk mencari titik tengah, jika memang dengan kenaikan kisaran 1% masih bermasalah cari solusinya terlebih dahulu , mungkin dengan kisaran 5% sampai 7%.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun