Mohon tunggu...
Riyan NandaKusuma
Riyan NandaKusuma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemikir Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Bid'ah dengan Panduan Hadis Nabi

30 Oktober 2022   21:47 Diperbarui: 30 Oktober 2022   22:08 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Memahami konsep bid'ah dalam islam.

Perbedaan konsep dalam memahami bid'ah merupakan tonggak awal mula perbedaan maksud apa itu yang dimaksud bid'ah. Karena ada yang mengatakan bid'ah merupakan segala sesuatu yang tidak ada pada zaman nabi maka hal tersebut adalah bid'ah. Tapi hemat saya bid'ah ada sesuatu yang tidak ada pada zaman nabi dalam koridor peribadatan. 

Hal tersebut senada dengan beberapa pendapat ulama diantaranya Ibnu Rajab Al Hanbali yang mengatakan "Apa yang diadakan tidak ada asalnya atau sumbernya dalam syariat yang menujukkan hukumnya, adapun bila ada sumbernya dalam syariat yang menunjukkan keberadaan hukumnya maka bukan bid'ah, walaupun secara bahasa disebut bid'ah". Hal tersebut ada dalam kitabnya yang berjudul Jami'ul Wal Hikam Hal. 160. Lalu pendapat Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan  "Semua sesuatu yang diadakan atau diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya, yang terjadi dalam syariat, kebalikan dari "sunnah", maka hukumnya tercela" disebutkan dalam kitabnya Fathu Al-Bari, vol. 05, hal 156.

Banyak digaungkan hadist yang memiliki arti setiap perbuatan bid'ah itu dhalalah, dan setiap perbuatan dhalalah itu didalam neraka, dari hadist tersebut kita bisa lihat bilamana kita tidak bisa memahami hadist tersebut seakan-akan hanya ada bid'ah yang sesat. Padahal dari hadist tersebut juga menunjukkan bahwasanya bid'ah itu mempunyai sifat baik dan buruk. 

Tetapi para kaum terjemah tekstual hanya akan menemukan bahwasannya bid'ah itu berkonotasi jelek. Karena tidak menggunakan ilmu kebahasaan dengan baik dan lengkap, maka akan terjadi kesalahan pemahaman akan teks tersebut, sehingga menyebabkan perbedaan dalam memahami dan mengamalkan hadis tersebut. 

Hadist tersebut tercantum dalam beberapa kitab hadist. Hadist tersebut memiliki lafaz dari Shahih Muslim. (HR. Muslim No 1435, Abu Daud No 453, Tirmizi No 2601, Ahmad No 13815 Darimi No 208, Ibnu Majah No 45, An-Nasai No 1560). Hadist ini shahih yang menurut Imam Al-Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan An-Nasa'i.

Hadist diatas merupakan hadist yang berisikan kalam yang berbentuk kalam ijaz yang memiliki makna lebih luas dari pada apa yang diucapkan. Pada hadist itu juga terdapat kalimah kullun yang diidhafahkan dengan kalimah bid'ah yang berupa isim nakirah, maka faidah dari kalimah kullun di atas merupakan kullun dengan makna sebagian, bukan kull dengan makna keseluruhan. Pada kalimah bid'ah juga tidak menyebutkan mausufnya, masuk pada bab hadf dalam Ilmu Balaghah yang dimana sifat dari bid'ah ini ada yang baik ada yang buruk, karena tidak menyebutkan sifat dari kata bendanya.

Lalu sampai batas mana bid'ah itu dapat dikatakan baik atau buruk? Bid'ah dapat dikatakan buruk bilamana dia telah menabrak koridor syariat islam yang ada. Ibadah mahdhoh misalnya yang bersifat teo-sentris yang memiliki peraturan-peraturan yang rigid. Pada saat kita mengganti peraturan peribadatan tersebut maka anda telah menabrak koridor syariat.

Contoh lainnya lagi yakni mengadakan sholat dhuhur setelah sholat jumat tanpa alasan yang jelas. Itu merupakan suatu bentuk bid'ah sayyi'ah yang tidak boleh dilakukan. Karena disini sudah jelas menubruk koridor syariat dimana sholat jumat yang berupa ibadah mahdhoh yang telah menggugurkan sholat dhuhur tapi di ulangi dengan sholat dhuhur yang konotasinya ibadah mahdhoh juga. Terkecuali bila mana syarat sah jum'atnya tidak tercukupi maka harus mengulang atau menggantinya dengan sholat dhuhur.

Berbeda halnya dengan ibadah mahdhoh yang rigid. Ibadah muammalah yang bersifat antropo-sentris, disini memiliki keluwesan dalam melaksanakannya. Karena memang tidak ada aturan aturan rigid yang membatasi dalam mengamalkannya, sehingga pembatasan bid'ah pada ibadah muammalah sangat sedikit karena ibadah ini bisa mengakulturasi pada budaya masyarakat setempat.

Contoh ibadah muammalah yakni tahlilan yang sudah mengakulturasi pada sebagian masyarakat umat islam Indonesia. Pengalturasian budaya tersebut ada yang menyebutkan pergeseran kebudayaan Hindu-Budha yang menyebabkan hal ini menjadi salah. Tetapi menurut Gus Muwafiq dahulunya sebelum berganti menjadi tahlilan itu merupakan budaya jahiliyah masyarakat Jawa, lalu di sesuaikan dengan datangnya Islam diganti dengan budaya yang sesuai dengan syariat islam. Pada hal ini hemat saya tahlilan tidak termasuk bid'ah sayyi'ah dan tidak menyerupai peribadatan agama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun