Mohon tunggu...
Riyani Elfahmi
Riyani Elfahmi Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

IRT yang terus belajar menyukai dunia anak-anak, pengasuhan, & pernikahan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Biasa Akan Jadi Kebiasaan

8 Maret 2015   11:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:59 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14257852431622978472

Jakarta macet, memang pemandangan biasa. Melihat dari layar kaca dengan mengalami langsung, namanya macet, tetap sama saja keadaannya. Membosankan, dan membuat pengendara stres jika tidak bisa bersabar. It's ok lah... Namanya kota besar dengan jumlah kendaraan yang banyak, macet mungkin bisa dimaklumi, meski sebetulnya bisa saja hal itu dihindari. Lalu bagaimana dengan banyaknya pelanggaran lalulintas?

Pertama kali masuk kota Jakarta, sekitar setahun yang lalu, saya terheran-heran dan terkaget-kaget dengan suasana lalulintasnya. Banyak angkot yang parkir seenaknya. Yang paling menjengkelkan, ketika ada angkot mendahului dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba berhenti di depan kendaraan kami. (Hmm, memang dibutuhkan konsentrasi tinggi dan kewaspadaan ekstra saat berkendara ya!) Tapi, namanya kendaraan umum, mungkin sudah biasa melakukan pelanggaran di jalan raya. Tengok saja, jelas-jelas ada rambu "S coret", ada saja angkot yang dengan santai berhenti di sampingnya.

Bagaimana kalau yang melanggar kendaraan pribadi? Seperti yang kami alami semalam, sepulang dari blok M. Jalan menuju perempatan Jl. Radio Dalam cukup ramai, jadi mesti pelan-pelan dan hati-hati. Begitu tiba di perempatan menjelang Jl. Radio Dalam, mobil bergerak tersendat. Mobil yang kami tumpangi berada di urutan kedua sebelum garis putih, saat lampu sudah berubah merah. Mobil yang di depan kami memilih untuk terus bergerak mengikuti mobil di depannya. (Mungkin pengendara mobil itu merasa seharusnya dia masih bisa jalan seandainya arus lalulintas lancar, hehe...) Dan seperti biasanya, saya meminta suami untuk tidak mengikuti mobil itu dan memilih berhenti, menghindari kemacetan lebih parah yang biasa terjadi di persimpangan.

Posisi di Jl. Ahmad Dahlan, menuju Jl. Radio Dalam

Tiba-tiba, ada mobil yang bergerak di sisi kanan kami. Rupanya mobil itu bermaksud untuk mendahului dan menerobos lampu merah. Mungkin pengendara mobil itu juga kesal karena mobil kami berhenti. Namun akhirnya mobil itu terpaksa berhenti di sisi kanan depan mobil kami, karena kendaraan lain yang mendapat giliran jalan sudah mulai bergerak.

Ooo, kalau mobil itu di posisi kami, jalan terus masih "gimana" ya.  Tapi ya, lihat-lihat keadaan sekitar juga lah... Kalau di persimpangan yang sepi, menerobos lampu merah yang barusaja menyala mungkin masih "bisa" ditolerir. Meski tetap saja menerobos lampu merah itu adalah pelanggaran. Namun sepertinya sudah jadi slogan di negeri ini ketika mendapati traffic light, lampu hijau jalan terus, lampu kuning jalan terus dengan dipercepat, lampu merah jadinya semakin cepat. (Hahaha...)

Beberapa kali kami mendapati pelanggaran-pelanggaran "kecil" seperti itu. Pada kejadian semalam, dari plat nomernya, mungkin pengendaranya bukan orang "biasa", karena nomernya juga tidak "biasa". Dan mungkin juga dia orang kaya, sehingga bukan masalah kalau hanya melakukan pelanggaran lalulintas. Kena tilang, kehilangan uang Rp.200.000,- hingga sejuta mungkin tidak akan ada artinya. Ada kemungkinan juga, yang berani ambil resiko melanggar itu adalah oknum petugas lalulintas dan anggota keluarganya. Jadi misalnya pas kena tilang, paling-paling kan tidak perlu membayar. (Budaya tidak baik, jangan ditiru ya...)

Dari pengamatan saya, pelanggaran biasanya banyak terjadi di tempat-tempat yang tidak pernah dijaga polantas. Atau, ada petugas lalulintas, namun tidak pernah memberi peringatan kepada pemakai jalan saat terjadi pelanggaran.

Seringnya kami menempuh perjalanan darat Jakarta-Jawa Timur, membuat kami mengenal bagaimana pengawasan petugas lalulintas terhadap pelanggaran yang terjadi di jalan raya di beberapa daerah. Kota Solo misalnya. Mungkin sedikit sekali pengendara yang punya nyali untuk menerobos lampu merah. Karena petugas yang berjaga di pos polisi benar-benar mengawasi kendaraan yang lalu lalang melintasi daerah persimpangan. Sehingga saat mendapati traffic light, pengendara benar-benar hati-hati dan awas dalam memperhatikan lampu. Begitu pula terhadap rambu-rambu lalulintas lainnya.

Hmm, mungkin sudah waktunya polantas di Jakarta menjaga dan mengawasi lalulintas, minimal seperti polantas yang ada di Solo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun