Mohon tunggu...
Riyandi Joshua
Riyandi Joshua Mohon Tunggu... Auditor - a monochromepreneur

Seorang auditor merangkap naratulis paruh waktu pada pelbagai media penulisan. Mengabadikan objek dalam goresan pensil, memutar sendi rubik, dan memetik beberapa lagu merupakan kegiatan sampingannya. Mulai menyukai dunia fotografi dengan konsep monokrom dan ingin dikenal sebagai "Monochromepreneur". Menaruh karya komersil di etalase toko buku merupakan impian sampingan yang tengah diusahakannya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Stasiun Jakarta Kota

2 Desember 2020   10:34 Diperbarui: 2 Desember 2020   10:41 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Jakarta Kota

Pisah kita menuju temu tatkala sore membakar kulit.

Di ujung peron lima, aku tenggelam dalam danau manusia. Tak terlalu ramai memang untuk disebut lautan manusia.

Banyak pertemuan yang telah disaksikan oleh stasiun ini. Pertemuan kita salah satunya.

Kereta tujuan Jakarta tiba. Dari balik pintu kereta komuter, kau muncul dengan sedikit tergopoh.

"Hampir saja telat," katamu.

"Yuk," sambutku.

Kota Tua dan Museum Bank Mandiri menjadi destinasi yang telah kita janjikan untuk kunjungi sejak lama. Sebuah sudut kota yang umum sekali dijadikan tempat menghabiskan akhir pekan oleh keluarga, pasangan, bahkan mereka yang sudah seperti pasangan.

Jujur saja, tidak ada yang istimewa dari Kota Tua sore itu.

Kalaupun ada, maka satu-satunya yang istimewa adalah kau.

Ibarat Hukum Newton, aksi-reaksi :

"Jika ada aksi, maka ada reaksi".

Jika ada kau, maka ada saja memori yang terpatri. Entah manis ataupun pahit.

Tanpa terasa, temaram menghampiri kita ketika letih berkeliling. Stasiun Kota menjadi titik bifurkasi malam itu. Tepat di ujung peron lima, temu kita kembali menuju pisah.

Banyak perpisahan yang telah disaksikan oleh stasiun ini. Perpisahan kita salah satunya.

Keretamu tiba tatkala kau tengah sibuk mengunyah cilok panas yang akhirnya kau sodorkan padaku ---karena di kereta tak diperbolehkan mengonsumsi makanan.

"Terima kasih untuk hari ini", sebusur senyuman, dan lambaian tangan menjadi komposisi terbaik yang kau suguhkan.

Perjalananmu mungkin akan panjang. Sangat panjang, hingga tak tahu kapan harus berhenti.

Entahlah, mungkin nanti aku akan berada di ujung relmu, entah orang lain.

Hati-hati di perjalanan.

Oleh : Riyandi Joshua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun