Mohon tunggu...
Slamet Riyadi
Slamet Riyadi Mohon Tunggu... -

JKW-JK, 2 orang baik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prahara Sulit Diterima NU

18 Mei 2014   19:51 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:24 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai pendekatan yang telah dilakukan Prabowo kepada PKB tidak mendapatkan sambutan yang berarti. Pendekatan dirubah dengan melakukan pendekatan kepada Ketua Umum PBNU, K.H. Said Aqil Siradj yang ditanggapi dengan pernyataannya yang  kontroversial bahwa memilih pemimpin sebaiknya yang tegas dan berwibawa bukan pemimpin yang klemar-klemer. Pernyataan yang secara halus digunakan sebagai propaganda untuk mempengaruhi warga NU agar memilih Prabowo sekaligus mempermalukan Jokowi.

Bagai gayung tak bersambut, PKB (partainya NU) bergabung dengan PDIP untuk mengusung Jokowi sebagai capres (14/5). Sehari setelah itu (15/5), Said Aqil kembali melancarkan upaya mengembosi Jokowi dengan mengunmumkan dukungannya kepada Prabowo. Hal ini ditanggapi Ketua DPP PKB, Abdul Wahid Maktub, dengan mengatakan bahwa ketaatan warga NU pada pemimpinnya sebatas berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat syari'ah. Namun, dalam memilih capres dan cawapres warga NU tidak diharuskan mengikuti Ketum PBNU (Republika,  17/5).

Bagaimanapun, manuver yang dilakukan Said Aqil membuktikan bahwa lumbung suara NU layak diperebutkan. Jatuhnya PKB ke PDIP, selain memberikan keuntungan kepada Jokowi sekaligus merupakan pukulan buat Prabowo. Walaupun, di dalam koalisinya sudah bergabung partai islam lainnya seperti PKS, PPP dan PAN, Prabowo menyadari bahwa basis suara PKS, PPP dan PAN tidaklah sekokoh PKB yang mampu mendulang suara tinggi pada pileg kemarin. Apalagi, ketiga partai islam tersebut dinilai menyisakan banyak masalah yang hanya memberatkan langkah Prabowo.

Kasus yang menimpa PKS diantaranya diseretnya petinggi PKS ke penjara KPK, terkuaknya kasus asusila yang memperlihatkan bejatnya moral pengurus PKS dan kedekatan pejabat PKS dengan pengusaha hitam seperti Ahmad Fathanah. Syarat koalisi (harga mahar) yang ditetapkan PKS dengan mengajukan Anis Matta, Ahmad Heryawan dan Hidayat Nur Wahid sebagai cawapres turut memberatkan Prabowo karena diharuskan melayani praktek politik biaya tinggi guna melunasi mahalnya harga mahar tersebut. Namun, apakah mahar tersebut mampu mengobati kekecawaan para pendukung yang menggantungkan harapannya kepada tiga cawapres di atas? Tentunya sulit. Apalagi sosok Hatta Rajasa yang dikenal sebagai binannya Amien Rais berpotensi membuka luka lama dimana Amien Rais pernah menyerukan kepada SBY untuk mengeluarkan PKS dari peta koalisi.

PPP juga dirundung konflik internal yang berkepanjangan. Walaupun pada akhirnya dapat diselesaikan dengan dukungan suara yang bulat kepada Prabowo. Namun, apakah terselesaikannya konflik di tingkat atas menjamin terselesaikannya masalah tersebut di akar rumput. Nyaringnya suara di kalangan PPP yang menginginkan SDA sebagai cawapres Prabowo menjawab hal tersebut. Bahkan, Ketua DPPP PPP, Habil Marati dan Ketua DPW PPP Sultra, La Ode Songko mengancam akan menarik suara pendukungnya apabila Prabowo bersikeras mencalonkan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya. Alasan yang dikemukakan adalah Hatta Rajasa bukan orang NU, sementara masih banyak tokoh NU yang layak dimajukan seperti SDA, Mahfud MD dan JK.

Bagaimana dengan PAN? Dipilhnya Hatta Rajasa sebagai cawapres Prabowo tidak lepas dari lobby Amien Rais. Melongok sejarah pembentukan poros jilid 2 dan kemudian poros Indonesia Raya yang gagal total (gatot), semestinya menyadarkan Amien Rais bahwa kehadirannya tidak mendapatkan sambutan yang positif dari kalangan islam. Kegagalan dimaksud dikarenakan tidak adanya tokoh islam pemersatu sebagaimana Gus Dur waktu itu. Kalau sudah seperti itu, apakah bukan berarti bahwa sebagai tokoh nasional, Amien Rais sudah tidak dianggap (diperdulikan)? Lalu apakah tidak semakin menyulitkan Prabowo menjual Hatta Rajasa (sebagai boneka Amien Rais) di kalangan pemilih NU?

Kesimpulannya "Prabowo-Hatta Rajasa sulit diterima oleh kalangan NU".

Beranjak dari kenyataan itu, menjadi wajar apabila Prabowo bersikeras melancarkan serangan-serangannya bagi menggerogoti dukungan suara NU kepada Jokowi. Salah satu martir yang diandalkan adalah Said Aqil yang diharapkan mampu memecah suara NU. Namun, upaya tersebut keburu dicegah PKB melalui pernyataannya bahwa keputusan memilih capres/cawapres berada di tangan umat bukan pemimpinnya. Karena umat NU lebih memahami konstelasi politik daripada Ketua Umum PBNU.

Salam


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun