Mohon tunggu...
Riyadhus Shalihin
Riyadhus Shalihin Mohon Tunggu... -

Bandung, Desember 1989.\r\n\r\nMENCINTAI DAN MENGGIATI SENI TEATER, JURNALISTIK DAN FILSAFAT.

Selanjutnya

Tutup

Drama

MONOLOG BLOMOH OCOH . karya ; Riyadhus Shalihin

9 Januari 2012   13:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:07 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

______________________________________________________________________________

Panggung tampak bercahaya ungu, dengan banyak sisir – sisir dan ikan – ikan asin yang bergelantungan.

Sedangkan di tengah – tengah nya ada pakaian kemeja yang sangat eksklusif, tergantung dengan mannequin lelaki, namun kebawahnya hanya memakai celana dalam saja, dari dalam celana dalam tersebut menyembul pohon kaktus di tengah – tengahnya merobek celana dalam tersebut.

Pot – pot pohon kaktus tampak mengelilingi latar lantai.

Perlahan – lahan ada bunyi mesin – mesin pabrik, namun bunyinya sungguh lucu seperti digubah dengan nada – nada do re mi fa so la si do.

Perlahan – lahan lampu mengarah pada seseorang yang berbaju batik, dengan rok mini yang sangat pendek, tampak stagen dikenakannya di luar. Rambutnya digimbal rasta dan mukanya tampak terlihat kuning pekat, memakai kaos kaki bergambar donal bebek.

Tampak dia sedang memeluk- meluk mannequin tersebut dari belakangnya.

Wanita tersebut bernama “ Hani Mun “ .

______________________________________________________________________________

Why do you love me so kind and tenderly… yehuhuhuhu why do you love me so kind and tenderly..

Oh ada apa denganmu, kau enggan ku peluk lagi kah.. oh kau pria.. aku masih ingin menerjang badai rayumu, lelah cumbu dan gombal priamu..

Jangan lekas pergi, tuntaskan.. tuntaskan…

______________________________________________________________________________

kemudian Hani Mun berjalan perlahan – lahan sambil menggerayangi leher mannequin tersebut.

______________________________________________________________________________

Ada apa kau , akulah racunmu yang tak bertepi, aku robocop di malam hari, gundam tanpa ikatan

Mari petik umbul – umbuk di sela – sela busuknya keringatmu.

______________________________________________________________________________

Kemudian Hani Mun mendekati ikan – ikan asin yang bergelantungan mendekati wajahnya kemudian dia mendekat, lalu dia pun menyisir rambut gimbalnya dengan menggunakan sisir yang tergantung

______________________________________________________________________________

Bau asin mas, tapi renyah. Gurih dan anyep..

______________________________________________________________________________

Perlahan – lahan dia menggigiti ikan asin tersebut, dilumatnya hinga habis

______________________________________________________________________________

Malam – malam selalu saja ada musang, musang – musang yang meloncat di balik celana.. lalu kutangkap hap…

Hem blomoh blomoh….

______________________________________________________________________________

Lalu Hani Mun berjalan ke tengah panggung, mendekati para penonton

______________________________________________________________________________

Hei , ku rasa ada yang bersembunyi di balik patung itu..

_____________________________________________________________________________

Hani Mun menunjuk mannequin lelaki berkemeja.

______________________________________________________________________________

Rasanya ada yang menyelinap di setiap tubuh wanita, dia bergerak – dia bergerak,kemeja – kemeja bergaris hitam, dasi – dasi berwarna merah , parfum … oh… ada yang meneror di setiap lengan – lengan kokoh .. leher. oh leher berkalung, dada berbulu, ah mereka berbicara mereka berpuisi..

Master… mister.. musketeer.. ohhh

Ah, aku ingin menjambak payudaramu

______________________________________________________________________________

Hani Mun tersadarkan dan dia kembali menerangkan peristiwa

______________________________________________________________________________

Begitu bisik patung itu, ah dia mati ,kaku tanpa hasrat, apalagi nafsu memburu..

Tapi ah dengar..

Sini nona biar kupagut, lembah murammu.. dibalik celana dalamu yang mulai memerah, basah dan menggenang itu,aku merasa mulai melihat tanah yang kering, gerah dan gundah.

Nona cepat tuntaskan, hasrat seni ku begitu meletup malam ini, segera nona.. cepat buka !

Ah bumi mengapa tanahmu berjumpalitan, bagai hutan yang merongrong meminta sejenak untuk dielusi hingga pulas.

Bagai ular yang perlahan – lahan menguliti kulitnya, dikuliti oleh kulitnya .. terkuliti, ah kulitmu mas berbulu, mas.. ya itu mas , ah

Ah ..

Tajam.. menusuk, runcing…. Ya aku ingat

______________________________________________________________________________

Hani Mun kemudian mendekati mannequin tersebut kembali, dia menunjuk Kaktus yang menyembul dari balik celana dalam mannequin

______________________________________________________________________________

Lihat, tentakelnya runcing, sangat estetik, menggelitik oh aku gadis .. sadis, munafik.. munafik.. tengik

______________________________________________________________________________

Kemudian dia mengelurkan pisau dari balik baju batiknya.

Dia memotong kaktus itu pelan – pelan perlahan.

Sambil menyanyikan lagu “ I REMEMBER “ dari grup band “ MOCCA “, dia memotongnya dengan sangat hati – hati.

Kemudian dia memasukkan bagian kaktus , yang sudah terpotong tanpa duri itu ke dalam mulutnya

Lama – lama dia muak lalu dimuntahkannya

______________________________________________________________________________

Ah sama saja lalu berapa lagi..sungguh serupa…bangsat ..KW 100 , loak, motif bawah perut !

______________________________________________________________________________

Kemudian dia menjadi tidak terkendalikan, dia memotong motong kaktus – kaktus yang ada di bawah latar lantai dengan penuh amarah.

Sembari dia emut satu –satu potongan potongan kaktus tersebut kemudian dia muntahkan lagi.

______________________________________________________________________________

Runcing, tajam, perut membuncit

Ah lihat tapi aku telah mempersiapkannya jauh hari, lilitan kain ini memaksa perutku untuk tetap segar dan terlihat perawan… pantatku belum tampak mengembang, pinggangku seperti raden ayu , dan yang di bawah ini ibarat muntahan mesin molen di pabrik – pabrik, memutar dan mengelu dalam irama jantung pria.

______________________________________________________________________________

Kemudian dia pergi ke suatu arah, seperti mengingat – ngingat sesuatu yang sangat klasik

______________________________________________________________________________

Upik pernah berkata kepadaku, satu waktu ketika kami sedang selonjor nyantei di pinggir kali ciliwung

Apa yang ada di pikiranmu ketika melihat kemalauan anton mun, memperhatikannya perlahan - lahan menegang menjadi keras, lalu seperti belantara hutan kau pun tertantang untuk menjelajahinya dalam – dalam, apakah begitu nikmatnya mun ?

Nikmatkah mun ?

seperti ketika kau mengetahui bahwa ibumu tidak pernah mengharapkan kau lahir.

Ah tahu apa kau, tidak upik kau tak akan tahu apa yang tersembunyi di balik maksud seorang seniman, mereka mampu mereka – reka dan menyembunyikan maksud yang tak gampang kita ketahui..

ada kelembutan terselebung di balik kecambah janggutnya yang tajam dan kasar

“ Dia seniman yang melukisku dalam halu eros tanpa ayal memburuku hingga puncak tanathos “

Kau membisikkan kalimat itu dengan lebam biru di ujung pelipis mata, dengan linang air mata yang tak kau sanggup tahan..

“ Mun, hidungmu bengkok “

Husss... dia seniman yang cenderung berdiam tenang, sahaja dan tulus , dia tidak suka bersikap pamer.. pik

______________________________________________________________________________

Kemudian Hani Mun mengelus – ngelus perutnya sendiri, sembari mengingat – ngingat sesuatu dia menjadi begitu sedih dan ngilu.

______________________________________________________________________________

“ Pik, ibuku.. ibuku.. “

“ Bapaku siapa pik ? “

______________________________________________________________________________

Dia melihat – lihat ke balik dalam stagennya, namun Hani Mun tidak mendapatkan apa – apa.

Hani Mun berjalan – jalan terhuyung di antara Pohon – Pohon kaktus yang dia tendang tendangi

Kemudian dia mengambil salah satu sisir tersebut.

______________________________________________________________________________

Pik kepalaku pusing, pik

tapi aku ingat..

Aku ini terlahirkan dari daging manusia bukan dari pelepah melon, atau adonan jus jambu.

Tapi dia, chef master kelahiranku, pergi lalu mengolah bumbu - bumbu kelahiran di berbagai tempat , semudah membuat jus jambu.

______________________________________________________________________________

Perlahan – lahan dia menyisir rambut gimbal nya tersebut.

______________________________________________________________________________

“ kau pernah mengatakan bahwa lelaki adalah bongkahan batu stalaktit di gua – gua sunyi, membuat kau merinding, sepi, terangsang sekaligus takluk.

______________________________________________________________________________

Kemudian Hani Mun, memperlihatkan wajahnya yang sangat mengerikan namun mesra dan dia berkata perlahan – lahan namun sungguh menyakitkan

______________________________________________________________________________

“ Lelaki adalah seniman pik “

Mereka menumpahkannya, seperti semua lelaki lainnya yang melukiskan nafsunya di atas tubuh ibu.

Mereka mengukirnya seakan menggerus lekuk tubuh ibu di setiap malam – malam yang mendengus, pekat dan redup selalu berada dalam ambang lenguh dan peluh.

lelaki – lelaki itu berbulu, berbulu tipis.

lelaki yang sigap membalikan badan ibu dalam sekali ucap .

Ah Ibu, mataku melihatmu ada di sini, ah perutku aku melihat ibu ada di sini

Ah ibu melihat perut, aku membenci perut

______________________________________________________________________________

Hani Mun kemudian berteriak – teriak tidak terkendali, dia terjongkok kosong. kemudian dia perlahan – lahan berjalan dengan merangkak mendekati bawah celana dalam mannequin, dan dia pun membuka celana dalam mannequin tersebut.

Tampak boneka Barbie yang tergantung di kemaluan mannequin.

Hani Mun mengunyah – ngunyah kaki – kaki boneka tersebut dengan rakus.

Tiba – tiba dia mengganas.

Lalu dia jatuhkan mannequin tersebut, kemudian dia menaiki di atas badan mannequin tesebut

______________________________________________________________________________

Om, aku pun sudah cukup lembap.. maukah kau mengguyurku dengan keringat masammu, om.. aku pun sudah cukup matang.

Om buahi aku..

Rajah aku..

“ Ah.. Aku ingin menikahi semua seniman pik.. “

______________________________________________________________________________

BLOMOH OCOH

RIYADHUS SHALIHIN

_ 2011 _

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun