Â
Komunitas ASEAN 2015 : Penguatan ke Dalam
Â
Sering dikatakan dalam pidato, kuliah umum, dan siaran-siaran pers resmi bahwa tanpa ASEAN, bukan wajah Asia Tenggara yang damai dan hidup berdampingan seperti ini yang sedang dan akan kita lihat. ASEAN adalah kunci bagi perdamaian Asia Tenggara, itu intinya. Tapi perdamaian dalam arti apa? Tradisionalkah? Nontradisionalkah? Selama masa berdiri ASEAN, memang kita tidak pernah mengalami perang yang hebat dengan sesama anggota ASEAN. Namun permasalahannya, perdamaian dalam arti tradisional tersebut terlalu elitis untuk bisa dipahami rakyat. Perdamaian yang diinginkan rakyat adalah perdamaian yang lebih membumi, merakyat, dan sederhana untuk diresapi, dimaknai, serta diraba. Rakyat menginginkan ASEAN sebagai wadah kedua setelah negara dalam mewujudkan perdamaian yang dekat dengan mereka.
Â
Isi hati rakyat yang terdalam tersebut sepertinya juga disadari ASEAN. Sejak ASEAN Vision 2020 pada tahun 1997 yang kemudian diperkuat dalam Bali Concord II tahun 2003, ASEAN telah memproyeksikan wajahnya dalam beberapa tahun ke depan sebagai kawasan yang terintegrasi dengan menjadi komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan diikat dalam kemitraan yang dinamis melalui tiga pilar utama yakni Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosio-Budaya ASEAN. Melalui visi untuk menjadi komunitas dengan pilar-pilar yang memiliki kekhususan tersebut, ASEAN berusaha untuk memenuhi kebutuhan perdamaian nontradisional bagi lima ratus juta rakyatnya.
Â
Menjadi organisasi kawasan yang berkembang menjadi sebuah komunitas merupakan tantangan tersendiri bagi ASEAN terutama dengan perbedaan kondisi enam negara ‘senior’ ASEAN dengan empat negara CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) yang baru menjadi anggota ASEAN pada dekade 90-an. Permasalahan pembangunan di antara kedua pengelompokkan negara tersebut menjadi salah satu pekerjaan rumah ASEAN untuk bisa berdiri kokoh sebagai komunitas. Kerangka kerjasama menuju Komunitas ASEAN pun mau tidak mau meletakkan pembangunan CLMV sebagai prioritas utama. Tentu saja hal tersebut merupakan hal yang positif bagi CLMV. Bila ASEAN berhasil membangun CLMV, maka peresepan ASEAN sebagai pewujud perdamaian nontradisional di negara CLMV akan lebih dirasakan oleh rakyat CLMV. Bisa jadi, sense of belonging dari rakyat CLMV yang baru sepuluh-dua puluh tahun mengenal ASEAN akan lebih kuat daripada rakyat di enam negara senior di ASEAN.
Â
Namun demikian, ASEAN juga perlu waspada. Meskipun Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei sudah lebih dulu masuk menjadi anggota ASEAN ketimbang CLMV, peresapan ASEAN-isme di dalam masyarakat keenam negara tersebut tidak dapat dikatakan lebih kuat daripada di dalam masyarakat CLMV. Hal ini bisa ditelusuri dari kiprah ASEAN di keenam negara senior pada masa awal berdiri ASEAN hingga dekade 90-an yang masih berkisar pada persoalan perdamaian tradisional yang lebih melibatkan negara. Kaum elit pemerintahan di negara senior ASEAN memang lebih melek ASEAN ketimbang elit pemerintahan di CLMV, namun tidak demikian dengan masyarakat. Baik masyarakat di negara senior maupun CLMV masih berada pada level yang tidak jauh berbeda mengenai sense of belonging terhadap ASEAN. Usaha untuk membumikan ASEAN di benak masyarakat negara senior ASEAN dan CLMV seharusnya mendapat porsi yang seimbang.
Â
Â
Â
ASEAN Blogger : Dari Masyarakat untuk Masyarakat demi ASEAN
Â
Berkejaran dengan waktu untuk menjadi Komunitas ASEAN merupakan tantangan yang dihadapi ASEAN. Beruntung ASEAN kini hidup di era globalisasi yang dengan segala kemudahan teknologinya mampu mengompres jarak dan waktu serta melahirkan kelompok masyarakat yang dalam istilah posmodern disebut sebagai middle class atau kelompok masyarakat yang sudah melek akan suatu isu kemudian aktif menyebarkan gaya hidup atau pengetahuan yang berkaitan dengan isu tersebut kepada kelompok masyarakat lainnya. ASEAN blogger merupakan salah satu bagian dari middle class ASEAN yang berpotensi melakukan ASEAN-isasi ke seluruh wilayah ASEAN sehingga ASEAN pun dapat lebih membumi.
Â
Kekuatan ASEAN blogger terletak pada penguasaannya pada teknologi melalui penggunaan internet, khususnya blog, dalam menyebarkan ASEAN-isme. Selain itu, ASEAN blogger merupakan kelompok masyarakat yang mandiri dari pemerintah. ASEAN-isasi yang dilakukannya minim potensi dicurigai sebagai bagian dari program buatan pemerintah, justru dianggap sebagai testimoni yang kemudian mampu meyakinkan kelompok masyarakat lain untuk lebih mengenal dan merasakan ASEAN.
Â
Hal yang patut dieksplorasi ASEAN blogger untuk lebih membumikan ASEAN adalah pengeksplorasian perannya sebagai intermediary atau penengah antara pemerintah dengan rakyat yang mampu menerjemahkan ASEAN dalam pernyataan pemerintah menjadi ASEAN yang dipahami rakyat, serta sebaliknya, menerjemahkan kesederhanaan perdamaian yang diinginkan rakyat menjadi saran formulasi dan impelementasi kebijakan bagi pemerintah. Untuk memperkuat legitimasinya sebagai middle class ASEAN-isasi, ASEAN blogger juga harus semakin terlihat di mata masyarakat dan pemerintah, baik melalui kampanye atau pengiklanan diri maupun melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan yang diselelnggarakan pemerintah dan masyarakat.
Â
Â